Buku Kerangka Berpikir Filosofis.

Lingkar Studi Filsafat Discourse mengadakan acara bedah buku bersama A. Fadhil Aprilyandi Sultan dan Dr. Fahruddin Faiz. Acara ini diikuti berbagai peserta dari berbagai latar belakang yang berbeda melalui Zoom Meeting yang diadakan pada tanggal 31 November 2024 pada pukul 16.00 sampai 17.20. Kegiatan ini diadakan untuk mengulas karya A. Fadhil Aprilyandi Sultan yang berjudul “Kerangka Berpikir Kritis: Sebuah Catatan Hermeneutik” yang diterbitkan oleh Penerbit Discourse. Penulisan buku tersebut dilatarbelakangi oleh rasa keingintahuan Fadhil terhadap sejarah. Mulanya, ia banyak membaca buku-buku sejarah Islam hingga bermuara pada pemikiran-pemikiran filosofis para tokoh Islam. Fadhil sering mengikuti kajian filsafat Dr. Fahruddin Faiz melalui kanal Youtube MJS Channel. Dari sana, ia sering menulis artikel tentang filsafat yang kemudian ia kirimkan ke laman LSF Discourse. Seiring berjalannya waktu, ia terinspirasi untuk menulis buku tentang filsafat dengan tema “berpikir filosofis” karena menurutnya tema tersebut sangat relevan dengan kebutuhan kita saat ini, serta ingin memberikan manfaat kepada orang lain melalui buku tersebut.

Diskusi pada kegiatan ini banyak mengulas tentang tema berpikir. Menurut Fadhil, berpikir filosofis memerlukan pertanyaan yang dalam sebagai pemantik untuk memikirkan suatu permasalahan secara kritis. Lebih lanjut, Dr. Fahruddin Faiz menambahkan penjelasan bahwa berpikir merupakan kegiatan yang sering kita jalani sebagai manusia. Meski demikian, banyak dari kita yang tidak benar-benar berpikir. Apa itu berpikir? Menurutnya, berpikir filosofis memiliki perbedaan dengan berpikir praktis. Berpikir filosofis merupakan kegiatan berpikir yang bersifat reflektif, analitis, dan sistematis. Hal ini berbeda dengan berpikir praktis; untuk membuat jus atau menanak nasi, kita tidak memerlukan pikiran filosofis. Pikiran filosofis diperlukan dalam ranah teoretis yang sering kali bersifat abstrak, serta diperlukan untuk memecahkan permasalahan yang besar disertai dengan argumentasi untuk membuktikan validitas dan kebenarannya.

Berpikir filosofis memiliki beberapa karakteristik yang perlu dihindari agar dapat mencapai pemikiran yang lebih objektif dan kritis. Salah satunya adalah pemikiran egocentrism, di mana seseorang cenderung menilai segala sesuatu hanya dari sudut pandang pribadi, sulit menerima kritik, dan menganggap pemikirannya paling benar. Karakteristik lainnya adalah sociocentrism, yaitu cara berpikir yang sangat dipengaruhi oleh kelompok sosialnya, sehingga keputusan dan penilaian selalu didasarkan pada norma kelompok tanpa melakukan analisis kritis. Dalam berpikir filosofis, kita juga sering terjebak dalam unwarranted assumption, di mana kita membuat kesimpulan atau asumsi tanpa bukti yang memadai dan cenderung mengandalkan prasangka serta stereotip dalam menilai sesuatu. Wishful thinking juga menjadi hambatan dalam berpikir filosofis karena pemikiran lebih didasarkan pada keinginan daripada realitas, mengabaikan fakta-fakta yang bertentangan dengan harapan, dan terlalu optimis tanpa dasar yang kuat.

Karakteristik terakhir yang perlu dihindari adalah total relativism, yaitu pandangan bahwa semua kebenaran bersifat relatif dan tidak ada standar mutlak dalam menilai benar-salah, sehingga semua pendapat dianggap sama benarnya tanpa mempertimbangkan validitas argumentasi dan bukti yang ada. Kelima karakteristik ini merupakan hambatan dalam mencapai pemikiran filosofis yang ideal karena cenderung mengarah pada subjektivitas dan kurangnya analisis kritis dalam menghadapi berbagai persoalan. Untuk mencapai pemikiran filosofis yang baik, seseorang perlu mengembangkan cara berpikir yang lebih objektif, kritis, logis, dan selalu didasarkan pada bukti serta argumentasi yang valid.

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.