Dewasa ini tindak hukuman mati sering menuai berbagai kontroversi baik dari segi HAM maupun dari segi efektifitas. Hukuman mati adalah praktik yang dilakukan suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan. Meskipun menuai kontroversi, praktik hukuman mati masih diterapkan di beberapa negara termasuk Indonesia. Dalam tulisan ini penulis bermaksud untuk menelusuri gagasan filosofis mengapa hukuman mati dapat dijadikan sebagai alat untuk menegakan keadilan.
Hukuman mati dilaksanakan jika ada tindak kejahatan serius.
Pada mulanya hukuman mati dilaksanakan untuk mengadili pelaku tindak pidana yang melakukan kejahatan serius terhadap seseorang seperti pembunuhan selain sebagai tindak perlindungan diri baik baik berencana atau tidak seperti pemerkosaan, terorisme, genosida tujuan diadakannya hukuman mati antara lain untuk melindungi warga negara dari kejahatan serius dan juga memberikan efek pencegahan dikemudian hari. Di indonesia pun hukuman mati masih diatur dalam RKUHP sebagai berikut.
- Pasal 67. Pidana yang bersifat khusus sebagaimana yang dalam pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
- Pasal 98. Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak pidana dan mengayomi masyarakat.
- Pasal 99.
- Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.
- Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan dimuka umum.
- Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati dengan regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam undang-undang.
- Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil, wanita yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan, wanita tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.
Hukuman mati merupakan bentuk keadilan bagi korban kejahatan
Menurut Sudikno Mertokusumo hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan — kepentingannya terlindungi, maka hukum seyogyanya dilakukan secara nyata tentu saja salah satu kepentingan yang perlu dilindungi adalah perlindungan terhadap ancaman kejahatan yang dapat diminimalisir dengan adanya hukuman mati dengan catatan bahwa kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan berat yang disengaja seperti pembunuhan berencana, pemerkosaan, tindakan makar dan lain sebagainya.
Perihal hukuman mati dan hak untuk hidup.
Seperti yang sudah diketahui salah satu argumen yang menegasikan hukuman mati adalah bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak itu tidak dapat dicabut namun sebagaimana yang diutarakan oleh aristoteles hak tidak dapat dipisahkan oleh kewajiban apabila menegasikan salah satu maka akan menegasikan keduanya baik itu hak dan kewajiban.
Sebagai pencegahan kejahatan di kemudian hari
Jika ditinjau dalam perspektif Utilitarian yang berprinsip Greatest happiness for greatest number of people membunuh pelaku kejahatan berarti melindungi banyak orang yang berpotensi menjadi korban di kemudian hari dengan adanya ancaman hukuman mati maka dapat mencegah orang melakukan keinginan untuk melakukan tindakan kejahatan serius seperti yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes jika keinginan manusia bertentangan maka akan saling merugikan atau dikenal dengan Homo Homini Lupus bahwa manusia merupakan serigala bagi sesamanya dan hukuman mati bertujuan untuk mencegah terjadinya hal demikian.
Perlindungan terhadap pelaku hukuman mati adalah sebuah ketidakadilan bagi korban
Saya akan memberikan sebuah skenario terhadap keadilan bagi korban terpidana mati.
“Ada seorang bernama Nurdin, Nurdin merupakan seorang karyawan swasta yang memiliki keluarga kecil yaitu istri dan satu orang anak perempuan berusia 16 tahun. Pada saat nurdin sedang dinas keluar kota nurdin mendapati kabar dari tetangga bahwa anak dan istrinya telah ditemukan meninggal dunia dalam keadaan tanpa busana dengan leher terikat sarung, setelah investigasi ditemukanlah tiga orang pelaku yang ketika dimintai keterangan oleh polisi memang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan secara berencana. Lalu nurdin pun meminta keadilan yang setimpal yaitu hukuman mati sesuai yang berlaku di indonesia namun ada segelintir orang bertamengkan HAM yang menolak hukuman mati tersebut karena menganggapnya tidak bermoral.”
Lalu apakah nurdin menjadi tidak bermoral karena menuntut keadilan bagi anak dan istrinya? Jawaban saya adalah tidak karena yang tidak bermoral adalah pelaku pemerkosaan dan mereka tentu sudah pantas untuk dicabut hak nya karena hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan.
Bagi Plato hukuman mati dapat dijalankan untuk orang yang sudah “Sakit” dan tidak dapat diobati.
Menurut Plato, hukuman mati dapat dilakukan karena seorang pelaku tidak akan bisa menghilangkan apa yang sudah diperbuat namun hukuman mati perlu dilakukan tanpa ada niatan jahat untuk kepuasan pribadi maupun intensi balas dendam oleh karena itu Plato mengungkapkan bahwa tindakan serius seperti ini perlu ditentukan oleh orang yang berkepala dingin dan tidak bias untuk memutuskan pilihan terbaik.
Bagi Immanuel Kant hukuman mati merupakan penebusan bagi pelaku.
Dalam pemikiran retributionisnya Kant menulis karya berjudul The metaphysical element of justice. Immanuel Kant menulis sebuah pernyataan sebagai berikut.
“Jika ia sudah melakukan pembunuhan, ia harus mati. Pada kasus ini, tidak ada pengganti yang akan memenuhi persyaratan untuk keadilan yang legal. Tidak ada kesamaan di antara mati dan masih hidup meskipun dalam kondisi seburuk apapun, dan secara konsekuensi tidak boleh ada kesamarataan diantara pelaku dan hukumannya tetapi pelaku kriminal tersebut divonis mati berdasarkan pengadilan.”
(102; Ak. 333)
Keadilan atau dalam bahasa Inggris disebut Justice merupakan sesuatu yang sifatnya nilai atau Value sebagaimana nilai ia tidak dapat dirumuskan secara mutlak benar ataupun salah berbeda dengan fakta. Namun perlu diakui bahwa konsep keadilan diciptakan untuk melindungi hak manusia sehingga bentuk keadilan perlu dilaksanakan secara konkrit dan bertanggung jawab sehingga bagi saya hukuman mati merupakan salah satu bentuk keadilan yang konkrit dan bertanggung jawab.
Referensi
DRAFT NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RUU KUHP ), Jakarta, Maret 2015.
Potter, Nelson T., “Kant and Capital Punishment Today” (2002). Faculty Publications – Department of Philosophy. 5.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati
https://uir.unisa.ac.za/handle/10500/5500