Pandemi COVID-19 telah merubah wajah dunia, baik karena jumlah korban mau pun imbas dari upaya pencegahannya. Tersebut beberapa usaha pemerintah dunia untuk meretas pelambungan nilai korban misalnya penelitian vaksin, melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), lockdown dalam berbagai skala, aturan Work From Home, membangun fasilitas kesehatan baru, pemberhentian kegiatan produksi, penutupan fasilitas umum, dan masih banyak lagi. Banyak usaha dilakukan oleh seluruh negara. Rasa takut atas penyakit ini menyebabkan perilaku masyarakat berubah, demikian pula dengan kondisi psikologi masyarakat dunia. Dari lingkungan sekitar dapat kita ketahui munculnya inflasi, penurunan nilai tukar mata uang, munculnya pengangguran, dan lebih banyak lagi. Di sisi lain banyak daerah mengalami penurunan angka polusi udara, jumlah pemakaian bahan bakar dan emisi karbon berkurang. Berbagai fenomena yang tidak biasa muncul akibat pandemi kali ini.
Selain permasalahan kesehatan, COVID-19 menimbulkan permasalahan di bidang ekonomi yang berujung pada permasalahan sosial dan politik. Walau pun beberapa pihak beranggapan bahwa perekonomian tidak berhubungan langsung dengan aspek sosial, namun pandemi COVID-19 membuktikan bahwa berbagai aspek di atas saling berhubungan dan bahkan tidak terpisahkan. Contohnya, perilaku ekonomi masyarakat Indonesia di bulan Ramadhan yang pada beberapa tahun sebelumnya selalu signifikan memutar roda perekonomian. Di bulan Ramadhan tahun 2020, transaksi dan perputaran ekonomi jauh berkurang. Beberapa bulan semenjak pandemi dinyatakan menginfeksi Indonesia, berbagai sistem professional, pendidikan, dan bahkan pemerintahan mengalami perombakan. Melalui kebijaksanaan demi pencegahan penularan pandemi, fasilitas umum dan lini-lini perekonomian diharapkan terus berlangsung menggunakan fasilitas internet. Bagi sebagian masyarakat kota, pelajar, atau pekerja kantor, hal demikian tidak menjadi pertimbangan yang berat. Namun berbeda halnya dengan kelas pekerja di desa, pula di daerah urban. Terdapat banyak sektor yang runtuh, belum pula dihitung banyaknya perusahaan yang bangkrut serta terpaksa mengakhiri kontrak kerja para pekerjanya.
Pandemi ini secara langsung menjadi pukulan telak bagi masyarakat –yang berujung pada negara. Yuval Noah Harari dalam salah satu artikelnya untuk Times Finance menyatakan,
“They (COVID-19) will shape not just our healthcare systems but also our economy, politics and culture. We must act quickly and decisively. We should also take into account the long-term consequences of our actions.”
Melalui pernyataan ini Harari tidak saja menyatakan pendapatnya mengenai dampak pandemi, melainkan juga menghimbau masyarakat untuk menetapkan sikap menghadapi konsekuensi yang telah dan akan hadir.
Pertimbangan dari konsekuensi ini, setidaknya hanya dapat diperkirakan dengan pengalaman masyarakat atas sejarah pandemi sebelumnya, atau setidaknya melalui pengalaman dunia peradaban selama ini. Bagi Harari dan Marcuse, mempelajari peramalan dunia pasca pandemi melalui sejarah merupakan sebuah tindakan yang bijaksana. Sebagaimana pendapat Marcuse bahwa kenangan merupakan mode diasosiasi dari fakta-fakta yang ada, suatu mode ‘mediasi’ yang untuk sementara waktu dapat mematahkan kuasa yang ada di mana pun. Sejarah terjadi dengan pola yang kerap berulang, hingga usaha mengingat kondisi pasca pandemi yang telah terjadi sebelumnya merupakan salah satu jalan mencapai kemungkinan terbaik dalam menaggapi pandemi kali ini.
Pola yang diusulkan oleh Harari dalam artikel tersebut tidak jauh berbeda dengan pembahasan Herbert Marcuse mengenai kondisi masyarakat pada zamannya. Walau tanpa mengandaikan adanya pandemi, Marcuse berusaha menelaah permasalahan masyarakat terutama saat berhadapan dengan otoritarianisme, kapitalisme industri, dan alienase manusia. Sama halnya dengan Marcuse, Harari melihat permasalahan pasca pandemi akan mengarah pada otoritarianisme serta kapitalisme industri. Keduanya juga mengusulkan adanya alternatif sikap dari masyarakat yang akan diulas dalam pembahasan.
Masyarakat Satu Dimensi
Menurut Marcuse, sebuah masyarakat bergantung pada kewarasan manusia yang relatif stabil dan dapat diperkirakan. Kewarasan ini akan menjaga manusia –dan komunitasnya—untuk berada pada titik aman di mana mereka dapat melakukan pemenuhan kebutuhan. Namun kewarasan ini hanya dapat didefinisikan sebagai fungsi koordinasi dari pikiran dan tubuh yang teratur dan terkoordinasi dengan dunia sosial. Dalam anggapan ini dapat diketahui bahwa aspek sosial atau ‘dunia’ sangat berperan dalam membentuk kewarasan dunia. Manusia memperoleh dan mempertimbangkan segala informasi, yang utamanya didapat dari dunia-nya, ialah bagian eksternal dari dirinya. Sebuah anomalitas pada manusia dapat ditinjau berdasarkan state of mind atau kondisi psikologis dasar manusia tersebut beserta lingkungannya. Dalam konsep manusia satu dimensi, Marcuse menampilkan kondisi di mana manusia menjadi satu aspek yang bergantung pada ‘dunia’, yang justru hadir untuk membentuk manusia tersebut, atau dengan kata lain mendikte kesadarannya hingga manusia tidak mampu lagi mendapati dirinya waras di dalam komunitasnya.
Masyarakat satu dimensi merupakan masyarakat yang berada dalam kungkungan kapitalisme dengan beberapa ciri. Gambaran Valentinus Saeng mengenai penjelasan Marcuse dapat digambarkan sebagai berikut;
Dalam masyarakat dengan standar kehidupan dan teknologi yang melebihi masa lalunya, terdapat beberapa kondisi yang merubah kebebasan manusia ialah 1) administrasi total, 2) bahasa fungsional, 3) penghapusan sejarah, 4) kebutuhan palsu, 5) imperium citra, 6) teknologi yang berganti peran, alih-alih menjadi perwujudan sarana justru menjadi prinsip dan roh peradaban. Administrasi total, bahasa fungsional, penghapusan sejarah dan teknologi yang berganti peran merupakan bagian dari otoritarianisme yang melanda tanpa harus mengangkat senjata. Sementara itu kebutuhan palsu dan imperium citra merupakan salah satu bagian dari gelombang kapitalisme industrial yang tidak dapat terpisah dari otoritarianisme.
Gagasan Otoritarianisme
Yang disebut sebagai administrasi total ialah kondisi di mana seluruh aktivitas masyarakat ditentukan oleh pemerintah atau tatanan yang sangat tersistematisasi, atau dengan kata lain ditentukan sesuai dengan pertimbangan sistem dari pihak yang berkuasa. Pada masa ini, sebagian pekerjaan dan pelarangan yang hadir dalam kehidupan masyarakat adalah bentuk dari administrasi total. Pada titik ini Harari menyebut kondisi ini sebagai kondisi yang harus dilakukan, namun ia juga berpendapat bahwa administrasi ini perlu meluangkan kebebasan antar-negara terutama dalam pengembangan informasi kesehatan. Administrasi total demi menjaga keamanan masyarakat dunia perlu dilaksanakan, namun hal ini tidak mencegah Harari untuk melakukan kritik pada sistem administrasi pengumpulan data.
Sistem yang dimaksud disebut dengan dataisme dimana sistem (baik yang dijalankan negara mau pun koorporat) mempengaruhi segala keputusan masyarakat, dan di sisi lain, membaca perilaku masyarakat. Demikian gambaran Harari mengenai dataisme;
“If you know, for example, that I clicked on a Fox News link rather than a CNN link that can teach you something about my political views and perhaps even my personality. But if you can monitor what happens to my body temperature, blood pressure and heart-rate as I watch the video clip, you can learn what makes me laugh, what makes me cry, and what makes me really, really angry.”
Dengan demikian dataisme akan semakin merajalela dan memunculkan otoritarianisme bentuk baru. Ilmu dan teknologi akan melampaui tahapan dimana sebelumnya mereka berada, atau dengan kata lain berkembang dengan cara menjadikan dirinya secara metodis menjadi usaha politis. Netralitas mereka yang seakan ‘tunduk kepada politik’ berubah menjadi kemanfaatannya yang serupa dengan tindakan politis itu sendiri. Dalam Eros dan Peradaban, Marcuse menjelaskan bahwa represi yang dialami manusia akibat tindakan kuasa otoritatif dilakukan dengan menghilangkan kesadaran manusia bahwa mereka telah ditindas.
Melalui data-data yang terkumpul dalam algoritma formulir-formulir internet, cookies, history pencarian, likes, saved, dan jumlah tonton, kaum datais dapat mengungkapkan perilaku masyarakat baik mengenai kepribadian, kecenderungan, dan pola perilaku seorang individu melalui satuan akun. Koorporat datais ini dapat mengetahui detak jantung, suhu tubuh, makanan favorit, dan relasi yang ada pada tiap individu. Hal ini mengingatkan kita pada ungkapan Michel Foucault mengenai kekuasaan informasi, yang terkumpul dalam bentuk data. Algoritma menjadi senjata yang diperebutkan oleh penguasa, yang bagi Harari kini telah dikuasai misalnya oleh koorporat besar layaknya Google, Yahoo, Windows, dan Apple. Penyedia jasa komunikasi menjadi sebuah kekuatan yang lebih menakutkan dibandingkan ancaman perang nuklir dan hoax media massa beberapa waktu lalu. Melalui bank data mereka dapat menciptakan preferensi-preferensi pilihan yang telah ditata sedemikian rupa agar manusia memilih berdasarkan ketersediaan layanan, yang juga telah disesuaikan dengan kebutuhan para datais. Dengan kata lain masyarakat telah ditentukan pola kehidupannya oleh pihak lain yang berkuasa. Pemikiran satu dimensi masyarakat secara sistematis dikembangkan oleh para pembuat kebijakan dan penyedia informasi massa.
Permasalahan ini menjadi kian nyata ketika masyarakat dipaksa untuk berhubungan melalui jarak. Beberapa pemerintah pun menggunakan data masyarakatnya untuk mempertimbangkan kebijakan kesehatan terkait dengan upaya pencegahan COVID-19. Namun apabila usaha ini terus berlangsung, maka akan muncul kekuatan-kekuatan yang mengusulkan hadirnya Datakrasi, atau sistem pemerintahan yang menggunakan data real time sebagai bahan utama pertimbangan putusan kebijakan pemerintahannya. Pemikiran satu dimensi adalah hadirnya segala bidang hanya dalam satu kemungkinan berkembang, dimana kemungkinan ini menjadi tunggal karena campur tangan pemegang kuasa baik media informasi mau pun pengampu kebijakan.
Hal demikian nampak abstrak bila dibayangkan terjadi di Indonesia, namun hal ini dapat secara nyata hadir apabila sebagian besar masyarakat terus memberi kepercayaan kepada penyedia layanan media untuk terus mengungkapkan dirinya kepada para datais.
Usaha Harai untuk mengungkapkan permasalah ini digambarkannya lebih lanjut;
“Even when infections from coronavirus are down to zero, some data-hungry governments could argue they needed to keep the biometric surveillance systems in place because they fear a second wave of coronavirus, or because there is a new Ebola strain evolving in central Africa, or because . . . you get the idea. A big battle has been raging in recent years over our privacy. The coronavirus crisis could be the battle’s tipping point. For when people are given a choice between privacy and health, they will usually choose health.”
Bagi masyarakat Indonesia, menyerahkan data ke pihak ketiga atau penyedia layanan jasa merupakan hal yang biasa ditemui dalam aktivitas dunia maya. Namun dalam beberapa tahun lagi Harari berargumen bahwa baik pemerintah atau pun penyedia layanan akan menggunakan teknologi dalam kapasitas dan proposi yang akan mengagetkan kita. Data akan memanipulasi kesadaran kita dan melacak keberadaan kita. Saat-saat ini adalah saat di mana masyarakat percaya kebenaran saintifik dan pada saat yang sama dikonfirmasi oleh pemerintah berkuasa. Masyarakat dapat melakukan apapun tanpa merasa perlu menyadari bahwa terdapat sosok yang mengawasi mereka, sosok yang disebut Harari sebagai Big Brother.
Masyarakat akan melakukan aktivitas yang telah disiapkan pilihan-pilihannya, dan kian banal dengan tindakan yang mereka lakukan dengan sendirinya tanpa menyadari bahwa tindakan mereka menjadi bagian kecil dari data yang dikumpulkan untuk memanipulasi diri mereka sendiri. Masyarakat semacam ini bagi Harari merupakan masyarakat yang ignorant atau acuh terhadap kesadarannya sendiri. Harari dapat menyalahkan kesadaran manusia dan kemampuan kognitifnya dalam mengahadapi realitas yang ada di depan mata, namun bagi Marcuse, hal ini merupakan bagian dari keterpurukan manusia yang teralienasi.
Kekuatan dataisme yang digambarkan oleh Harari serupa dengan gambaran George Orwell dalam karyanya yang berjudul 1984 dimana penguasa otoritarian mampu menguasai pilihan dan mengetahui isi hati orang. Dalam beberapa waktu ke depan hal tersebut dapat mungkin dan sangat masuk akal. Sensasi dan hasrat telah dapat terbaca dengan algoritma biokimiawi manusia, yang memungkinkan gejala apa pun dalam diri manusia terbaca oleh kaum datais, terutama apabila –dengan alasan kesehatan dan pencegahan pandemi— masyarakat menyerahkan data-data motorik pada penyedia layanan media.
Kekuatan yang mematikan dari kuasa otoritarian ini menundukkan kebebasan di satu sisi, namun sekaligus mendorong adanya pertumbuhan dan inisiatif dari masyarakat sebagai suatu keseluruhan utuh untuk bertahan (menjadi defense society). Baik Harari mau pun Marcuse mengharapkan adanya pola alternatif yang dapat diciptakan oleh masyarakat di antara sisa-sisa kewarasannya. Dalam periode kontemporer, kontrol teknologi yang kian menguat nampak menjadi esensi bagi seluruh kelompok sosial hingga mencapai suatu tingkat dimana semua kontradiksi nampak bersifat irasional dan seluruh usaha penetralan (counter-action) menjadi tidak mungkin. Masa dimana manusia ditekan kesadarannya disebut Marcuse sebagai era represi. Bagi Harari, di masa ini kesadaran tidak hanya direpresi melainkan dibentuk, yang dalam istilah Marcuse disebut sebagai proses alienasi kesadaran.
Gagasan Industrialisme Kapitalis
Kapitalisme telah dianggap sebagai ancaman yang hadir semenjak revolusi industri. Namun terjadi perubahan dalam diri kapitalisme, serta bagaimana masyarakat berlaku dalam kapitalisme. Kapitalisme bergerak dari teori fungsi ekonomi yang bersifat preskriptif dan deskriptif menjadi doktrin etika ekonomi. Dalam doktrin etisnya ia mengajarkan tentang bagaimana seseorang berperilaku, mengedukasi anak-anak mereka, dan bahkan berpikir. Doktrin ini mengajarkan bahwa kebaikan tertinggi hadir dalam pertumbuhan ekonomi dimana kebebasan, kebahagiaan, dan lain sebagainya hadir di dalamnya.
Prediksi yang sama dengan pandangan mengenai masa depan, di mana ekonomi modern telah menunggu manusia untuk melakukan hal tersebut. Bagi Harari, ekonomi modern tumbuh berkat kepercayaan kita bahwa masa depan akan datang. Hal ini didukung sepenuhnya oleh kaum kapitalis dengan menginvestasikan keuntungan mereka kembali pada proses produksi. Namun para investor tidak akan mempercayai masa depan seluruhnya pada masa depan tanpa adanya arus produksi yang bergerak, dan pergerakan itu hanya dapat berlangsung dengan adanya perputaran barang, yang kini dikenal sebagai konsumerisme.
Salah satu ciri dari dunia manusia satu dimensi adalah hadirnya kebutuhan palsu atau kebutuhan yang dibebankan pada individu oleh adanya kepentingan sosial khusus dalam represinya misalnya pengabaian kerja, agresivitas, penderitaan, dan ketidakadilan. Di masa Marcuse, sama seperti kondisi dunia modern beberapa waktu lalu, kebutuhan palsu hadir dalam bentuk berbagai hiburan dan segala bentuk fetisisme yang berada jauh di luar kebutuhan manusia yang sebenarnya. Sementara di saat di mana dunia sedang berhati-hati dan beranjak untuk melawan pandemi, muncul beberapa kesadaran palsu dalam bentuk lainnya misalnya dorongan untuk melakukan panic buying dan membeli beberapa bahan kebersihan demi membasmi virus —yang pada kenyatannya tidak implikasi langsung terhadap daya hidup virus di sekitar manusia. Selain itu masyarakat yang memberlakukan kinerja atau proses belajar Work From Home akan membutuhkan jauh lebih banyak kuota internet dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena kelompok masyarakat tersebut tidak dapat menentukan apa yang harus dilakukan di waktu luang.
Fenomena-fenomena ini merupakan hasil dari tipu daya kapitalisme industrial untuk terus mendorong masyarakat mengkonsumsi segala bentuk produk yang telah dipersiapkan oleh mereka. Baik kapitalisme dan teknologi berjalan beriringan untuk memanipulasi masyarakat sedemikian rupa. Kapitalisme memiliki tujuan yang terkandung dalam keadaan industri maju ialah adanya ‘tujuan’ dari rasionalitas teknologi, namun dalam kenyataannya justru ada kecenderungan yang berbeda ialah dengan adanya peralatan yang memaksakan persyaratan politik dan ekonomi demi pertahanan dan ekspansi bagi waktu kerja dan waktu senggang, dalam kebudayaan material dan intelektual. Pada titik ini politik menjadi penting bagi keselamatan masyarakat. Namun hal yang perlu diingat adalah bahwa sistem politik dunia merupakan sistem politik yang terinstitusikan, dan seturut pendapat Foucault, memiliki ‘logika’-nya tersendiri. Oleh sebab itu dibutuhkan gerakan politik swadaya yang hadir, setidaknya dalam skala komunitas masyarakat di mana masyarakat mampu melakukan bentuk-bentuk pertahanan diri melawan konsumerisme serta serangan kapitalisme industri dalam bentuk lainnya.
Penghilangan kesadaran ini dimunculkan utamanya dengan penciptaan fetisisme baru, permasalahan baru, serta informasi yang direkayasa. Dalam masyarakat eksploitatif, naluri kerja dimengerti sebagai introjeksi kebutuhan absolut untuk bekerja secara produktif hanya demi menafkahi hidup. Tidak ada pendalaman atau pencarian lain yang berarti bagi manusia selain dari pemenuhan kebutuhan yang telah disetak oleh otoritas media atau para datais, yang bekerja sama dengan kapitalisme industrial. Kerja sama ini digambarkan Harari sebagaimana kapitalisme pada masa ini mempercayai kekuasaan pasar tak kasat mata, sementara kaum datais percaya pada kekusaan tak kasat mata dalam aliran data. Semakin banyak data yang mengalir semakin baik bagi kedua belah pihak, namun tidak halnya dengan masyarakat.
Pada titik ini dapat disimpulkan bahwa kapitalisme tidak akan dapat menguasai dan membentuk dimensi manusia sedemikian rupa, kecuali dengan bantuan media informasi. Proses penumpulan kesadaran ini dilakukan dengan cara represi yang sedemikian rupa, hal ini selanjutnya mampu menurunkan pemahaman seseorang atas standar kebahagiaannya. Kebahagiaan yang ideal melibatkan ilmu pengetahuan sebagai hak prerogatif anima rationale.
Konsumerisme didorong oleh berbagai hal, baik pengembangan fetisme, altruisme, hedonism dan berbagai mode hidup lainnya. Namun salah satu yang paling ampuh mendorong manusia untuk terus melakukan konsumerisme adala surveillance atau daya untuk terus bertahan hidup. Oleh karena itu kebebasan ekonomi berarti pula kebebasan dari ekonomi, atau kebebasan control dari kekuasaan\ kebebasan untuk memperjuangkan ekonomi setiap hari demi eksistensi, usaha untuk memperoleh pencarian.
Gerakan Alternatif
Untuk menentukan apakah kebutuhan yang palsu atau yang benar, bagi Marcuse hanya dapat dijawab oleh seseorang dalam dirinya sendiri, dengan syarat bahwa dan saat manusia telah dengan bebas mampu memberikan yang murni berasal dari diri mereka sendiri. Marcuse berusaha mengembangkan ide mengenai masyarakat dan semesta multidimensi yang mengikutsertakan banyak sistem, baik yang antagonistis, saling melengkapi, dan bahkan tumpang tindih. Hal ini mengindikasikan setidaknya tiga hal, di antaranya; Yang pertama adalah proyek individual yang merupakan komunikasi spesifik dalam waktu dan tujuan yang spesifik. Dalam tahap ini seseorang diharapkan mampu menentukan batasan dan keotentikan dirinya, bagi dan oleh dirinya sendiri. Yang kedua ialah hadirnya sistem ide-ide atau nilai yang memiliki tujuan supra individual, yang telah terbutkti serta telah melibatkan proyek individual. Pada titik ini individu diharapkan terus menggunakan hasil dari proyeksinya yang pertama bagi relasinya dengan orang lain. Yang ketiga ialah hadirnya sistem masyarakat tertentu yang dengan sendirinya mengintegrasikan proyek individual dan supra individual yang berbeda dan bahkan yang bertentangan. Dengan kata lain tahap ketiga ini mengandaikan keselarasan proyeksi pertama dan kedua demi mewujudkan sistem yang lebih besar, bahkan yang mampu mempengaruhi sistem yang telah hadir sebelumnya.
Proyeksi pertama dapat dilaksanakan seseorang dengan menjaga dirinya untuk tidak melewati batas kebiasaa, terhanyut dalam fetisisme baru, atau meletakkan dirinya dalam ancaman dataisme. Proyeksi yang kedua merupakan penyikapan seseorang terhadap komunitasnya, baik untuk kooperatif menjaga kewarasan, kesehatan, juga kebebasan sesame dalam komunitas. Sementara itu dalam proyeksi yang ketiga Harari mengusulkan adanya sebuah kooperasi besar antara masyarakat dunia dan upaya saling membantu di antara negara-negara. Bentuk aktivitasnya adalah dengan tetap membiarkan aturan totalitarian menetapkan aturan demi keselamatan warga dunia, namun di sisi lain para warga tetap saling menguatkan dengan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Dalam mewujudkan kemenangan melawan pandemi dan terus melakukan solidaritas kewarasan dan kestabilan ekonomi, Harari mengharapkan adanya kerjasama ialah dengan upaya melakukan segala sesuatu secara efektif melalui kooperasi global. Hal ini dicontohkan dengan upaya saling mendukung demi menemukan vaksin melawan pandemi, atau mengirimkan bantuan bagi daerah-daerah yang lumpuh secara ekonomi. Kooperasi global dibutuhkan tertama dalam menghadapi permasalahan ekonomi, namun secara langsung akan berdampak pada situasi ekonomi mikro di berbagai penjuru dunia. Layaknya virus yang mampu merubah dunia, satu sikap kooperatif juga dapat mengubah dunia, ialah menjadi dunia yang kembali lebih baik.
Usaha untuk melawan kapitalisme koorporat mencirikan situasi yang abstrak, akademis, dan artifisial kepada semua usaha evaluasi. Usaha membahas proyeksi perubahan yang radikal menjadi kian berkembang walau pun di bawah tekanan informasi dan situasi ekonomi. Bagi Marcuse, kehidupan yang layak merupakan kehidupan yang masih memiliki harapan melalui jalan alternatif yang konkret. Pembebasan kehidupan memiliki logikanya tersendiri, dimana Marcuse mengandaikan pikiran yang didistingsikan menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif. Pemikiran negatif memiliki kekuatan melalui apa pun yang ia miliki dari basis empirisnya, ialah kondisi aktual manusia dan masyarakat, serta kemungkinannya untuk melampaui kondisi tersebut. Pemikiran negatif ini dengan sendirinya mengkonsepsikan pikiran positif dalam diriya, di mana pikiran positif berorientasi pada masa depan yang terkandung, sebuah harapan yang ada di masa kini. Dalam kandungan pikiran positif inilah masa depan tampil sebagai kemungkinan yang mendorong manusia untuk melakukan pembebasan melalui jalan-jalan alternatif yang diciptakan oleh pikiran negatif.
Bagi Harari, kedua bentuk pikiran ini harus dilandasi dengan satu hal yang menjadi roh dari kehidupan manusia, ialah rasa kemanusiaan yang ada dalam diri sendiri. Kemanusiaan merupakan satu panggilan yang tidak boleh hilang dalam langkah apapun, termasuk dalam melawan pandemi, serta menanggulangi serbuan otoritarianisme datais dan kapitalisme industrial.
Rangkaian sejarah yang digunakan Harari untuk memprediksi struktur kejadian di masa depan merupakan bagian dari penentuan pertimbangan sikap etis. Belajar dari sejarah merupakan tindakan bijaksana mengingat berbagai fenomena telah terulang dengan berbagai kemiripan untuk kesekian kalinya dalam perjalanan peradaban manusia. Melalui pemikiran Marcuse dapat kita tambahkan pengamatan atas manusia industrial yang kini memegang kecenderungan paling besar dari masyarakat dunia. Dengan melihat dampak satu rangkaian virus Corona dari Wuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan milyaran manusia di bumi, maka sektor sosial, ekonomi, dan ilmu pengetahuan harus benar-benar diimbangi dengan prinsip humanisme. Tanpa hadirnya prinsip tersebut, Corona akan tergantikan oleh industri virus computer yang dapat bermutasi secara independen, atau serangkaian sirkuit syaraf eletronik dan otak artifisial yang digunakan ‘atas nama ilmu pengetahuan’ guna menggantikan kinerja sekian manusia di abad berikutnya.
Daftar Pustaka
Harari, Yuval Noah .https://www.ft.com/content/19d90308-6858-11ea-a3c9-1fe6fedcca75. Diakses pada tanggal 1 Mei 2020.
Harari, Yuval Noah. https://time.com/5803225/yuval-noah-harari-coronavirus-humanity-leadership/ Diakses pada tanggal 1 Mei 2020.
Harari, Yuval Noah. Homo Deus. Yanto Musthofa (terj.). Tangerang: Alvabeth, 2018.
Harari, Yuval Noah. Sapiens. Yanto Musthofa (terj.). Tangerang: Alvabeth, 2017.
Marcuse, Herbert. Manusia Satu Dimensi. Silvester G. dkk (terj.). Yogyakarta: Pustaka Promethea, 2016.
Marcuse, Herbert. Esai tentang Pembebasan. Praksi Pradipta (terj.). Yogyakarta: Tanda Baca, 2019.
Marcuse, Herbert. Eros dan Peradaban. Nus Cholish (terj.). Yogyakarta: Pustaka Promethea, 2016.
Saeng, Valentinus, CP. Herbert Marcuse: Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global. Jakarta: Gramedia, 2012.