Sabtu siang yang diguyur hujan deras tidak menghalangi antusiasme lebih dari 90 pengunjung yang memadati Dialectic Gallery, Jalan Sumbing 11 Kota Malang. Acara Book Talk yang menghadirkan dua penulis ternama Indonesia, Eka Kurniawan dan Intan Paramaditha, dapat secara langsung menjadi ajang dialog inspiratif seputar karya-karya mereka.
Kegiatan ini dipandu oleh moderator Kavin Ashfiya (LSF Discourse) dan dipantik oleh Nurensia Yannuar, dosen Sastra Inggris sekaligus Kepala UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang. Diskusi berfokus pada aspek eksternal atau alasan yang mendorong terciptanya karya-karya kedua penulis tersebut, menjadikannya sebuah perbincangan yang mendalam tentang hubungan karya sastra dengan kehidupan sosial, budaya, dan agama di Indonesia.
Karya dan Inspirasi di Balik Cerita
Dalam kesempatan ini, Eka Kurniawan berbicara mengenai karya-karyanya, terutama Anjing Mengeong Kucing Menggonggong yang menjadi karya pertama setelah delapan tahun absen menerbitkan novel. Ia mengungkapkan bahwa selama periode tersebut, dirinya banyak merenungkan dan mendalami aspek penting untuk menggambarkan hubungan masyarakat Indonesia dengan agama. Menurut Eka, telah sejak lama ia telah menulis tentang tema ini, tetapi baru sekarang ia merasa siap untuk menuangkannya ke dalam sebuah novel. Novel ini terinspirasi dari pergulatan nilai agama dan sosial yang ia amati selama bertahun-tahun.
Sementara itu, Intan Paramaditha membahas novel karyanya, Gentayangan: Pilih Sendiri Petualangan Sepatu Merahmu, Sihir Perempuan, dan Gentayangan. Dari banyak percakapan menarik, salah satunya Intan bercerita mengenai Novel Malam Seribu Jahanam terinspirasi dari nenek Victoria. Intan menyuguhkan karakteristik Victoria dengan agak berbeda, ia menggambarkan sosok yang patriarkal, pemberontak, feodal, dan cenderung mempertahankan struktur kolonial. Intan juga terinspirasi dari kejadian bom bunuh diri di Surabaya yang dilakukan oleh keluarga muslim kelas menengah yang tampaknya baik-baik saja jika mendengar pernyataan tetangganya. Kedua inspirasi itu digabung oleh Intan dalam satu dimensi kekerasan atas nama agama. Judul novelnya juga terinspirasi dari pelesetan Kisah 1001 Malam yang dianggap oleh umat Islam ada satu hari dimana amal di hari tersebut lebih baik dari amal selama seribu malam. Hal ini menjadi simbol kuat dari refleksi atas kekerasan dan dualisme dalam kehidupan masyarakat.
Hujan deras yang mengguyur Kota Malang tidak menyurutkan semangat para pencinta sastra untuk hadir di acara ini. Para pengunjung juga melakukan book signing yang menjadikan suasana semakin hangat dengan interaksi yang hidup antara pembicara dan pengunjung. Peserta tidak hanya datang dari Kota Malang, tetapi juga dari luar daerah, menunjukkan daya tarik luar biasa dari acara ini. Pada akhirnya Book Talk kali ini menjadi bukti bahwa kisah-kisah yang dituliskan oleh para penulis tidak hanya menjadi medium cerita, tetapi juga ruang refleksi, dialog, dan pemahaman terhadap kompleksitas permasalahan kehidupan.
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Sastra GPU, Dialectic Gallery, dan Lingkar Studi Filsafat Discourse. Bagi kawan-kawan yang belum berkesempatan mengikuti acara ini secara langsung, jangan khawatir. Siaran ulang diskusi menarik ini dapat diakses melalui Instagram dan Channel YouTube LSF Discourse.
- Redaksihttps://lsfdiscourse.org/author/adminlsf/
- Redaksihttps://lsfdiscourse.org/author/adminlsf/