fbpx

Alvin Plantinga Sang Epistemolog Eksternalis

Menurut Plantinga, teori pengetahuan yang baik harus melibatkan fungsionalisme yang semestinya
Alvin Plantinga
Alvin Plantinga

Teori JTB (dianggap, setidaknya dalam asumsi,) mapan sampai terbitlah Is Justified True Belief Knowledge? sepanjang tiga halaman yang ditulis Edmund Gettier pada tahun 1963. Makalah ini merupakan batu loncatan dalam epistemologi. Entah dengan alasan apa, selama berabad-abad teori ini tidak dipermasalahkan (Dutant, 2015). Hingga setelah esai  Is Justified True Belief Knowledge? dibaca dan diperdebatkan, epistemologi memasuki era pasca-Gettier (Hetherington, 2016).

Di tengah kegemparan tersebut, Alvin Plantinga turut menyuarakan teori epistemologinya. Menurut Plantinga, keruntuhan JTB menyadarkan orang bahwa kondisi pembenaran tidak cukup bagi teori pengetahuan. Namun, keruntuhan ini sayangnya belum menyadarkan orang bahwa kondisi pembenaran tidak perlu bagi teori pengetahuan (Plantinga, 1993). Menurut Plantinga, kondisi pembenaran bukan syarat yang diperlukan.

Sebelum pembahasan lebih dalam mengenai teori Plantinga, perlu dipahami terlebih dahulu konteks epistemologi secara umum, di mana terdapat perdebatan antara kaum internalis dan eksternalis (Sulisto, 2011). Menurut kaum epistemologi internalis, syarat suatu pengetahuan setidaknya melibatkan kondisi pembenaran (justification) yang berada secara internal di dalam pikiran subjek penahu. Epistemologi Internalis mengisyaratkan ketersediaan akses kognitif subjek penahu dengan faktor-faktor pembenaran, dan kebertanggungjawaban subjek penahu memercayai sesuai dengan bukti yang tersedia baginya. Kaum epistemologi eksternalis tidak sependapat. Eksternalis menekankan proses terbentuknya suatu kepercayaan dari faktor-faktor eksternal (Sudarminta, 2022). Tentu saja, proses eksternal tersebut bisa terjadi tanpa subjek penahu menyadari proses tersebut, atau mereka tidak mampu memberikan penjelasan ketika diminta (Hoitenga, 1991). Suatu kepercayaan disebut terjamin bukan karena subjek penahu mampu memberikan bukti seperti dipegang oleh internalis, melainkan karena kepercayaan tersebut dihasilkan melalui proses epistemik yang memadai. 

Teori Fungsionalisme-Semestinya

Menurut Plantinga, teori pengetahuan yang baik harus melibatkan fungsionalisme yang semestinya (Plantinga, 1993). Ada beberapa elemen yang terkandung dalam fungsionalisme yang semestinya dan elemen-elemen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Elemen pertama adalah kemampuan kognitif yang berfungsi secara semestinya. Elemen kedua adalah kesesuaian dengan rancangan desain. Elemen ketiga adalah lingkungan kognitif di mana kepercayaan tersebut terbentuk sesuai dengan rancangan desain bagi fakultas kepercayaan tersebut. Elemen keempat adalah saat kepercayaan tersebut menargetkan suatu kebenaran, bukan sebagai angan-angan.

Elemen pertama, teori kepercayaan yang terjamin adalah kemampuan kognitif yang berfungsi secara semestinya (Plantinga, 1993). Di mana lawan dari kognitif yang berfungsi secara semestinya adalah malfungsi kognitif. Kepercayaan yang terbentuk dari kognitif yang malfungsi tidak bisa disebut terjamin. Kepercayaan hasil kognitif yang tidak berfungsi secara semestinya tidak bisa disebut sebagai pengetahuan. Syarat yang perlu untuk jaminan suatu kepercayaan adalah syarat kemampuan kognitif yang bebas dari malfungsi. 

Elemen kedua adalah kesesuaian dengan rancangan desain, yang tidak harus dengan prasuposisi teistik atau rancangan desain Allah. Yang dimaksud Plantinga dengan rancangan desain berarti organ atau sistem organ yang sesuai dengan fungsi yang semestinya. Misalnya, jantung manusia didesain berdenyut 55-80 kali per menit ketika istirahat, dan sampai 180 kali per menit ketika berolahraga. Jika denyut jantung S hanya 10 kali per menit, berarti organ jantung atau sistem peredaran darahnya tidak berfungsi sebagaimana rancangan desainnya. Seperti jantung manusia bisa memompa darah, demikian juga sistem kognitif seseorang bisa memberi informasi yang terpercaya baginya.

Elemen ketiga adalah lingkungan yang kondusif bagi organ atau sistem organ tersebut bekerja. Seperti sistem pernafasan manusia tidak didesain untuk bernafas di dalam air, demikian juga sistem kognitif manusia, misalnya, tidak didesain untuk lingkungan yang tercemar radiasi yang mengganggu fungsi memori. Masalah yang menyulitkan subjek penahu memiliki pengetahuan atau kepercayaan yang terjamin bisa saja terletak pada lingkungan kognitif S, bukan pada kemampuan kognitif S. Jadi, komponen lain yang perlu bagi kepercayaan yang terjamin adalah lingkungan yang mendukung bagi terbentuknya kepercayaan yang terjamin. Lingkungan kognitif S bisa saja menyesatkan sehingga S mempercayai kepercayaan P yang keliru.

Elemen keempat adalah menargetkan kepercayaan yang benar. Menurut Plantinga, tidak semua bagian dalam sistem kognitif manusia bertujuan untuk menghasilkan kepercayaan yang benar. Sistem kognitif manusia memiliki bagian-bagian yang berbeda untuk tujuan-tujuan yang berbeda pula. Ada bagian yang didesain untuk menghasilkan kepercayaan yang benar, ada bagian lainnya yang berfungsi untuk melepaskan penderitaan, ada pula yang untuk bertahan hidup, dan lain-lain. Kepercayaan bisa terjamin jikalau dihasilkan dari sistem kognitif yang menargetkan kebenaran. Jadi, jaminan merupakan suatu kondisi yang terkait dengan proses yang menghasilkan kebenaran.

Daftar Pustaka

Dutant, Julien. “The Legend of the Justified True Belief Analysis.” Philosophical Perspectives 29 (1) (2015): 95-145.

Hetherington, Stephen. “Introducing Gettierism,” dalam Knowledge and the Gettier Problem Cambridge: Cambridge University Press, 2016.

Hoitenga, Jr., Dewey J. Faith and Reason from Plato to Plantinga. New York, Albany: State University of New York Press, 1991.

Plantinga, Alvin. Warrant: The Current Debate. Oxford, New York: Oxford University Press, 1993.

Plantinga, Alvin. Warrant and Proper Function. Oxford, New York: Oxford University Press, 1993.

Sulistio, Christian. “Berkenalan dengan Teori Epistemologi Alvin Plantinga: Jaminan (Warrant) dan Fungsi yang Semestinya (Proper Function).” Veritas 12/2 (Oktober 2011): 231-255.

Sudarminta, J. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.

Dea Volensia

Mahasiswi STTRII

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content