fbpx

Filsafat Politik Agustinus

Kota Tuhan ini, terdiri dari manusia yang terpilih, namun tidak banyak. Hanya sebagian yang dapat dilihat secara nyata, yaitu di dalam Gereja, mungkin mereka ada di antara wakil-wakil Tuhan di dunia.
Filsafat Politik Agustinus
Pemuka agama | Dibuat menggunakan kecerdasan buatan

Santo Agustinus (354-430 M) filsuf abad pertengahan, awalnya bernama Aurelius Augustinus, adalah uskup Katolik di Hippo di Afrika utara. Ia adalah seorang ahli retorika lulusan Romawi yang terampil, seorang penulis yang produktif (yang menghasilkan lebih dari 110 karya selama periode 30 tahun), dan secara luas dianggap sebagai filsuf Kristen pertama. Menulis dari latar belakang dan sudut pandang yang unik sebagai pengamat masyarakat sebelum jatuhnya Kekaisaran Romawi, pandangan Agustinus mengenai filsafat politik dan sosial merupakan jembatan intelektual penting antara zaman kuno akhir dan dunia abad pertengahan yang sedang berkembang. Karena cakupan dan kuantitas karyanya, banyak sarjana menganggapnya sebagai filsuf Barat yang paling berpengaruh. Kesediaan Agustinus untuk bergulat dengan persoalan-persoalan politik dan sosial yang substantif tidak berarti bahwa pemaparan ide-idenya sudah dikemas dalam sebuah sistem yang sederhana—atau bahkan sebagai sebuah sistem. Sebaliknya, argumen-argumen politiknya tersebar di seluruh tulisannya yang sangat banyak, yang mencakup otobiografi, khotbah, eksposisi, komentar, surat, dan apologetika Kristen. Selain itu, konteks penanganan isu-isu politik dan sosial juga bervariasi.

Negara Allah Civiate Dei dan Negara Sekuler/Kota Civitas Terrena

Wakil dari filsuf politik di Dunia Barat pada saat nilai-nilai Kristiani masih meliputinya ialah Santo Agustinus dari Hippo (St. Augustine of Hippo) yang lahir pada tahun 354 M dan meninggal tahun 430 M. Menurut Augustine, manusia pada mulanya tidak memiliki ikatan sosial apapun; ia bebas. Walaupun ia bebas, ia memiliki rasa cinta akan kebaikan (love of good). Di tengah-tengah hidupnya, manusia lalu menemukan bahwa manusia yang lainnya pun punya rasa cinta akan kebaikan (love of good) yang serupa dengan yang ia miliki. Maka, mereka pun berhimpun dalam satu ikatan sosial atas dasar rasa cinta akan kebaikan yang dimiliki bersama- sama ini (love of a common good). Timbullah apa yang kemudian disebut sebagai masyarakat. Kata Agustinnus, masyarakat ialah assemblage of rational beings associated in a common agreement as to things it loves (kumpulan makhluk rasional yang terkait dalam kesepakatan mengenai hal-hal yang disukainya). Rasa cinta yang dimiliki manusia ini jugalah yang membentuk ikatan-ikatan sosial yang lain, seperti keluarga, karib-kerabat, tetangga dekat rumah, pertemanan, Negara dan juga agama.

Agustinus mendapat pengaruh dari Manicheisme (adalah sebuah aliran kepercayaan dualistik yang didasarkan pada ajaran-ajaran mani, Mani adalah pendiri agama Manikheisme yang hidup pada abad ketiga. Ia dilahirkan di desa Mardinu, di gurun Nahr Kuta, Babilonia Selatan pada 14 April 216. Mani tidak sekadar pendiri agama Manikheisme, ia juga seorang filsuf, astrolog, dan pelukis dari Persia. Filsafat Platonisme dan doktrin Kristen yang mempengaruhi pandangan dan ajarannya. Gagasan- gagasan politik Agustinus berpusat pada konsepnya tentang dua kota, negara Tuhan dan negara Duniawi, yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Gagasan politik St. Agustinus berpusat pada konsepnya tentang “dua kota”. Terdapat dua kategori manusia yang saling bercampur. Kategori pertama, yaitu kota duniawi (kota manusia). Manusia yang menghuni kota ini hidup mengikuti sifat lahiriah mereka, mencintai diri sendiri dan merendahkan Tuhan. Kebanyakan manusia masuk dalam kategori ini. Kategori kedua, kota surgawi (kota Tuhan). Manusia yang menempati kota ini adalah mereka yang merendahkan diri dan mencintai Tuhan serta hidup dengan roh.1

Manusia pada kategori pertama tidak mencintai Tuhan, hidup menurut dirinya sendiri, maka terkena kutukan: hidup dengan penuh masalah, penuh nafsu-nafsu, pertikaian, dan kekerasan. Perlulah suatu kekuatan eksternal (dibutuhkan negara) untuk mengatur kekacauan manusia itu. Dengan adanya kekuatan negara kekacauan dapat dikendalikan dan menikmati hidup duniawi tanpa adanya kekacauan. Pada tatanan kota surgawi, manusia yang hidup dengan mencintai Tuhan, penuh kedamaian, dan keadilan sejati hanya akan terwujud dengan suatu kebangkitan (tidak tahu kapan akan terpenuhi). Kota Tuhan ini, terdiri dari manusia yang terpilih, namun tidak banyak. Hanya sebagian yang dapat dilihat secara nyata, yaitu di dalam Gereja, mungkin mereka ada di antara wakil-wakil Tuhan di dunia. Kehidupan baik yang harmonis dan mandiri dapat dicapai dalam negara kota yang terorganisir dengan baik; dia memproyeksikan filosofi politiknya ke dalam sebuah drama kosmis dan seram yang berakhir pada takdir yang telah ditentukan.

Referensi

https://www.uu.nl/en/special-collections/the-treasury/manuscripts/augustines-de-civitate-dei

1 H. Williams, “Filsafat Politik Kant,” 2003.

Anggota Lingkar Studi Filsafat Discourse

Catatan

  1. H. Williams, “Filsafat Politik Kant,” 2003.

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content