Aristoteles Raksasa Filsafat Peletak Dasar-Dasar Utama Pemikiran Barat

Aristoteles ia adalah seorang polimat (serba bisa) sejati: Ahli etika, fisika, biologi, psikologi, metafisika, logika, sastra dan teori politik. Namun, Aristoteles bukan tukang spekulasi mengawang-awang. Sebagai guru Alexander Agung, ia memastikan kakinya tetap menjejak di bumi.

Putra dokter istana Macedonia, Aristoteles menghabiskan 20 tahun untuk belajar di bawah bimbingan Plato di Akademinya di Athena. Dahaganya yang tak terpuaskan akan pengetahuan mendorong sang guru untuk berkomentar bahwa ia perlu “kekang”. Antusiasme Aristoteles bersinar cemerlang dalam karya-karya ilmiahnya. Sejarah Hewankaryanya, yang mulai ditulis dalam dasawarsa yang ia gunakan untuk mengembara setelah kematian Plato, adalah catatan lengkap setiap spesies hewan yang dikenal di Yunani kuno; ia mencatat banyak sekali organisme, menggunakan pengamatan mendetail untuk menjelaskan struktur hewan-hewan itu. Tentu saja ada sejumlah kesalahan (bison, misalnya, tak membela diri mereka sendiri dengan menembakkan kotoran), namun karya sang jenius yang tak kenal lelah ini membuka jalan bagi ilmu zoologi.

Keinginan untuk memperbaiki atau menentang doktrin terdahulu; mengajukan pertanyaan yang ia sendiri tak tahu jawabannya. Aristoteles telah bergulat dengan gagasan-gagasannya sendiri; dan dengan semua cara ini, ia mengubah metode pemikiran yang telah lahir sebelumnya. Karya-karyanya yang masih ada tak mudah dibaca. Umumnya berupa fragmen, karya-karya itu digunakan sebagai catatan sewaktu ia memberi kuliah di akademi-akademi yang ia dirikan di sepanjang perjalanan dan di lyceum, taman tertutup tempat ia mengajar sewaktu kembali ke Athena. Mazhab filsafat yang didirikan Aristoteles—mazhab Peripatetik—dipercaya dinamai sesuai jalur pejalan kaki di lyceum (peripatos), tempat ia memberikan kuliah-kuliahnya. Para pemuda Yunani yang paling cemerlang berkumpul untuk belajar darinya.

Sang pesolek kaya yang mengenakan perhiasan dan berpotongan rambut trendi ini menghargai akal budi di atas segalanya. Aristoteles berpendapat bahwa pikiran adalah atribut paling tinggi manusia. Spekulasi filosofis menimbulkan peradaban: hanya setelah manusia memperoleh segala hal lain yang ia inginkan barulah ia bisa memperoleh pikiran murni dan tidak kusut. Dalam karya-karyanya mengenai etika, Aristoteles sampai pada kesimpulan bahwa “kebaikan manusia adalah penerapan aktif kemampuan jiwanya yang selaras dengan kemuliaan moral”, inilah pengakuan akan keunikan manusia yang memengaruhi pemahaman kita mengenai kemampuan dan kecerdasan manusia, hingga saat ini.

Sang ahli logika konon cadel huruf “s” ini memantapkan logika sebagai ilmu yang mandiri filsafat. Bergelut dengan upaya menyatakan makna lebih tepat, ia mencetuskan istilah-istilah baru untuk konsep-konsepnya. “substansi”, “esensi”, “potensi”, “energi”. Ia berargumen bahwa bahasa adalah sifat khas manusia, bahasa adalah ekspresi jiwa. Ia mengembangkan gagasan bahwa analisis terhadap kata-kata kita merupakan kunci untuk memahami pikiran kita. Sistem logika silogistiknya (misalnya, “Semua manusia akan mati; orang Yunani manusia; oleh karena itu orang Yunani akan mati”) adalah batu fondasi analisis logis selama lebih dari 2000-an tahun.

Pada usia 42 tahun Aristoteles pulang ke tanah airnya untuk mempersiapkan putra mahkota Macedonia, Alexander yang berusia 13 tahun sebagai pemimpin politik dan jenderal di masa depan. Alexander Agung adalah seorang komandan militer terbesar yang pernah ada. Julius Cesar yang merupakan seorang jenderal besar, putus asa sewaktu memikirkan segala keberhasilan Alexander. Namun, Alexander juga tenar karena ketampanan, keanggunan dan keberaniannya, serta yang terpenting, toleransi dan sifat kekesatriaannya

Dua tahun setelah mewarisi tahta Macedonia  – setelah pembunuhan ayahnya, raja pejuang yang hebat Filipus dan Macedonia, Alexander yang pada saat itu berusia 22 tahun telah menyatukan negara-negara di Yunani dengan ambisi yang juga dimiliki Filipus semasa hidupnya.

Pengaruh Aristoteles terhadap Politik Alexander Agung

Alexander memulai misinya pada tahun 334 SM. Dalam waktu dua tahun, pasukan Persia telah dikalahkan dengan telak dalam pertempuran-pertempuran., seperti yang terjadi di Issus, yang menunjukkan kejeniusan militer dan kepandaian taktik Alexander. Ia menasbihkan dirinya sendiri sebagai pemimpin kekaisarannya, yang tak hanya mencakup Yunani dan Makedonia, tetapi juga keseluruhan Timur Tengah, dari Mesir dan Asia kecil hingga Mesopotamia, Persia, bahkan sampai ke Afganistan, sebagian Asia Tengah, dan disisi lain pegunungan Hindu Kush, Lembah Indus yang kaya. Hanya penolakan keras-kepala angkatan darat Macedonia yang mencegahnya lebih jauh. Sewaktu ia mangkat di Babilon, saat usianya baru 32 tahun, ia berencana menaklukkan Jazirah Arab dan barangkali juga melakukan hal serupa terhadap Mediterania Barat.

Pemerintahan Alexander menyatukan Timur dan Barat untuk pertama kali. Barangkali dipengaruhi gurunya sewaktu anak-anak, Aristoteles, Alexander bertekad memerintah dengan “baik”. Ia memerintahkan menteri-menterinya untuk “mematahkan oligarki di manapun dan sebagai gantinya menegakkan demokrasi”. Ia melarang para prajuritnya untuk menjarah tanah yang dikuasai, dan ia mendirikan banyak kota baru. Kota yang terbesar di delta Nil ini, selama berabad-abad telah menjadi pusat intelektual dan komersial di Mediterania. Alexander ingin menciptakan kekaisaran yang menyatukan hal-hal terbaik dari kebudayaan Yunani dan Timur. Ia merekrut orang-orang Persia ke dalam ketentaraannya dan mengawinkan jenderal-jenderalnya dengan perempuan-perempuan Persia. Orang Macedonia manapun yang menolak kesetaraan dikirim ke Eropa. Ia sendiri menikahi putri kaisar Persia yang telah diturunkan dari tahta. Tak hanya seorang petarung, ia juga seorang idealis romantis. Dideskripsikan oleh seorang teman sebagai “satu-satunya filsuf yang pernah kuliah bersenjata”, Alexander mencintai puisi dan musik.  Sewaktu anak-anak, ia mengatakan seandainya ia hanya bisa menyelamatkan satu benda, maka ia adalah Iliad karya Homer. Pada waktu pertama kali menjejakkan kaki di pesisir  kekaisaran Persia, di Asia kecil, tindakan pertamanya adalah mengunjungi Troy untuk menghormati nenek moyangnya, Achilles. Ia menamai sebuah kota di Indus “Bucephala”, mengikuti nama kuda tersayangnya, Bucephalus, yang mati dalam pertempuran. Alexander mengubah wajah dunia. Sewaktu hampir meninggal dan ditanya akan mewariskan kerajaannya kepada siapa, Alexander menjawab: “Kepada yang terkuat.” Setelah ia mangkat, kekaisaran yang menguasai separuh dunia itu pecah. Tak ada yang sebanding dengannya.

Aristoteles mencoba menanamkan pada muridnya dua sumbangan terbesar Yunani pada peradaban: heroisme epik dan filsafat. Seberapa banyak teori politik Aristoteles yang diserap Alexander masih diperdebatkan. Gagasan-gagasan Aristoteles didasarkan pada kepercayaan bahwa bangsa Yunani adalah superior. Sementara ia mengakui bahwa pemerintah harus dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas warga, namun ia memilih negara-kota yang diperintah oleh oligarki berpendidikan sebagai bentuk pemerintahan terbaik. Meski demikian, keyakinan-keyakinan Aristoteles merupakan kemajuan besar dalam konsep politik masa itu, dan secara mendasar memengaruhi perkembangan peradaban Yunani.

Kematian Alexander pada tahun 323 SM melepaskan gelombang sentimen anti Macedonia di Athena, memaksa Aristoteles keluar dari kota itu. Mengingatkan akan kematian sang pemikir besar lain, Socrates, Aristoteles konon mengatakan ia takut orang-orang Athena akan berbuat dosa dua kali terhadap filsafat. Ia mengucilkan diri di tanah ibunya di pulau Euboea, namun meninggal akibat sakit perut satu tahun kemudian.

Aristoteles terkenal ramah dan baik hati. Dan surat wasiatnya amat bermurah hati bagi anak-anak dan para pelayannya di mana ia menuliskan (seperti yang dinyatakan dalam filsafatnya) tentang kehidupan keluarga yang bahagia. Ia mendeskripsikan manusia sebagai “monumen kerapuhan”, namun kesimpulan pamungkas filsafatnya bersifat optimistis. Menurut Plato, jiwa terperangkap dalam tubuh, putus asa hendak keluar dari dunia perubahan dan ilusi. Namun, Aristoteles berargumen bahwa jiwa justru merupakan bagian tak terpisahkan dari tubuh, dan hidup adalah untuk merayakan hidup itu sendiri.

Dalam Poetika, Aristoteles meletakkan dasar-dasar tragedi yang akan terlihat untuk waktu yang lama dalam drama: kesatuan tindakan dan karakter pusat dengan kesalahan tragis, misalnya kesombongan berlebihan, yang membuatnya jatuh. Aristoteles juga mengidentifikasi proses pembersihan atau pemurnian (katarsis), yaitu mengenyahkan perasaan kasihan dan takut dari para penonton dengan membuat mereka berempati pada tindakan-tindakan yang dilakukan di pentas – hal yang menjadi contoh nyata hubungan antara keberadaan tubuh dan jiwa.

Pandangan Aristoteles mengenai dunia, seperti juga sebagian besar pemikirannya, menghargai manusia dan merayakan potensi manusia. Ia percaya bahwa “Semua manusia pada dasarnya ingin tahu.” Figur raksasa pemikiran ini tak henti berusaha memajukan pengetahuan manusia. Mengatakan bahwa Aristoteles memengaruhi pemikiran barat saja sudah mengecilkan jasanya sebenarnya-karena sesungguhnya ia menentukan pemikiran Barat.

Referensi

Simon S. Montefiore.2012. Pahlawan Dalam Sejarah Dunia, Aristoteles. Penerbit Erlangga. Jl. H. Baping Raya No. 100 Ciracas, Jakarta 13740.

Simon S. Montefiore. Pahlawan Dalam Sejarah Dunia, Alexander Agung. Penerbit Erlangga. Jl. H. Baping Raya No. 100 Ciracas, Jakarta 13740.

Muhammad Asif Maulana

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.