Asal Usul dan Manfaat Uang

Barang yang bermanfaat belum tentu memiliki nilai tukar, dan di lain hal, barang yang berharga belum tentu dapat memberikan manfaat, sehingga tidak ada yang lebih berharga dari kedua istilah tersebut, masing-masing memiliki peran dan lingkupnya sendiri. 
Adam Smith credit Adam Smith Foundation
Adam Smith credit Adam Smith Foundation

Adam Smith adalah salah seorang tokoh penting dalam sejarah pemikiran ekonomi. Salah satu karya terbaiknya adalah “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation” (1776) yang membahas sistem komprehensif ekonomi politik pertama, yang kemudian membawanya menjadi filsuf berorientasi pada hal sosial, dan karyanya yang mendapat perhatian besar adalah pada pandangan dirinya terhadap politik dan evolusi sosial. Jika saja karya lainnya tentang filsafat moral dan sistem pemerintahan, “The Theory of Moral Sentiments” (1759) turut menjadi perbincangan utama, dia berharap dapat menuliskan suatu karya dengan tema “pedoman umum dalam hukum dan pemerintahan”, kemudian karyanya dengan judul “The Wealth of Nations mungkin dapat ditinjau lebih dari sekadar seluk beluk dunia ekonomi, tetapi sebagai satu bagian dari evolusi sejarah yang amat luas (Britannica, 2024).

Pengelompokkan Bidang Kerja

Bagi Adam Smith, pengelompokkan bidang kerja (division of labour) merupakan perwujudan produktivitas dalam dunia kerja dengan cara menempatkan pekerja pada tugas-tugas yang lebih spesifik, atau dengan cara membagi tugas-tugas berdasarkan kemampuan dan jumlah pekerja. Ketika satu jenis pekerjaan umum dapat diklasifikasikan lebih jenis pekerjaan yang lebih spesialis kepada pekerja-pekerja yang berbeda, maka produktivitas dan keuntungan yang dapat diterima menjadi lebih besar, sehingga upaya tersebut merupakan proses sistem ekonomi dan moneter beroperasi.

Misalkan, seorang manajer konstruksi hendak membangun satu gedung baru. Rancangan gedung tersebut memerlukan cetak biru yang sempurna. Dengan demikian, si manajer menyadari bahwa ia harus bekerja sama – setidaknya – dengan arsitek, insinyur struktural, dan insinyur MEP (mekanik, elektrik, dan perpipaan). Beragam jenis pekerjaan itulah dimaksudkan untuk membuat produk akhir berupa gedung yang layak untuk ditempati.

Sama halnya dengan situasi di mana terdapat produsen dan pembeli. Produsen dikatakan produsen karena mampu menyediakan suatu kebutuhan tertentu yang berlimpah – disebut berlimpah karena kuantitas produksi telah mencapai lebih dari porsi yang dibutuhkan, setidaknya mampu mencukupi kebutuhan pribadi si produsen tersebut. Porsi atau bagian yang berlimpah tersebut dijadikan sebagai satu komoditas barang tukar bagi kebutuhan orang lain. Jika setiap produsen berada pada status yang demikian, maka dapat terjadi perdagangan dengan cara barter, tukar-menukar barang. Namun, perdagangan tersebut benar disebut perdagangan jika dan hanya jika kuantitas komoditas yang diniagakan telah mencukupi kebutuhan pribadi si empunya. Sehingga, konsekuensi dari proses berdagang ini adalah kehidupan masyarakat terus berkembang dan kemudian dapat membangung suatu peradaban komersial.

Smith kemudian juga menyampaikan bahwa proses niaga tersebut memerlukan suatu upaya ekstra dan konsisten. Ketika suatu pekerjaan berhasil dirintis untuk kali pertama, proses tersebut akan berlangsung dinamis, pasti akan mengalami suatu masa buntu, kondisi stagnan, dan si produsen pasti akan mengalami perasaan tak segan dalam mempertahankan kehidupan niaganya dari proses tawar-menawar itu sendiri. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang sangat menyulitkan. Akan timbul pula urgensi untuk segera beradaptasi dan penentuan arah pekerjaannya agar pekerjaan tersebut dapat bertahan dan terus berkembang di masa mendatang.

Konsep Awal dalam Berdagang

Penggunaan kata “pekerja” di dalam pembahasan ini merujuk pada status seseorang dalam melakukan suatu tindakan yang dapat ditengarai dengan memiliki tingkat komoditas tertentu yang lebih dari cukup untuk dirinya sendiri, sementara tidak bagi pekerja yang lain. Contoh: disebut pekerja tambang, karena memiliki keahlian menambang yang mumpuni dari pekerja yang lain. Atau disebut penjual daging (butcher) karena memiliki persediaan daging yang lebih dari kebanyakan orang. Sehingga pekerja itulah yang kemudian pantas atas kepemilikan atau komoditas tadi dan hendak diperdagangkan kepada orang lain sebagai konsumen.

Namun, proses bertukar ini terdapat harapan timbal balik yang menguntungkan bagi penjual komoditas. Jadi, jika aktivitas tersebut tidak menawarkan keuntungan bagi si penjual, maka tidak akan terjadi aktivitas berdagang di antara kedua pihak, istilah yang tepat adalah pemberian sukarela, sebab tidak mengharapkan suatu bentuk timbal balik yang menguntungkan apapun dari si penerima.

Aktivitas berniaga atau berdagang ini juga tidak akan terjadi jika:

  1. Kedua pihak melakukan perdagangan dengan komoditas yang sama,
  2. Salah satu pihak secara sukarela memberikan komoditas dagangnya ke pihak lain tanpa berharap balasan yang serupa darinya, dan 
  3. Salah satu pihak telah merasa puas atas suatu komoditas yang dimilikinya sehingga tidak merasa perlu untuk melakukan perdagangan ke pihak lain yang menjual komoditas yang berbeda.

Untuk meminimalisir kendala tersebut, setiap pekerja yang bijak di setiap lingkup masyarakat, setelah komoditasnya diperdagangkan untuk yang pertama kali, dia berkewajiban untuk mengelola keberlangsungan komoditas dan usahanya sesuai kehendak dirinya sendiri selama Waktu yang tak terbatas, di samping proses produksinya sendiri yang sedang dalam masa sulit itu, dengan menganggap bahwa Sebagian orang akan menolak bertransaksi dengan produk atau komoditas dagangannya.

Di masa kelam (zaman Britannia kuno), binatang perah dijadikan sebagai komoditas utama dalam berdagang, meski biaya dan upaya perawatannya sungguh ekstrem, paling rentan dengan serangan penyakit. Pun, masyarakat yang hidup di zaman itu sering menetapkan harga barang-barang berdasarkan pada nilai dari binatang perah yang hendak dijadikan sebagai barang tawar. Misalkan, perisai Diomede, menurut Homer, dihargai Sembilan ox (jenis sapi jantan bertanduk), sementara perisai Glaucus dihargai sekitar seratus ox. Begitu pula pada komoditas garam, garam pernah menjadi komoditas inti pula di dalam kehidupan berniaga di Abyssinia, juga sewaktu Smith berada di suatu desa di Skotlandia, ia pernah diberitahukan bahwa bagi setiap pekerja diharuskan membawa perbekalan khusus untuk dijadikan barang tukar saat berdagang, yang berisikan paku daripada uang logam.

Seseorang yang hendak membeli garam, tetapi tidak memiliki barang tukar apapun selain ox, maka dengan keadaan bagaimanapun, ia harus menukarkan ox miliknya yang setara dengan harga garam yang hendak dibeli. Ia bisa saja jarang melakukan perniagaan dengan sistem tersebut, karena kuantitas dan jenis komoditas yang menjadi barang tukar dalam niaganya jarang sekali dapat dibagi tanpa menimbulkan kerugian bagi dirinya. Begitu pula jika ia terdorong untuk membeli (garam) dalam jumlah yang lebih dari yang dibutuhkan, ia secara terpaksa harus membeli (garam) dua atau tiga kali lebih banyak dari yang dibutuhkan.

Uang Logam dalam Perdagangan

Tentu dengan sistem yang demikian, membawa lebih banyak kerumitan dan kerugian daripada nilai untungnya. Sehingga seiring peradaban berkembang dan kemampuan berpikir manusia yang makin kompleks, maka digagas konsep uang logam. Penggunaan logam sebagai barang transaksi telah digunakan oleh berbagai negara. Besi sempat menjadi komoditas penting dalam berniaga dibanding logam-logam peninggalan kebudayaan Spartan, penggunaan tembaga daripada logam peninggalan bangsa Romawi, dan penggunaan emas dan perak yang menjadi komoditas berharga sebagai nilai tukar di berbagai negara, bahkan hingga saat ini.

Penggunaan bahan logam, seperti emas dan perak, dalam aktivitas niaga membawa, setidaknya, dua masalah besar, yaitu

  1. tingkat kerumitan dalam menimbang masa dan nilai tukar logam, dan 
  2. kedua adalah tingkat kemurnian dari logam tersebut.

Pada logam-logam berharga, perbedaan kuantitas yang kecil saja dapat membawa perubahan nilai dan hasil yang sangat signifikan, bahkan dalam kegiatan menimbang masa dan skala logam sebelum ditentukan nilai dan harganya membutuhkan tingkat keakuratan yang sangat tinggi. Di masa keberadaan koin peni masih begitu banyak dijumpai, seseorang yang hendak membeli suatu barang dengan koin peni miliknya, si penjual akan mengecek keaslian, kemurnian, dan kepantasan nilai dari koin peni tersebut dengan barang yang dijualnya. Namun, seiring perkembangan zaman dan untuk menekan penyalahgunaan dalam menetapkan nilai koin, untuk memberikan fasilitas memadai dalam menentukan nilai koin, dan untuk melanggengkan kehidupan perindustrian dan perdagangan masa itu, ditemukannya suatu teknik untuk mempercepat proses pengecekan tersebut, yaitu dengan pemberian surat bukti pertukaran sejumlah koin untuk ditukarkan dengan barang-barang di pasar.

Penggunaan stempel di atas cek yang berupa lembar kertas sebagai bukti sah yang menandakan tingkat kemurnian suatu logam, dan penggunaan stempel atau cap itu kemudian dimaksudkan untuk memberikan suatu nilai tertentu atas logam Britania yang berlaku di masa itu, yaitu perak dan emas.

Dalam alur peristiwa yang demikian bahwa uang telah menjadi suatu barang pokok di setiap negara di dunia untuk melancarkan proses niaga, dengan intervensi yang diartikan sebagai kegiatan transaksi barang untuk diperjual dan belikan dengan lembar cek, atau dengan menganut sistem barter. Aturan dalam berniaga yang mana masyarakat melakukannya untuk mendapatkan sejumlah uang atau dengan barang yang lain, sehingga menjadikan barang tersebut dapat dikatakan berharga. Makna berharga perlu ditelisik lebih lanjut, sebab memiliki dua makna yang berbeda penggunaannya, yaitu dapat mengekspresikan kebermanfaatan atas barang tertentu atau suatu nilai kuasa dalam kegiatan jual-beli yang nilai tersebut dapat dan memang telah disepakati antar pihak. Dengan kata lain, adalah “value in use” dan “value in exchange”. Barang yang bermanfaat belum tentu memiliki nilai tukar, dan di lain hal, barang yang berharga belum tentu dapat memberikan manfaat, sehingga tidak ada yang lebih berharga dari kedua istilah tersebut, masing-masing memiliki peran dan lingkupnya sendiri. 

Andika Fadila Pratama

Anggota Lingkar Studi Filsafat Discourse

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content