Sejarah gagasan menunjukkan bahwa baru pada masa Pencerahan, konsep prasangka memperoleh konotasi negatif yang dikenal saat ini. – Hans-Georg Gadamer – The Hermeneutic Circle

Hans-Georg Gadamer, dalam penjelasannya tentang kritik terhadap prasangka pada masa Pencerahan menyoroti bagaimana intelektualitas masa itu menantang otoritas dan tradisi, terutama dalam konteks agama dan penafsiran teks, seperti Kitab Suci. Menurut pandangan umum di masa Pencerahan, kita harus membedakan dua jenis prasangka. Prasangka pada masa itu diyakini sebagai keyakinan yang tidak kritis.  Prasangka yang pertama adalah tentang prasangka karena otoritas manusia, yang muncul ketika kita terlalu menghormati orang lain atau tradisi tanpa berpikir kritis. Jenis prasangka yang kedua adalah prasangka yang muncul karena ketergesaan manusia dalam mempercayai sesuatu. Kondisi ini terjadi ketika manusia tidak berpikir mendalam, membuat kesimpulan terlalu cepat, atau membuat keputusan di bawah tekanan kondisi. Menghadapi permasalah di atas, Immanuel Kant memperkenalkan sebuah jargon terkenal yang berbunyi Sapere Aude – Beranilah menggunakan pemahamanmu sendiri!

Artinya, alih-alih mengikuti otoritas tanpa pertimbangan, kita harus berpikir secara mandiri dan rasional. Kritik Pencerahan ini sangat relevan dalam hermeneutika, terutama terhadap tradisi agama, seperti pembacaan dan penerjemahan Kitab Suci. Para pemikir Pencerahan mulai menafsirkan Alkitab sebagai dokumen sejarah, bukan sebagai teks yang harus dipercaya secara dogmatis (sumber kepercayaan yang tidak dapat dipertanyakan). Masa Pencerahan dianggap radikal karena berani mempertanyakan otoritas Kitab Suci dan penafsirannya yang tradisional. Para filsuf di zaman ini ingin memahami teks dan tradisi secara rasional dan tanpa prasangka, tetapi keinginan mereka menimbulkan tantangan karena teks yang ditulis sering kali dianggap tetap memiliki otoritas khusus di luar dua prasangka utama yang telah dijelaskan di atas. Secara sederhana, Gadamer ingin menjelaskan bahwa Pencerahan mencoba menghilangkan prasangka yang berasal dari otoritas atau ketergesaan dalam berpikir, khususnya dalam menafsirkan teks-teks agama, dan ini menjadi dasar dari kritik mereka terhadap tradisi.

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses