Althusser: Intrepretasi pemikiran Karl Marx

Althusser menaruh kepercayaan besar pada gerakan revolusioner yang masif dalam ranah sains dan filsafat—gerakan yang dahulu dipelopori oleh Marx. Namun, menurut Althusser, banyak kalangan termasuk para Marxis sendiri, keliru memahami gerakan ini. Ia pun menggagas langkah di mana kita perlu kembali pada pemikiran Marx, lalu menginterpretasi ulang karya-karyanya secara lebih radikal.

Salah satu pemikiran Marx yang penting adalah kata revolusi, yang dilihat Althusser penting untuk dikaji kembali dengan sudut pandang historis-kontekstual. Pasca-Perang Dunia, pemikiran Marxis mengenai revolusi dan konteks manusia di Prancis didominasi oleh corak humanistik. Aliran ini terinspirasi dari karya awal Marx, Economic and Philosophical Manuscripts (1844). Para pemikir Prancis—mulai dari Jean-Paul Sartre hingga para filsuf Katolik—menafsirkan karya tersebut sebagai refleksi tentang kondisi manusia dalam sistem kapitalisme, dari keterasingan (alienasi) menuju upaya menjadi manusia otentik.

Althusser tidak serta-merta menyetujui pandangan tersebut.
Ia menilai bahwa kaum Marxis humanis justru telah keliru memahami Marx. Alih-alih memperdalam pemikiran Marx secara ilmiah, mereka mereduksinya menjadi tafsir ideologis yang kabur—mengubah Marxisme dari ilmu sejarah yang ketat menjadi filsafat moral yang ambigu.

Karena itu, Althusser menyerukan agar kita kembali pada Marx sebagai pemikir anti-humanis, yang berbicara tentang struktur sosial demi revolusi proletariat, bukan sekadar pembebasan manusia secara umum. Untuk membedah pemikiran Marx dengan lebih tajam, Althusser memperkenalkan dua konsep penting:
1.⁠ ⁠Problematika (problematic).
2.⁠ ⁠Keterputusan epistemologis (epistemological break).

Menurutnya, problematika adalah kesatuan internal atau sistem konseptual yang dimiliki oleh setiap filsafat. Bukan hanya menawarkan solusi, problematik juga menentukan jenis pertanyaan yang dapat diajukan. Tanpa memahami kerangka konseptual ini, mustahil memahami pemikiran tertentu secara menyeluruh.

Keterputusan epistemologis adalah istilah yang dipinjam Althusser dari filsuf sains Gaston Bachelard. Istilah ini menunjuk pada perpecahan radikal dalam sejarah pengetahuan. Dalam konteks Marx, keterputusan ini terjadi sekitar tahun 1845—masa ketika Marx meninggalkan karya-karya awalnya yang bercorak humanistik, dan mulai merumuskan fondasi intelektual baru yang disebut Materialisme Historis.

Althusser memperkenalkan Marx seolah sebagai pemikir baru—yang semula berbicara tentang humanisme, lalu menjadi pendiri ilmu baru.
Marx menolak ajaran Hegel. Menurut Althusser, Marx tidak hanya “membalik” dialektika Hegelian, tetapi benar-benar meninggalkan problematika Hegel. Kesalahpahaman terhadap hal ini sangat berbahaya, sebab metode suatu pemikiran tidak bisa dipinjam begitu saja ke dalam kerangka lain seakan-akan ia adalah alat yang netral. Marx, menurut Althusser, merumuskan struktur sosial dan logika kausalitas yang lebih kompleks dan ilmiah.

Materialisme Historis adalah gagasan baru Marx—sebuah kerangka radikal mengenai cara produksi, tenaga produktif, hubungan produksi, dan struktur kelas. Dalam kerangka ini, Marx tidak lagi berbicara tentang esensi manusia atau alienasi, melainkan tentang struktur objektif masyarakat.

Althusser menafsirkan teori basis dan suprastruktur Marx melalui konsep baru yang ia sebut overdeterminasi. Meskipun ekonomi menjadi penentu dalam jangka panjang, suprastruktur memiliki otonomi relatif dan efektivitas spesifik. Artinya, struktur sosial setiap masyarakat ditentukan oleh kondisi internalnya—baik ekonomi, politik, maupun ideologi—dalam sejarah yang unik dan kompleks.

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses