Semua orang sering menghubungkan filsafat dengan sesuatu yang berasal dari akal manusia, hal tersebut tak sepenuhnya salah, bahwa filsafat lahir semenjak manusia itu ada. Kita tak bisa lepas dari kefilsafatan, karena pada dasarnya filsafat adalah gerak pikir seseorang menuju kebijaksanaan termasuk kehidupannya sendiri. Filsafat juga merupakan ibu dari segala ilmu pengetahuan di mana salah satunya adalah teologi.
Teologi adalah cabang ilmu yang memfokuskan diri terhadap kepercayaan ketuhanan serta realitas penganutnya untuk memahami segala bentuk pendekatan diri terhadap Sang Maha Pencipta melalu ajaran seorang utusan dan pedoman sebagai jalan hidup dalam menuntun manusia ke arah kebaikan.
Kata teologi diambil dari theologike yang dicetuskan oleh Aristoteles mengenai hakikat yang illahi. sebagai konsep filsafat. Kata teologi berkembang pesat dari barat sampai ke timur sehingga tradisi dalam memaknai teologi berkembang berdasarkan lingkungan, pengetahuan, juga perubahan misalnya modernitas dari zaman ke zaman.
Salah satunya teologi adalah teologi Islam, yang dalam tradisi Islam, istilah teologi bisa disebut sebagai ilmu kalam atau ilmu tauhid. Istillah ini merujuk pada proses pencarian diri manusia untuk berproses sebagai makhluk ciptaan dalam pengenalan terhadap Tuhannya. Teologi membahas tentang sifat ketuhanan Allah dan membahas ajaran kerasulan sebagai utusan bagi manusia untuk menerima wahyu.
Disebutkan bahwa teologi Islam sangat erat hubungannya dengan filsafat, karena ajaran teologi manapun selalu mengedepankan fundamental value dan ethnic value, pun dalam pendekatannya bahwa teologi Islam selalu menggunakan ilmu fiqih sebagai ajaran utama daripada yang lain.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Mustafa Abdur Raziq, bahwa sepenuhnya ilmu tauhid atau ilmu kalam adalah kajian filsafat. Adapun persamaan antara ajaran teologi terkhusus teologi Islam dan filsafat adalah keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud dalam hal ini adalah agama samawi atau abrahamik, yaitu agama yang diwahyukan oleh Tuhan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Dan ilmu kalam dan filsafat memiliki perbedaan pula. Dalam agama, poin pentingnya adalah Tuhan, kebijakan, baik dan buruk, surga dan neraka; yang juga diselidiki oleh filsafat karena hal-hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada. Hal ini menjadi penting karena objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Filsafat juga memiliki korelasi bahwa tindakan mengemukakan pikiran dengan berpikir sesungguhnya adalah potensi terpenting yang dianugerahkan Tuhan pada manusia. Potensi ini menjadi penting karena yang dimaksud di sini adalah akal sebagai salah satu karunia yang membuat manusia dapat mengembangkan peradabannya.
Dalam Al-Quran disebutkan bahwa kata “akal” (al’aqlu) diungkapkan dalam kata kerja (fi’il) yang mengandung arti memahami dan mengerti. Manusia perlu mengoptimalkan potensi akal tersebut adalah dengan mempelajari dan melakukan kegiatan di mana akal menjadi alat, yaitu filsafat.
Ilmu filsafat bertujuan untuk menemukan kebenaran dan hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan menggunakan metode pemikiran reflektif dalam usaha menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Tak heran dalam hubungan ini filsafat selalu menunjukkan sikap kritis, objektif dan terbuka agar ilmu pengetahuan berkembang hingga semakin mendekati kebenaran. Kedekatan filsafat dan ilmu pengetahuan ini juga yang selanjutnya membuat filsafat sering tidak dipandang sejalan dengan teologi. Bahwa perspektif filsafat yang berlandaskan logika, sedangkan teologi yang berdasarkan keyakinan. Untuk mengkritisi hal ini kota perlu mengingat kembali ujaran Parmenides, Ex nihilo nihil fit. “Bahwa tidak ada sesuatu yang berasal dari sesuatu yang tidak ada, jika ada ini berarti dimulai dengan adanya itu dan diakhiri dengan yang maha awal.”
Analoginya adalah bahwa sebelum adanya manusia, maka ada alam semesta dan sesuatu sebelum adanya alam semesta, maka ada tuhan (Allah: Teologi Abrahamik). Jika mengedepankan rasionalitas, maka kita akan melihat bahwa filsafat dan teologi merupakan dua ajaran yang menopang manusia dalam menjalankan kehidupan, walau dampak perbedaannya signifikan, namun keduanya nyata secara substansial. Pun demikian kesimpulan dari refleksi ini tertulis dalam sebait puisi teologi barat, Intellectus Quaerens Fidem atau bahwa Keimanan yang mencari akal.
Bisa disimpulkan filsafat dan teologi merupakan dua ilmu yang bertujuan untuk membangun peradaban manusia. Akal membutuhkan filsafat dan teologi untuk memajukan peradaban manusia hingga dapat berkembang sedemikian kompleks. Semua aktivitas peradaban ini hanya dapat ada apabila manusia menggunakan akalnya untuk sebagai manusia yang hablumminannas dan hablumminallah.
Paradigma paralel dasar filsafat terhadap teologi islam
Semua orang sering menghubungkan filsafat dengan sesuatu yang berasal dari akal manusia, hal tersebut tak sepenuhnya salah, bahwa filsafat lahir semenjak manusia itu ada. Kita tak bisa lepas dari kefilsafatan, karena pada dasarnya filsafat adalah gerak pikir seseorang menuju kebijaksanaan termasuk kehidupannya sendiri. Filsafat juga merupakan ibu dari segala ilmu pengetahuan di mana salah satunya adalah teologi.
Teologi adalah cabang ilmu yang memfokuskan diri terhadap kepercayaan ketuhanan serta realitas penganutnya untuk memahami segala bentuk pendekatan diri terhadap Sang Maha Pencipta melalu ajaran seorang utusan dan pedoman sebagai jalan hidup dalam menuntun manusia ke arah kebaikan.
Kata teologi diambil dari theologike yang dicetuskan oleh Aristoteles mengenai hakikat yang illahi. sebagai konsep filsafat. Kata teologi berkembang pesat dari barat sampai ke timur sehingga tradisi dalam memaknai teologi berkembang berdasarkan lingkungan, pengetahuan, juga perubahan misalnya modernitas dari zaman ke zaman.
Salah satunya teologi adalah teologi Islam, yang dalam tradisi Islam, istilah teologi bisa disebut sebagai ilmu kalam atau ilmu tauhid. Istillah ini merujuk pada proses pencarian diri manusia untuk berproses sebagai makhluk ciptaan dalam pengenalan terhadap Tuhannya. Teologi membahas tentang sifat ketuhanan Allah dan membahas ajaran kerasulan sebagai utusan bagi manusia untuk menerima wahyu.
Disebutkan bahwa teologi Islam sangat erat hubungannya dengan filsafat, karena ajaran teologi manapun selalu mengedepankan fundamental value dan ethnic value, pun dalam pendekatannya bahwa teologi Islam selalu menggunakan ilmu fiqih sebagai ajaran utama daripada yang lain.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Mustafa Abdur Raziq, bahwa sepenuhnya ilmu tauhid atau ilmu kalam adalah kajian filsafat. Adapun persamaan antara ajaran teologi terkhusus teologi Islam dan filsafat adalah keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud dalam hal ini adalah agama samawi atau abrahamik, yaitu agama yang diwahyukan oleh Tuhan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Dan ilmu kalam dan filsafat memiliki perbedaan pula. Dalam agama, poin pentingnya adalah Tuhan, kebijakan, baik dan buruk, surga dan neraka; yang juga diselidiki oleh filsafat karena hal-hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada. Hal ini menjadi penting karena objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Filsafat juga memiliki korelasi bahwa tindakan mengemukakan pikiran dengan berpikir sesungguhnya adalah potensi terpenting yang dianugerahkan Tuhan pada manusia. Potensi ini menjadi penting karena yang dimaksud di sini adalah akal sebagai salah satu karunia yang membuat manusia dapat mengembangkan peradabannya.
Dalam Al-Quran disebutkan bahwa kata “akal” (al’aqlu) diungkapkan dalam kata kerja (fi’il) yang mengandung arti memahami dan mengerti. Manusia perlu mengoptimalkan potensi akal tersebut adalah dengan mempelajari dan melakukan kegiatan di mana akal menjadi alat, yaitu filsafat.
Ilmu filsafat bertujuan untuk menemukan kebenaran dan hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan menggunakan metode pemikiran reflektif dalam usaha menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Tak heran dalam hubungan ini filsafat selalu menunjukkan sikap kritis, objektif dan terbuka agar ilmu pengetahuan berkembang hingga semakin mendekati kebenaran. Kedekatan filsafat dan ilmu pengetahuan ini juga yang selanjutnya membuat filsafat sering tidak dipandang sejalan dengan teologi. Bahwa perspektif filsafat yang berlandaskan logika, sedangkan teologi yang berdasarkan keyakinan. Untuk mengkritisi hal ini kota perlu mengingat kembali ujaran Parmenides, Ex nihilo nihil fit. “Bahwa tidak ada sesuatu yang berasal dari sesuatu yang tidak ada, jika ada ini berarti dimulai dengan adanya itu dan diakhiri dengan yang maha awal.”
Analoginya adalah bahwa sebelum adanya manusia, maka ada alam semesta dan sesuatu sebelum adanya alam semesta, maka ada tuhan (Allah: Teologi Abrahamik). Jika mengedepankan rasionalitas, maka kita akan melihat bahwa filsafat dan teologi merupakan dua ajaran yang menopang manusia dalam menjalankan kehidupan, walau dampak perbedaannya signifikan, namun keduanya nyata secara substansial. Pun demikian kesimpulan dari refleksi ini tertulis dalam sebait puisi teologi barat, Intellectus Quaerens Fidem atau bahwa Keimanan yang mencari akal.
Bisa disimpulkan filsafat dan teologi merupakan dua ilmu yang bertujuan untuk membangun peradaban manusia. Akal membutuhkan filsafat dan teologi untuk memajukan peradaban manusia hingga dapat berkembang sedemikian kompleks. Semua aktivitas peradaban ini hanya dapat ada apabila manusia menggunakan akalnya untuk sebagai manusia yang hablumminannas dan hablumminallah.