fbpx

Permata kebenaran diciptakan, dipelihara dan dilebur oleh Brahman dalam pengetahuan. Demikian gambaran Filsafat Hindu yang menjadi pendamai antara sains dan teologi melalui sistem filsafatnya yang disebut Vedanta. Vedanta merupakan rangkaian kalimat singkat sekaligus intisari dari Vedantasutra seperti Bagavadgita dan Upanishad. Di dalamnya terkandung segala ilmu kosmos dan ajaran moral yang mengacu pada relasi roh dan badan. Bhaktisvarupa Damodara Swami merujuk Srila Jiva Goswami, filosof Hindu abad ke-16 yang menjelaskan bahwa Vedanta memiliki tiga jenis sumber pengetahuan atau epistemologi yang mendasarinya yaitu: Pratyaksa, Anumana dan Sabda.

Yang pertama adalah Pratyaksa atau sumber pengetahuan berdasarkan persepsi indera. Tiap indera, baik mata, telinga, hidung, kulit dan lidah yang berfungsi dengan baik merupakan simpul penerimaan informasi. Pratyaksa merupakan epistemologi paling dasar karena masih terkait dengan dunia materi, namun dengan disiplin spiritual, manusia dapat memperoleh pengertian nilai-nilai Veda melalui inderanya. Yang kedua, Anumana atau logika penyimpulan, ialah proses nalar manusia dalam merumuskan beberapa pengetahuan (term) menjadi satu pengertian (kesimpulan). Anumana membantu merangkai hasil dari Pratyaksa dan menghindari ketidakpastian pengandaian terutama ketika berhadapan dengan sains teoretis.

Yang terakhir adalah Sabda atau pengetahuan yang diwahyukan. Otoritas tertinggi atau Tuhan menurunkan pengetahuan pada pribadi yang telah memurnikan Pratyaksa dan meluruskan Anumana-nya. Menurut Vedanta pengetahuan ini tidak dapat dipertanyakan lagi, namun dapat diulas oleh para sarjana spiritual yang sebelumnya telah melakukan pembelajaran dan pengolahan jiwa seturut disiplin Veda. Filosof Inggris John Locke menyepakati tiga penggolongan ini, dimana ia berpendapat bahwa awalnya manusia menerima pengetahuan melalui indera, selanjutnya rasionalitas bekerja. Dikemudian hari, pada usia senja Locke menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang terakhir ialah Wahyu, yang dipahami hanya oleh beberapa orang tanpa pengaruh awal dari indera dan rasionalitas.

Pendiri LSF Discourse dan saat ini menjadi penasihat lembaga. Pimpinan Redaksi lsfdiscourse.org dan penerbit Discourse Book. Mengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content