Deontologi Daredevil Lebih Moral Dibanding Konsekuensialisme Punisher

Daredevil. Credit etiledaily
Daredevil. Credit etiledaily

Nampaknya, Matt Murdock dalam serial Daredevil mengamini maxim yang berbunyi Dormiunt Aliquando Leges Nunquam Moriuntur. Hukum terkadang tidur, tapi ia tak pernah mati. Meskipun Matt Murdock adalah seorang vigilante, ia adalah seseorang yang sangat mengimani supremasi hukum. Berbagai kecacatan hukum yang ia saksikan tak membuatnya berpaling dari kuasa palu sidang. Murdock menjadi pengacara karena ia percaya bahwa hukum itu ada, dan menjadi Daredevil karena ia percaya bahwa hukum bisa gagal.

Pendirian Daredevil ini dibenturkan di musim kedua, di mana ia tidak menemukan antagonis yang mencolok. Di musim ini, sumber utama kepusingan Murdock adalah dua orang anti-hero yang memegang teguh antitesis dari keyakinan Murdock.

Salah satunya adalah Frank Castle, atau yang lebih dikenal dengan nama Punisher. Punisher memiliki pendekatan yang secara fundamental berbeda terhadap Daredevil. Sama seperti Daredevil, Punisher juga mengejar kriminal, tetapi ia tidak menangkap mereka. Punisher melakukan hal yang lebih jauh, yaitu membunuh. Kedua karakter ini sama-sama menangani kejahatan, bahkan target mereka pun seringkali sama. Namun, cara mereka berdua dalam memandang keadilan dan moral benar-benar berbeda.

Secara garis besar, benturan dua pendekatan ini merupakan contoh yang jelas dari debat antara deontolog dan konsekuensialis. Murdock adalah seorang deontolog. Semua kode moral yang ia miliki diturunkan dari first principle. Castle adalah seorang konsekuensialis. Ia menganggap tujuan yang ia capai dapat menjustifikasi cara yang ia tempuh. 

Percakapan menarik antara Daredevil dan Punisher di bawah ini menunjukkan cara yang menarik untuk memperkenalkan debat konsekuensialis-deontolog:

Daredevil : "Aku tidak membunuh siapa pun."
Punisher : “Itukah sebabnya kamu berpikir kamu lebih baik dariku?”
Daredevil : “Tidak peduli apa yang kupikirkan atau siapa aku. Membunuh itu salah.”
Punisher : "Ayolah, kau percaya itu?"
Daredevil : "Hidup dan mati seseorang bukan keputusanku, dan juga bukan keputusanmu."
Punisher: “Kau tahu apa yang aku pikirkan tentangmu? Menurutku, perbuatanmu setengah-setengah. Kamu adalah orang yang tidak dapat menyelesaikan urusanmu. Menurutku kamu adalah seorang pengecut. Jauh di dalam lubuk hatimu kau tahu, hanya butuh satu hari yang buruk bagimu untuk menjadi diriku.”

Daredevil dalam dialog di atas menegaskan bahwa manusia tak berhak menentukan hak hidup manusia lain, sehingga pembunuhan secara sengaja adalah selalu salah. Di sisi lain, Punisher  menganggap prinsip Daredevil menghalangi Daredevil dari tujuannya. Punisher pun menganggap bahwa cara yang ia gunakan jauh lebih efisien untuk mencapai tujuan tersebut.

Punisher : “Menurutku orang-orang yang kubunuh perlu dibunuh.”
Daredevil : "Kau menggantung orang-orang di kait daging!"
Punisher : “Itu pun terlalu halus, menurutku.”
Daredevil : "Kamu menembaki rumah sakit"
Punisher : "Ya, dan tidak ada orang tak bersalah yang terluka."
Daredevil : "Oh, ya? Bagaimana denganmu, Frank? Bagaimana jika seseorang berpikir kamu bersalah?"

Dalam lanjutan dialog di atas, Daredevil mulai menegaskan poin argumennya, yaitu bahwa pendekatan Punisher kepada tersangka kriminal bisa saja dilakukan oleh orang lain kepada Punisher.

Punisher: "Terus, apa yang kamu lakukan? Apa? Kamu bertingkah seperti di taman bermain. Kamu memukuli para tukang bully, kamu jebloskan mereka ke penjara, lalu kau dianggap pahlawan, kan? Lalu sebulan, seminggu, atau bahkan sehari kemudian, mereka bebas dan mengulang hal yang sama!"

Inilah yang menjadi dasar pendekatan Punisher, yaitu bahwa konsekuensi hukum yang dijunjung tinggi oleh Daredevil terlalu lemah. Ia menganggap orang jahat akan tetap jahat, tidak ada redemption atau penebusan yang bisa mereka lalui.

Punisher : "Aku berhasil melakukan satu hal yang tidak bisa kau lakukan. Kau pukul mereka dan mereka bangun lagi. Kupukul mereka dan mereka tidur selamanya!”
Daredevil : “Bagaimana dengan harapan, Frank?”
Punisher : “Oh, sial.”
Daredevil : “Ayolah, Frank. Aku juga hidup di dunia nyata, dan aku telah melihatnya.”
Punisher : "Apa yang kamu lihat?”
Daredevil : “Penebusan, Frank. Penebusan itu nyata dan mungkin. Orang yang kamu bunuh berhak mendapat kesempatan lagi.”
Punisher : “Kesempatan untuk apa? Untuk membunuh lagi? Untuk Memerkosa lagi? Itukah yang kamu inginkan?”
Daredevil : “Bukan, Frank. Untuk mencoba lagi, Frank. Untuk mencoba.”

Bagi sebagian besar penonton yang memiliki pesimisme yang sama terhadap hukum dan keadilan, ideologi Punisher sangat menarik simpati. Punisher terlihat sebagai alternatif yang tegas dari hukum yang dianggap telah busuk, korup, dan tak berguna lagi. Namun, pandangan Punisher sebenarnya kontraproduktif.

Metode Punisher bisa dibilang berantakan. Baku tembak dan balasan dengan kekerasan yang dia lakukan berisiko bagi orang-orang di sekitar dan nyawa orang yang tidak bersalah. Di dunia nyata, tindakannya akan memperburuk situasi dan menimbulkan lebih banyak korban. Pendekatan agresif Castle bisa jadi malah mendorong para kriminal untuk merespons dengan tingkat kekerasan yang sama, sehingga menyebabkan kekerasan yang lebih besar dan kerusakan kolateral.

Cara Punisher beroperasi juga didasarkan pada kode moral subjektif. Seperti yang telah disanggah oleh Murdock, siapa yang berhak memutuskan siapa yang pantas mati? Tindakan serampangan Punisher bisa juga dimotivasi oleh kemarahan atau peristiwa tragis, seperti ketika ia memburu pembunuh keluarganya. Hal ini dapat menyebabkan dia membunuh orang-orang yang belum tentu pantas dibunuh—itu pun kalau ada orang yang pantas dibunuh.

Dengan begitu, tindakan Punisher akan menebarkan ketakutan dan ketidakpercayaan pada otoritas. Masyarakat akan mulai mempertanyakan perlunya penegakan hukum jika seorang main hakim sendiri dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih final. Akibatnya, tatanan sosial akan hancur karena dianggap tak berguna lagi. Misi Punisher, yaitu menciptakan masyarakat yang lebih damai dan tertib dengan menanamkan ketakutan pada kriminal, justru gagal total karena masyarakat malah kehilangan kepercayaan pada sistem sosial itu sendiri.

Pendekatan Daredevil merepresentasikan kepercayaan dan harapan akan adanya masa depan yang lebih baik. Ia percaya pada potensi penebusan dan kekuatan hukum. Kontras dengan Punisher, yang metodenya bersifat destruktif dan berpotensi menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi. Meskipun kemarahan Punisher terhadap dunia kriminal dapat dimengerti, cara dia menghadapinya pada akhirnya berbahaya dan tercela secara moral. Dalam hal ini, Deontologi Daredevil unggul.

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.