fbpx

Kegelisahan Lyotard dan Horkheimer: Dinamika Pikiran Manusia Modern

Akal budi tidak punya lagi etika, karena kehilangan otonominya, maka Akal budi hanya menjadi alat belaka pada dinamika manusia modern ini.

Pandangan Lyotard mengenai Postmodern

Lyotard adalah seorang filsuf postrukturalisme dengan pemikirannya tentnag postmodernisme, Lyotard mendefinisikan Postmodern sebagai ketidakpercayaan terhadap metanarasi. Lyotard menggugat narasi besar emansipasi Zaman Pencerahan, yang telah menciptakan kemungkinan perang, totalitarianisme yang menumbuhkan jurang  pemisah antara belahan dunia Utara yang makmur dan Selatan yang melarat, pengangguran dan ‘kemiskinan baru’, dekulturisasi dalam lingkup luas dan krisis pendidikan juga peminggiran artistik avant-garde. Lyotard menyatakan bahwa postmodernisme bukanlah suatu epos sejarah baru tetapi merupakan fase sejarah yang berulang yang terdapat di dalam modernisme. Posmodernisme bukanlah akhir dari modernisme tetapi keadaan yang baru lahir dan keadaan ini terulang lagi. Modernitas bagi Lyotard dikarakterisasikan dengan keunggulan narasi besar.

Penjelasan Lyotard tentang narasi besar berdasarkan pada idenya mengenai hubungan antara narasi dan sains, tetapi keduanya dianggap seperti aliran yang Wittgenstein sebutkan “permainan bahasa”. Hubungan sosial dipahami seperti permainan bahasa yang memerlukan bahasa untuk ambil bagian.  Lyotard menyatakan bahwa permainan bahasa adalah relasi minimum yang diperlukan bagi keberadaan sosial. Permainan bahasa dari sudut pandang Lyotard adalah ikatan sosial. Narasi dan Sains adalah bentuk Ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan secara luas didefinisikan untuk memasukan pernyataan-pernyataan denotatif. Secara garis besar lyotard menganalisis dua narasi besar, yang pertama adalah spekulatif, kognitif-teoritik, bersifat keilmuan. Sedangkan yang kedua adalah emansipasi, praktis dan humanistik. Lyotard mengutarakan pandangan bahwa  kedua hal tersebut kehilangan kredibilitas. Masyarakat, kehilangan kepercayaan terhadap narasi besar emansipasi seperti yang diasosiasikan dengan marxisme dan komunisme, juga terhadap narasi besar saintifik-spekulatif.  garis besarnya terletak bagaimana dari kedua narasi besar yang dibawakan oleh Lyotard ini menjadikan terdegradasi pemikiran yang terjadi pada manusia modern. dan hal tersebut juga selaras dengan sebuah ungkapan atas pandangan dari tokoh teori kritis, ialah Max Horkheimer, dimana pada pandangan Horkheimer akal budi yang terjadi pada dunia postmodern ini kehilangan sebuah kharismanya.

Pandangan Horkheimer mengenai Postmodern

Horkheimer adalah seorang filsuf dari jerman, Horkheimer ini menjadi seorang filsuf yang berpikiran aliran kiri, yang kemudian Horkheimer ini bergabung dalam Sekolah Frankfurt yang menjadi tempat para pemikiran kiri di Jerman. Horkheimer ini memiliki sebuah pemikiran tentang bagaimana kondisi saat ini manusia hanya terjebak dalam ke irasionalnya sendiri, dimana ke irasionalnya ini sendiri manusia modern ini hanya terjebak dalam suatu sistem saja, maka dari itu munculah sebuah teori kritis. Pada teori kritisnya Horkheimer memberikan sebuah pengertian rasional secara baru dan tepat tentang diri manusia dalam alam lingkungannya. Sebagai usaha rasional manusia baru, teori kritis ini tampaknya bakal bisa memberikan kesadaran untuk membebaskan manusia dari keadaannya yang irasional. Maka dengan memberikan pandangannya yang emansipatoris ini dapat memberikan sebuah solusi. 

Horkheimer menjelaskan mengapa usaha pada manusia saat ini menjadi tertutup serta irasional. Sebab budi manusia hanya menjadi instrumen saja, artinya adalah akal budi saat ini semata – mata hanya menjadi alat dan diperalat saja untuk melestarikan sistem yang ada, tanpa menjadikan sebuah kerasionalan dalam manusia saat ini. Maka menjadi sia-sia sebuah konsep emansipatoris yang dibangun untuk membangun usaha rasional, karena konsep itu tidak mungkin dapat tertampung atau masuk ke dalam pemikirannya yang menjadi alat belaka. 

Dari kedua pemikir tersebut dapat dikorelasikan bagaimana antara terdegradasi sebuah pemikiran dan juga bagaimana keirasionalan dari sebuah pikiran adalah kelanjutan seperti yang diungkapkan Horkheimer, yaitu akal budi. Pengosongan isi objektif akal budi tak dapat membuat akal budi kehilangan otonominya. Kini otonominya diganti dengan faktor – faktor lain di luar akal budi. Kategori pengetahuan atau sains tadi seperti yang diucapkan Lyotard, kebenaran pengetahuan yang dimiliki akal budi tak dapat diterapkan dalam penilaian – penilaian etis, sebab tindakan manusia ini ditentukan oleh hasrat – hasratnya.  Akal budi tidak punya lagi etika, karena kehilangan otonominya, maka Akal budi hanya menjadi alat belaka pada dinamika manusia modern ini.

Satrio Valentino

Mahasiswa sosiologi di Universitas Jember

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content