Jean-Jacques Rousseau dalam bahasan utamanya tentang kontrak sosial berusaha mengurai kondisi kodrati manusia. Ia menyatakan bahwa pada mulanya semua manusia bebas tapi terdapat proses di mana akhirnya masing-masing terbelenggu. Sebagian manusia yang merasa berkuasa tidak menyadari bahwa mereka memiliki ketergantungan pada para budaknya. Sementara bagi mereka yang ditindas, kemerdekaan hanya hadir saat mereka terlahir, dimana mereka belum mengenal tanggung jawab dan keinginan.
Kondisi kodrati seperti dikemukakan Rousseau di atas dapat diatur melalui hukum yang terlahir melalui konvensi. Sebelum melangkah jauh menuju kontrak sosial, masyarakat harus mengakui keberadaan “si kuat” dan “si budak”. Hubungan keduanya akan selalu dalam proses dominasi dan perlawanan yang menimbulkan konsekuensi tidak adanya kemungkinan hak untuk pemenang. Baik pihak tuan dan budak akan saling menguasai seperti dikemukakan oleh Thomas Hobbes sebagai homo homini lupus; manusia adalah serigala bagi sesamanya.
Karena itu Rousseau menyarankan masyarakat untuk menengok kembali pada konvensi sosietas yang pertama. Individu dalam masyarakat sebaiknya berusaha membangun asosiasi di mana ada kepemilikan bersama dan organ politik yang mencakup hukum serta kehendak bersama. Kontrak sosial pada akhirnya menjadi hukum bagi seluruh kepentingan di dalam masyarakat. Kontrak tersebut bersifat terbuka hingga memungkinkan terjadinya perubahan teks. Dengan demikian, hukum menjadi cara berada sekaligus instrumen bagi kebersamaan manusia bebas (konstituen).
Pendiri LSF Discourse dan saat ini menjadi penasihat lembaga. Pimpinan Redaksi lsfdiscourse.org dan penerbit Discourse Book. Mengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.
- 29/03/2018
- 30/03/2018
- 08/09/2020
- 24/09/2020