Relasi Kuasa dan Pengetahuan Void Century One Piece

Pandangan kekuasaan modern mengungkapkan bahwa kekuasaan yang menggunakan hukum sebagai alat memiliki efek represi dan bersifat negatif.
Maiden Island credit The Daily Fandom
Maiden Island credit The Daily Fandom

Para penggemar animanga One Piece tentu tidak asing dengan istilah void century. Void century (abad kekosongan) seperti namanya, merupakan periode waktu dalam dunia One Piece yang kebenarannya tidak terekam dalam sejarah dunia. Periode yang dimaksud berlangsung sekitar 800-900 tahun lalu.

Pengetahuan terhadap abad kekosongan sangat dilarang oleh Pemerintah Dunia. Bahkan, upaya-upaya untuk meneliti abad kekosongan selalu dinetralisir oleh Pemerintah Dunia. Pulau Ohara menjadi objek netralisir karena melakukan tabu tersebut. Penduduk Pulau Ohara lengkap dengan dokumen-dokumen berharga dihancurkan hingga tak tersisa di muka bumi. Dengan demikian, jejak-jejak untuk menelusuri rahasia abad kekosongan dihapuskan oleh Pemerintah Dunia.

Satu-satunya jalan menuju kebenaran abad kekosongan adalah poneglyph, yaitu batu berbentuk kubus peninggalan orang-orang yang hidup pada zaman itu. Tidak semua orang dapat membaca tulisan kuno yang diukir di permukaan poneglyph. Hanya segelintir ilmuwan dan peneliti yang mampu membaca arsip kuno tersebut. Ohara yang dikenal pulaunya para ilmuwan, tentu menjadi ancaman serius terhadap Pemerintah Dunia. Sebab itu, penyerangan Pulau Ohara menjadi bentuk preventif untuk tetap menjaga rahasia itu tenggelam bersama Ohara.

Kekuasaan dan Pengetahuan oleh Foucault

Michel Foucault merupakan filsuf Prancis yang popular dengan pemikirannya ihwal relasi kekuasaan dan pengetahuan. Foucault melabeli pengetahuan dengan kecurigaan bahwa pengetahuan tidak datang apa adanya, melainkan terdapat kekuasaan yang bekerja dibaliknya. Foucault memandang kekuasaan berpretensi menyebarkan pengetahuan, begitupun sebaliknya, pengetahuan memiliki efek kuasa. Kekuasaan bukan merupakan hal yang terpisah dari pengetahuan, kekuasaan dan pengetahuan berada dalam satu tubuh yang sama (Yusri, 2020). Kekuasaan menjadi hakim atas kebenaran sebuah pengetahuan. Oleh sebab itu, pengetahuan dapat dinilai sebagai konstruksi ideologis kekuasaan (Halwati, 2013).

Pandangan Foucault tersebut menuntun kita bahwa dalam membaca sebuah wacana, kita harus menyelidiki siapa si pembuat wacana. Sebab alam pikiran subjek bertengger pada unsur kekuatan yang menguasainya. Wacana yang dilontarkan oleh kalangan akademisi akan berbeda dengan wacana orang awam, begitupun dengan wacana-wacana dari kelompok atau individu lainnya. Entah wacana tersebut saling menemukan benang merah atau kontra satu dengan lainnya.

Pemerintah dunia yang menjadi subjek wacana, memperkenalkan abad kekosongan sebagai suatu masa dimana ingatan dunia tidak boleh menjangkaunya. Konon katanya, abad kekosongan menyimpan rahasia tentang senjata kuno yang bisa menyebabkan kehancuran dunia. Barangsiapa berupaya untuk menggali rahasia abad kekosongan maka akan mengundang malapetaka. Sebab itulah yang menjadi alasan Pemerintah Dunia untuk merepresi segala upaya mendekati rahasia abad kekosongan.

Melalui kuasa, Pemerintah Dunia menentukan formulasi kebenarannya sendiri dan membuat wacananya tersebar ke masyarakat. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran yang dilontarkan oleh Pemerintah Dunia perihal mitos malapetaka dunia akibat upaya meneliti abad kekosongan. Oleh karena itu, bentuk wacana yang sama sekali berbeda atau berlawanan dengan milik Pemerintah Dunia artinya mengambil posisi yang berseberangan dengan kekuasaan. Perbedaan wacana bukan berarti menghapuskan wacana lainnya. Fenomena tersebut hanyalah perpindahan dari satu kekuasaan menuju kekuasaan yang lain. Jika muncul lebih dari satu wacana, maka kekuasaan di dalamnya bekerja untuk memperebutkan ruang di masyarakat hingga niscaya salah satunya hegemoni.

Kekuasaan yang berbahaya

Pandangan kekuasaan modern mengungkapkan bahwa kekuasaan yang menggunakan hukum sebagai alat memiliki efek represi dan bersifat negatif. Kekuasaan hanya melakukan larangan-larangan yang masyarakat dipaksa untuk mematuhinya. Jika kekuasaan hanya melarang melakukan sesuatu, sulit dibayangkan bagaimana manusia akan patuh terhadapnya (Foucault, 2017). Menurut Foucault, yang membuat kekuasaan dipatuhi justru karena ia beroperasi pada ruang moralitas dan normalisasi atas wacananya. Inilah yang disebut bahaya kekuasaan oleh Foucault. Kekuasaan semacam ini lebih berbahaya dibanding kekuasaan represif.

Orang-orang di dunia One Piece umumnya ketika mendengar abad kekosongan akan menghindari atau menghentikan dialog tersebut. Pemerintah Dunia nampak cukup sukses dalam menggulirkan wacana abad kekosongan. Masyarakat tidak ingin membicarakan hal tersebut karena menganggap itu tidak perlu atau tidak patut dibicarakan. Perguliran wacana ini menginduksi nilai dalam masyarakat bahwa abad kekosongan adalah pengetahuan berbahaya atau pengetahuan tidak penting. Absennya topik tersebut dalam dialog masyarakat selama ratusan tahun kemudian tumbuh menjadi situasi normal oleh umum.

Tentu saja tidak hanya ada kekuasaan tunggal di dunia One Piece. Selaras dengan Foucault, kekuasaan bukan hanya kekuatan yang dimiliki oleh institusi, lembaga, atau kelompok tertentu. Kekuasaan ada di mana-mana dan beroperasi hingga pada relasi-relasi antar individu. Wacana lainnya yang berbunyi ‘kebenaran abad kekosongan’ diproduksi oleh beberapa pihak, salah satunya oleh bajak laut. Wacana tersebut tumbuh bersama ambisi mengejar harta karun One Piece yang secara tidak langsung akan mengungkap rahasia abad kekosongan. Alhasil, pengetahuan mempengaruhi mereka yang mengonsumsi dan mengamini wacana yang sama. Tapi sekali lagi, tidak ada kebenaran yang murni, kebenaran dijustifikasi oleh kekuasaan. Dalam hal, ini kita melihat perebutan kekuasaan dalam ruang wacana.

Referensi

Foucault, M. (2017). POWER/KNOWLEDGE. Narasi.

Halwati, U. (2013). Analisis Foucault Dalam Membedah Wacana Teks Dakwah Di Media Massa. At-Tabsyir, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Volume 1(1), 145–158.

Yusri, A. Z. dan D. (2020). PENGETAHUAN DAN KEKUASAAN MENURUT MICHEL FOUCAULT DAN ANALISIS WACANA PENDIDIKAN. Jurnal Ilmu Pendidikan, 7(2), 809–820.

Rizki Aditya

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Skip to content