fbpx

Kebahagiaan dan kebijaksanaan ala Epikureanisme

Kebahagiaan yang menjadi inti ajaran moral Epikuros terdiri dalam nikmat. Baginya, yang baik adalah yang menghasilkan nikmat.
Athens Garden karya Antal Strohmayer
Athens Garden karya Antal Strohmayer

Profil Singkat

Epikuros merupakan sosok filsuf kelahiran kota Samos, Yunani, pada 341 SM dan meninggal di Athena pada tahun 270 SM. Beliau dipuji karena kesederhanaannya, sifatnya yang lemah lembut, dan paham persahabatannya yang mendalam. Setiap ucapannya terpatri dalam benak murid-muridnya. Sayang, lebih dari 300 tulisannya hanya terdiri dari beberapa potongan. Berbeda dengan Plato, Aristoteles, dan Stoa, Epikuros dan para muridnya tidak berminat memikirkan, apalagi memasuki bidang politik. Ciri khas filsafat Epikuros adalah ‘penarikan diri dari hidup ramai’, dengan semboyannya yang berbunyi “Hidup dalam Kesembunyian.”

Kiprah dan Pemikiran

Semasa hidupnya, pada tahun 300 SM, Epikuros pernah mendirikan sebuah sekolah filsafat di Athena yang bernama “Epikureanisme”. Aliran filsafat ini kemudian berkembang menjadi salah satu aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles dalam periode Hellenisme. Aliran Epikureanisme sendiri lebih merupakan sekolah yang mengajarkan tentang kebijaksanaan hidup.

Aliran Epikureanisme juga terkenal karena etikanya. Epikureanisme mengajarkan bahwa manusia harus mencari kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya, Kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita.” Manusia harus bijaksana. Ia harus puas dengan menikmati hal-hal yang kecil dan sederhana. Dengan cara ini, ia akan mencapai kebebasan batin. Agar dapat hidup bahagia, manusia memang mesti menggunakan kehendak bebasnya untuk mencari kesenangan sedapat mungkin. Tetapi terlalu banyak kesenangan justru akan menggelisahkan batin manusia. Orang bijaksana tahu membatasi diri dan – terutama – mencari kesenangan rohani agar keadaan batin tetap tenang.

Kebahagiaan yang menjadi inti ajaran moral Epikuros terdiri dalam nikmat. Baginya, yang baik adalah yang menghasilkan nikmat, sedang yang buruk adalah yang menghasilkan perasaan tidak enak.

Akan tetapi, nikmat itu harus dimengerti betul. Kaum Epikurean bukanlah golongan hedonis. Bagi mereka, kenikmatan lebih bersifat rohani dan luhur daripada jasmani. Tidak sembarang keinginan harus dipenuhi. Epikuros membedakan antara keinginan alami yang perlu (seperti makanan), keinginan alami yang tidak perlu (makanan yang enak), dan keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan). Hakikat nikmat terdiri dalam ketenteraman jiwa yang tenang serta kebebasan dari perasaan risau atau terkejut. Manusia hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga tubuh dan jiwanya tetap sehat dan tenang.

Karena itulah, Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phronesis). Menurutnya, orang bijaksana adalah “seniman hidup”. Ia pandai mempertimbangkan apakah ia memilih nikmat atau rasa sakit. Bukan perasaan nikmat sementara yang menentukan kebahagiaan kita, melainkan nikmat yang bertahan selamanya dalam seluruh kehidupan.

Epikuros sangat menganjurkan agar manusia selalu menguasai diri. Orang bijaksana tidak akan memperbanyak kebutuhan, melainkan sebaliknya, membatasi kebutuhan-kebutuhannya, agar, dengan membatasi diri, kita dapat menikmati kepuasan. Dengan cara seperti inilah seseorang akan menghindari tindakan yang berlebihan demi mencari kehidupan yang tenang dan tenteram.

Meski ajaran Epikuros menasihatkan seseorang untuk menarik diri dari kehidupan secara umum, namun ajarannya tidak bersifat egois. Menurut Epikuros, berbuat baik lebih menyenangkan daripada menerima kebaikan, sebab kebahagiaan terbesar bagi manusia adalah persahabatan.

Bacaan Lanjutan

Dr. Harry Hamersma, “Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat”, Penerbit Kanisius, 2008

Franz Magnis-Suseno, “13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19”, Penerbit Kanisius, 1997

Prof. K. Bertens, “Ringkasan Sejarah Filsafat”, Penerbit Kanisius, 1975

 

 

 

Bambang Widianto
Bambang Akbar

Seorang penulis dan pembuat konten lepas. Pernah berprofesi sebagai pengajar. Menyukai kopi, teh, Mochtar Lubis, Albert Camus, dan Pramoedya Ananta Toer.

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content