Filosof sebagai ‘being in the world’ memiliki keotentikan dalam pengalaman atas keberadaannya. Tersebut filosof Perancis-Yahudi, Alain Finkielkraut yang terintimidasi secara fisik oleh para Gilet Jaunes anti-semitik pada aksi protes di Paris, 16 Februari lalu. Di lain waktu makam Immanuel Kant dirusak pada akhir 2018 sebagai sikap penolakan penggunaan namanya untuk nama bandara di Kaliningrad yang awalnya bernama Khrabovo Airport. Di waktu yang sama pada bagian dunia yang berbeda terdapat beberapa filosof yang mungkin sedang membangun keotentikan sembari berkeliling desa dengan hewan peliharaannya, membuat teh hangat, mengusap debu di tumpukan jurnal, atau duduk di ruang kerja sambil merenungkan beban yang ditumpangkan padanya. Filosof berada di dunia multiposibilitas seperti manusia pada umumnya, namun perbedaan antara keduanya adalah beban moral dan profesional atas predikat: filosof.
Media massa atau khalayak umum akan mempredikasi seorang filosof berdasarkan karya dan keberjarakannya, baik atas distansi geografis maupun usia, sebagaimana psikolog muda William James yang pada masa tuanya digambarkan media sebagai filosof. Sebagian cendikia juga disebut sebagai filosof karena bincang logika di siaran publik, mengajar di kelas filsafat, bersilat kata di media sosial atau menganalisis perilaku sosial di belakang subjek. Sementara itu sebagian orang disebut filosof karena sakit dan berkekurangan demi mempertahankan tesisnya seperti Marx, atau meredam kemarahan demi objektivitas magnum opusnya seperti Arendt. Idealisasi atas filosof dan keunikan pengalaman mereka yang ter-predikat filosof merujuk pada pertanyaan: siapakah filosof?
Secara umum tidak ada yang berbeda antara para filosof dan anggota masyarakat lain. Sama seperti mikrobiologis atau pegawai kebersihan taman kota, filosof tidak lebih dari mereka yang bekerja sesuai keahliannya, yang dalam hal ini adalah kemampuan mengerahkan arche dan terkadang techne. Filosof tergolong dalam kingdom animalia dan spesies homo sapien namun fakultasi seorang filosof adalah aktivitas kerja yang bertitik pada kegiatan diskursif, kemampuan reflektif radikal, dan pengamatan substansial atas realitas. Alain Badiou menambahkan syarat ‘sikap untuk berjarak dari kuasa’ bagi filsafat dan dengan demikian juga berlaku bagi para filosof. Tuntutan bagi filosof adalah mengakumulasikan pengetahuan dan mengembalikan manusia pada naturanya. Ia bertugas membangkitkan kembali nalar rasional dan jiwa murni baik bagi dirinya maupun orang lain di hadapan pilihan-pilihan sebagai kekhususan manusia. Semua orang dapat menjadi filosof bagi dirinya sendiri sebagaimana seorang filosof praktis-organik mendapat pemahaman dari dan untuk hidupnya, namun para ter-predikat filosof adalah mereka yang diharap menghadirkan lagi kebenaran demi mengembalikan kesadaran manusia atas posisi mereka dalam dunia.
Pendiri LSF Discourse dan saat ini menjadi penasihat lembaga. Pimpinan Redaksi lsfdiscourse.org dan penerbit Discourse Book. Mengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.
- 29/03/2018
- 30/03/2018
- 08/09/2020
- 24/09/2020