Seorang filsuf, ekonom, sejarawan, pembuat teori politik, sosiolog, jurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman dengan nama lengkap Karl Heinrich Marx adalah salah seorang dari banyak kepingan sejarah yang sangat berpihak pada soal-soal kemanusiaan. Pemikiran Marx selalu terasa hidup di tengah-tengah perkembangan zaman. Sampai hari ini Marx masih terkenal sebagai raksasa pemikiran modern. Pengaruhnya begitu luas sehingga orang sering tidak menyadari seberapa besar gagasannya telah membentuk pemikiran mereka.
Karl Marx, bagi para pemikir dan pengikut teori kritis terutama golongan kiri marxisme masih percaya bahwa pemikiran dan teori yang dilahirkan Marx dari analisis panjangnya akan terus relevan sepanjang masih eksisnya sebuah sistem yang bernama kapitalisme. Karena memang hampir seluruh teori dan analisis ekonomi-politiknya untuk mengkritik kapitalisme.
Kehidupan seakan menurut Marx adalah mengkritik, “aku mengkritik maka aku ada”. Bahkan dia juga tidak segan-segan untuk menyampaikan kritik terhadap para filsuf lain-yang tidak mampu keluar dari persoalan akan realitas sosial kehidupan mereka. Mereka berfilsafat hanya untuk memahami realitas. Sedangkan, bagi Marx, problem filsafat bukan bagaimana memahami dunia, namun bagaimana mengubahnya.
Materialisme historis Marx sebagian dimaksudkan untuk menyediakan kerangka teori yang bisa diverifikasi tentang penyebab-penyebab utama perubahan sosial. Marx dan sahabatnya Engels bukan hanya mengkritik tajam Hegel yang idealis, namun juga Feuerbach yang materialis. Kritik Marx dan Engels tentang pemikiran mereka berpusat pada dasar bahwa filsafat mereka tentang sejarah terlampau mengawang-awang dan kabur, serta tak banyak peduli pada penyebab-penyebab dan akibat-akibat sosial yang bisa diobservasi (Aiken, 2010: 221).
Sebagai seorang filsuf, Marx muncul dengan filsafat materialisme historis yang menjadi dasar memahami sejarah umat manusia. Bahwa sejarah perkembangan kehidupan manusia ditentukan oleh materi. Pemikiran filsafat Marx merupakan antitesa dari Hegel dialektika historis yang sangat determinan pada ide. Pemikirannya tentang materialisme merupakan kritiknya terhadap idealisme Hegel yang pemikirannya terlalu abstrak (abstract thought).
Marx memandang sejarah manusia sebagai proses manusia secara progresif mengatasi hambatan dalam pemahaman diri dan kebebasan. Hambatan ini dapat bersifat mental, material, dan institusional. Dia percaya filsafat dapat menawarkan cara-cara untuk mewujudkan potensi kemanusiaan kita di dunia (Pollard, 2022).
Membaca pemikiran-pemikiran Karl Marx secara komprehensif, maka akan ditemukan beberapa pokok pembahasan yang paling sering menjadi diskursus pada teori-teori sosial (social theory) maupun teori-teori kritik (critical theory). Pertama, analisis ekonomi politik sebagai landasan dalam mengkritik kapitalisme. Kedua, filsafat materialisme historis yang basisnya adalah materi/realitas sebagai objek kajian yang sekaligus menghubungkan teori ekonomi dan teori sosial.
Masa perkembangan dan kejayaan pemikiran Marx salah satunya adalah ketika menulis karya yang paling monumental yaitu “Das Capital“. Das Capital ditulis Marx dalam suasana ketika dominasi sistem ekonomi liberalisme atau yang disebut kapitalisme melanda pertumbuhan dan perkembangan ekonomi politik dunia pasca perang dingin. Hal itu kemudian menjadi kegelisahannya sebagai intelektual dan karya Das Capital merupakan senjata untuk mengkritik kapitalisme habis-habisan. Menurut Marx, kapitalisme adalah sistem ekonomi dan juga politik yang sangat eksploitatif, menindas, dan mengalienasi masyarakat.
Melacak Kapitalisme
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). William Ebenstein, seorang ilmuwan politik berkelahiran Austria menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Friedrich August Hayek adalah seorang ahli ekonomi Inggris yang berasal dari Austria memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi (Kristeva, 2010).
Sistem kapitalisme mulai berkembang di Inggris pada abad 18 tepatnya setelah revolusi industri terjadi dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan “laissez faire” dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individu-individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, dalam Bagus, 1996).
Sistem ekonomi kapitalisme memberikan ruang yang tak terbatas bagi setiap individu untuk bersaing demi meraih keuntungan pribadi, sehingga kita mengenal istilah kebebasan individu (personal liberty), kepemilikan pribadi (private property), dan inisiatif individu (private enterprise). Kapitalisme yang menjadikan liberalisme sebagai akar pandangan dan pemikirannya. Pandangan tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa bertentangan dengan Merkantilisme dimana ada batasan perdagangan dan industri. Menurut Ayn Rand, seorang novelis dan filsuf berkebangsaa Amerika dalam Capitalism: The Uknown Ideal, bahwa asumsi dasar kapitalisme yaitu: (a) kebebasan individu, (b) kepentingan diri, dan (c) pasar bebas.
Menurut Rand, kebebasan individu merupakan tiang pokok kapitalisme, karena dengan pengakuan hak alami tersebut individu bebas berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya. Pada gilirannya, pengakuan institusi hak individu memungkinkan individu untuk memenuhi kepentingan dirinya. Menurut Rand, manusia hidup pertama-tama untuk dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menolak keras kolektivisme, altruisme, mistisisme. Konsep dasar bebas Rand merupakan aplikasi sosial dan pandangan epistemologinya yang natural mekanistik. Terpengaruh oleh gagasan “the invisible hand” dari Smith, pasar bebas dilihat oleh Rand sebagai proses yang senantiasa berkembang dan selalu menuntut yang terbaik atau paling rasional. Smith pernah berkata: “…free market forces is allowed to balance equitably the distribution of wealth”. (Robert Lerner, 1988).
Dari beberapa prinsip individual sebagaimana dimaksud, pertumbuhan ekonomi masyarakat akan mengalami perkembangan. Dalam bukunya, The Achievement Motive in Economic Growth, David McClelland (1984) seorang psikolog dari Amerika Serikat memberikan psikologi dan sikap manusia, kaitannya dengan bagaimana perubahan sosial terjadi. Bahwa pertanyaan yang ingin dijawab adalah, mengapa beberapa bangsa tumbuh secara pesat dibidang ekonomi sementara bangsa yang lain tidak? Bagi McClelland, faktor itu disebabkan karena faktor internal dari bangsa itu, bukan faktor eksternal. Faktor internal yakni pada nilai-nilai dan motivasi yang mendorong untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang untuk merubah nasib sendiri dari manusianya secara individu. Prinsipnya bahwa manusia itu makhluk freewill, jadi manusia punya kebebasan untuk bersaing dan mengembangkan dirinya baik secara ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan.
Studi McClelland didasarkan pada tesis Max Weber mengenai etika protestan dan pertumbuhan kapitalisme. Tafsiran McClelland atas tesis Weber, jika etika protestan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Barat, analog yang sama juga bisa untuk melihat pertumbuhan ekonomi yang ditempuh kapitalisme. Bahwa ada hubungan kemajuan ekonomi masyarakat dengan rahasia etika protestan karena need for achievement yang mereka miliki. Maksud Weber adalah semangat kapitalisme itu dorongan need for achievement yang tinggi.
Kapitalisme kemudian mengalami perkembangan sesuai dengan konteks dan kemajuan zaman. Hal itulah yang menjadi salah satu kelebihan dari kapitalisme itu sendiri yang mampu menyesuaikan diri dengan segala situasi dan kondisi. Setidaknya Husain Heriyanto (2000) dalam tulisannya mencatat bagaimana kapitalisme ini mampu menempati ruang dan waktu secara baik. Pertama, daya adaptasi dan transformasi kapitalisme yang sangat tinggi, sehingga ia mampu menyerap dan memodifikasi setiap kritik dan rintangan untuk memperkuat eksistensinya. Kedua, tingginya kemampuan adaptasi kapitalisme dapat dilacak kepada waktu inheren pada hakikat kapitalisme, yaitu dorongan untuk berkuasa dan perwujudan diri melalui kekayaan. Atas dasar itulah diantaranya, maka Peter Berger, seorang sosiolog dalam Revolusi Kapitalisme (1990) berani bertaruh bahwa masa depan ekonomi dunia berada dalam genggaman kapitalisme. Ketiga, kreativitas budaya kapitalisme dan kapasitasnya menyerap ide-ide serta toleransi terhadap berbagai pemikiran.
Adapun fase-fase perkembangan kapitalisme menurut Dudley Dillard, seorang ekonom dan profesor dari Amerika, diantaranya, yakni Pertama, kapitalisme awal (1500-1750). Kapitalisme awal ini dibuktikan dengan kehadiran pabrikasi sandang di Inggris yang menjadi industri terbesar di Eropa. Industri inilah yang kemudian menjadi pelopor lahirnya kapitalisme. Dari beberapa kejadian dan faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan modal di awal kelahiran kapitalisme ini, yaitu: 1) dukungan agama bagi kerja keras dan sikap hemat; 2) pengaruh logam-logam mulai dari dunia baru terhadap perkembangan relatif pendapatan atas upah, laba, dan sewa; 3) peranan negara dalam membantu dan secara langsung melakukan pembentukan modal dalam bentuk benda-benda modal aneka guna (Huda, 2016).
Kedua, kapitalisme klasik (1750-1914). Pada fase ini, kapitalisme mengalami perubahan yang pada awalnya dari monopoli kapital kemudian menjadi kapital industri. Perubahan ini adalah ciri dari
revolusi industri di Inggris. Sehingga, penerapan ilmu pengetahuan teknis yang ada selama berabad-abad lamanya, lambat laun berubah. Dengan demikian, kapitalisme berubah menjadi pelopor bagi perubahan teknologi karena akumulasi pembaharuan. Pada masa ini pula, kapitalisme memulai dan meletakkan pondasi dasarnya yakni laissez faire (Zainol dan Mahyudi, 2020).
Ketiga, kapitalisme lanjut (pasca 1914). Pada fase ini, kapitalisme mulai berkembang dan kuat yang ditandai oleh tiga momentum, yaitu: a) Adanya kesadaran dari bangsa Asia dan Afrika terhadap penjajahan Eropa yang membuat bangsa Asia melakukan perlawanan. b) Adanya perpindahan penguasaan aset dari Eropa ke Amerika. c) Adanya revolusi Bolshevik Rusia yang meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama.
Kemudian ada tiga hal yang menjadi sifat dasar dari kapitalisme ini yang melandasi
adanya penindasan sejak awal munculnya kapitalisme, yakni: eksploitasi, akumulasi,
dan ekspansi (Zainol dan Mahyudi, 2020). Sistem ekonomi kapitalis mempunyai beberapa pilar, yakni private property atau hak milik swasta, the Invisible Hand atau tangan-tangan tidak terlihat, individualisme ekonomi, free market competition atau persaingan pasar bebas (Tho’in, 2015).
Kritik Kapitalisme
Geneologi pemikiran ekonomi Karl Marx sangat dipengaruhi oleh para pemikir dan ekonom dari Inggris, sebut saja Adam Smith, David Ricardo, James Mill, Jeremy Bentham, Thomas Malthus, dan J. B. Say, yang semuanya berada pada sirkel ekonomi liberal. Kritiknya terhadap mereka adalah bagian dari mengkritik kapitalisme itu sendiri. Berbagai kritik Marx itu kemudian menjadi teori-teori kritis yang digunakan sebagai pegangan bagi para pemikir dan pengikut marxisme. Sederhana dari digunakan analisis ekonomi-politik Marx yakni bertujuan untuk bagaimana melihat kekuatan dan relasi kuasa atas tatanan ekonomi itu sendiri. Dimana ekonomi, singkatnya adalah kegiatan perekonomian.
Marx mengatakan, kapitalisme didasarkan pada empat ciri utama: pertama, kapitalisme dicirikan oleh produksi komoditi (production of commodities); kedua, adanya kerja-upahan (wage-labour); ketiga, kehendak untuk menumpuk kekayaan tanpa batas (acquisitiveness); dan keempat, kapitalisme dicirikan oleh organisasi yang rasional.
Marx mengawali ‘dekonstruksi’ kapitalisme dengan komoditi. Mengapa demikian? Karena komoditi merupakan bentuk dasar kekayaan atau kesejahteraan dalam masyarakat kapitalis. Dengan kata lain bahwa kekayaan atau kesejahteraan diukur secara matematis dengan seberapa banyak komoditi yang dimiliki. Marx menegaskan bahwa commodity-form is the fundamental form of capital.
Marx mengamati kapitalisme bukan hanya sebuah sistem ekonomi yang digunakan untuk memproduksi makanan, pakaian, dan tempat tinggal; itu juga terikat dengan sistem hubungan sosial. Terutama hubungan sosial antara borjuis (pemilik alat produksi) dan buruh (tenaga kerja) yang selalu didasarkan pada hubungan produksi. Menurut Marx, karena kapitalisme selalu identik dengan praktik penindasan dan eksploitasi terhadap buruh berdasarkan kondisi objektif materil dari sistem yang diterapkan, maka harus pula ada suatu sistem yang harus pula diterapkan untuk meniadakan praktik kapitalisme yang menindas itu. Bagi Marx, harus ada hubungan masyarakat yang sama rata sama rasa, yang selanjutnya cita-cita Marx adalah mewujudkan masyarakat sosialisme.
Menurut Marx, sosialisme lahir bukan karena sosialisme itu lebih baik daripada kapitalisme, melainkan karena terpenuhinya syarat-syarat objektif dalam masyarakat berupa pemelaratan yang terus-menerus terhadap kaum buruh akan melahirkan perlawanan yang mendasarkan praksis (revolusi) perlawanan itu pada penciptaan keadilan. Marx berpendapat bahwa kapitalisme akan mati dengan sendirinya sebagai konsekuensi logis dari perwujudan sosialisme berdasarkan alasan-alasan yang secara objektif memiliki dasar ilmiah yang mencukupi. Kapitalisme akan dilampaui dengan terciptanya sistem (politik) ekonomi yang berdasarkan kenyataan objektif tersebut. Dari seluruh pemikiran Karl Marx, ujungnya Marx sangat mencita-citakan masyarakat sosialis atau tatanan kehidupan masyarakat tanpa kelas dan masyarakat tanpa kelas oleh Marx bukan saja sama rata sama rasa, melainkan juga kehidupan masyarakat tanpa eksploitasi.
Namun, sekali lagi Ashley J. Bohrer (2020), seorang akademisi dan aktivis marxis yang menulis buku Marxism and Intersectionality saat diwawancarai George Souvlis, dimana komentar-komentarnya bisa menjadi catatan dan ingatan kita bersama terkait bagaimana kapitalisme itu punya kemampuan untuk beradaptasi dengan segala situasi dan kondisi. Bagi Bohrer, kapitalisme, setidaknya dalam ruang teori, menunjukkan bahwa pemahaman kita tentang kapitalisme adalah yang terbaik atau terkuat ketika kapitalisme dapat direduksi menjadi faktor-faktor yang paling sedikit atau dapat dijelaskan oleh logika tunggal yang univokal – semacam argumen pisau cukur Ockham. Namun, tatanan sejarah kapitalisme yang sebenarnya tidaklah seperti itu – kapitalisme sangat luas, bervariasi, dan tidak merata. Kapitalisme itu bervariasi dan dapat berubah, bersifat plastis dan responsif terhadap berbagai kondisi. Saya pikir, kadang-kadang ketika kita mencoba untuk mengikis semua keragaman dan kerumitan tersebut untuk mendapatkan teori yang paling “elegan” atau teori yang paling mudah dicerna dalam satu kalimat singkat, kita kehilangan banyak hal yang membuat kapitalisme menjadi sebuah sistem yang berbeda.
Referensi
Aiken, Henry A. 2010. Abad Ideologi. Yogyakarta. Penerbit: Relief.
Bagus, L. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta. Penerbit: Gramedia
Fakih, Mansour. 2013. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka Pelajar.
Heriyanto, Husain. 2000. Kapitalisme: Sebuah Modus Eksistensi. Makalah.
Huda, Choirul. 2016. Ekonomi Islam dan Kapitalisme (Menurut Benih Kapitalisme dalam Ekonomi Islam). Conomica VII (1): 27–49.
J. Bohrer, Ashley. 2024. Marxisme dan Interseksionalitas: Sebuah Wawancara. Diakses 15 Mei 2024 dari IndoProgress.
Kristeva, Nur Sayyid Santoso. 2010. Sejarah Ideologi Dunia. Yogyakarta. Penerbit: Lentera Kreasindo.
Lerner, Robert. 1988. Western Civilization, Volume 2. W.W. Norton & Company. New York-London.
Pollard, Christopher. 2022. Karl Marx: His Philosophy Explained. Diakses 30 Maret 2024 dari TheConversation.
Tho’in, Muhammad. 2015. Konsep Ekonomi Islam Jalan Tengah (Kapitalis-Sosialis). Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 01(03): 118–33.
Zainol, Hasan., dan Mahyudi. 2020. Analisis terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme Adam Smith. Jurnal Istidlal 4(1): 24–34.
- 19/04/2024