fbpx

Ibnu Rusyd: Dialektika Akal dan Wahyu

Akal dan agama tidak bertentangan satu sama lain karena keduanya merupakan cara berbeda dalam menjelaskan sesuatu yang sama.
Puerta del Vino Alhambra karya Peter Bojthe
Puerta del Vino Alhambra karya Peter Bojthe

Ibnu Rusyd biasa dikenal Averroes di kalangan barat dan nama aslinya ialah Abu al walid Muhammad ibnu Ahmad Rusyd. Lahiran di Kordoba, Andalus (Spanyol), pada tahun 1126 M. Latar belakang Ibnu Rusyd sedari kecil mempunyai lingkungan keluarga yang intelektualnya begitu baik. Ayahnya seorang hakim dan mempunyai kakek dari ayah juga sebagai Hakim Agung di Kordoba. Oleh karena itu Ibnu Rusyd dikenal sebagai orang yang mempunyai minat keilmuan yang begitu tinggi. Meski tidak ada data yang begitu lengkap mengenai kehidupan awal dan belajarnya, namun melihat posisi keluarga serta karya yang telah ia ciptakan, dapat dilihat bahwa Ibnu Rusyd ialah orang yang cukup akrab dengan berbagai disiplin ilmu pada saat itu, seperti bahasa, hukum Islam, teologi, astronomi, kedokteran dan filsafat meskipun dipelajarinya secara otodidak.

Selang beberapa lamanya ia belajar, pada tahun 1159 M, Ibnu Rusyd dipanggil ke Seville oleh sang gubernur Abu Yaqub Yusuf untuk membantu reformasi pendidikan. Akan tetapi, menjelang tahun 1169 M, ketika terjadinya tragedi kebangkitan filsafat di Andalusia yang dipelopori oleh Khalifah Abu Yakub itu sendiri, Ibnu Rusyd kemudian dibawa dan diperkenalkan oleh Ibnu Tufail kepada khalifah. Pada pertemuan tersebut, Ibnu Rusyd kemudian diberikan tugas untuk memberikan komentar terhadap pemikiran Aristoteles. Tak lama kemudian, pada tahun 1169 M, Ibnu Rusyd dinaikkan dan diangkat menjadi Hakim di Seville. Peristiwa pengangkatan tersebut, agaknya dikarenakan Ibnu Rusyd mempunyai kedekatan khalifah di samping memang dalam kemampuannya sangat berpotensi dalam bidang hukum. Bidayah Al-Mujtahid (ditulis pada tahun 1168 M), yang menguraikan sebab musabab timbulnya perbedaan pendapat dalam hukum (fiqh) dan alasan alasannya dinilai sebagai karya terbaik dalam bidangnya.

Sumbangsih keilmuan dan karya Ibnu Rusyd

Secara historis keilmuan, Ibnu Rusyd ialah orang yang termasuk menguasai bidang filsafat, kedokteran serta teologi yang mungkin bisa disejajarkan dengan al-Farabi dan Ibnu Sina. Selain itu, Ibnu Rusyd setidaknya dari upaya inventarisasi yang telah dilakukan, diidentifikasi telah menciptakan berbagai karya yang meliputi: 78 buah judul buku, yang meliputi 28 buah dalam bidang filsafat, 20 buah dalam bidang kedokteran, 5 buah dalam teologi, 8 buah dalam hukum, 4 buah dalam astronomi, 2 buah dalam sastra dan 11 buah dalam ilmu lain yang semua karyanya itu ditulis dalam bahasa Arab. Dari semua itu, mungkin karya-karya tersebut secara garis besar diklasifikasikan dalam beberapa sub tema. Pertama, karya-karya logika, dalam bidang ini Ibnu Rusyd menulis uraiannya atas Organon milik Aristoteles secara lengkap yang meliputi Kategori, Hermeneutika, Analitika Prior, Analitika Posterior, Topika, Sofistika, Retorika, dan puisi. Secara lengkap, Ibnu Rusyd telah menuliskan uraian-uraian secara lengkap seluruh karya Aristoteles, kecuali buku Politics, dan masing-masing dalam penjelasannya diuraikan dalam perangkapan tiga bentuk, yakni uraian pendek (jami’), menengah (talkhis), dan panjang (tafsir).

Jasa yang teramat besar Ibnu Rusyd dalam bidang ini adalah pertama, bahwa ia mampu membersihkan beberapa tafsiran sebelumnya yang tidak terkait dengan kondisi sosial budaya Yunani untuk menjelaskan ke ranah interpretasi yang benar. Di samping itu, Ibnu Rusyd juga memberikan doktrin baru bahwa esensi logika bukan hanya sumber sains yang bicara benar atau salah seperti yang diyakini Al-Farabi melainkan harus berkaitan dengan realitas yang empiris. Dalam hal ini ditegaskan, logika bukanlah alat keilmuan yang berdiri sendiri akan tetapi harus berkaitan dengan persoalan empiris dan hanya berguna untuk menjelaskannya. Kedua, filsafat kealaman atau biasa yang kita sebut Fisika (thabiiyat). Ada banyak karya-karya Ibnu Rusyd yang mampu menjadikan pengaruh bagi perkembangan keilmuan Eropa. Antara lain, talkhish, Uraian fisika Aristoteles (al thabi’i li Aristhuthalis), uraian atas langit dan jagat raya Aristoteles (syarh kitab al sama wa al alam li aristhuthalis) dan uraian tentang eksistensi dan kerusakan menurut Aristoteles (talkhis kitab al kaun wa al fasad li aristhuthalis) dll. Ketiga, dalam karya-karya metafisikanya yang meliputi; uraian metafisika Aristoteles (Ba’ad al thabiah li aristhuthalis), ilmu jiwa (Maqalah fi ilm al nafs), uraian tentang jiwa karya Aristotelles (syarkh kitab al nafs li aristhu), Tentang intelek (maqalah fi al aql), hubungan intelek terpisah dengan manusia (maqalah fi ittishal al aql al mufarriq bi al ihsan), persoalan waktu (mas’alah fi al zaman), dll. Keempat, Ibnu Rusyd juga banyak menulis karya karyanya mengenai Teologi (ilm al kalam) di antaranya ialah, metode pembuktian dalam teologi agama (kitab al kasyf an manahij al adillah fi aqaid al millah), mempertemukan filsafat dan syariat (kitab Fashl al maqal fima bain al hikmah wa al syariah min al ittishal) dan yang paling populer ialah kerancuan buku tahafut Al Ghazali (Tahafut at tahafut). Kelima, ialah karya yang membahas tentang Hukum (fiqh).

Dalam bidang ini, Ibnu Rusyd menulis karyanya yang paling populer yaitu permulaan Mujtahid dan Puncak Muqtashid (kitab bidayah al mujtahid wa nihayah al muqtashid), Ringkasan Mustafa Al-Ghazali (Mukhtashar kitab al mustasfa li al ghazali). Dari kitab Al Bidayah ini menggambarkan dan menjelaskan poin perkembangan yang amat pesat sebagai penerapan metodologi Ushul fiqh sebagai hermeneutik maupun rujukan dasar kepada keseluruhan fondasi fiqh sunni. Di samping itu, pendekatan yang berbasis rasionalitas telah memberikan sebuah pengetahuan baru sebagaimana konsep maqashid al syariah kepada kalangan penganut mazhab Maliki dan Zhahiri yang minim akan bersentuhan dengan logika. Dan yang keenam adalah karya yang membahas seputar Astronomi. Dalam bidang ini ada beberapa karya yang telah dituliskan Ibnu Rusyd, yaitu; Uraian Meteorologi Aristoteles (Talkhish al atsar al alawiyah li aristhuthalis), Benda-benda langit (maqalah fi jirm al samawi), dan gerak langit (Maqalah fi harakah al falaq).

Dari semua itu, itulah karya utama Ibnu Rusyd dan mungkin mampu mempengaruhi bagi perkembangan keilmuan setelahnya. Dan di samping itu, saya pribadi menemukan titik poin yang bisa saya petakan mengenai Ibnu Rusyd dalam hal keilmuan lewat karya karyanya ; (1) Kemahirannya dalam hal penguraian dan menafsirkan pemikiran Aristoteles. (2) Kontribusinya pada bidang yurisprudensi (fiqh). (3) Sumbangannya yang cukup besar dalam hal Teologi.

Konsep wahyu dan akal adalah sumber pengetahuan

Kiranya kita akan lebih jauh membahas pentingnya memahami pemikiran Ibnu Rusyd mengenai pendefinisian ilmu sebagai pengenalan objektifikasi agama dan filsafat serta sebab dan prinsip-prinsip yang melingkupinya. Dalam kasus ini, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa   ada dua entitas pengetahuan yang melingkupi: objek-objek inderawi dan objek-objek rasional. Objek inderawi di sini diartikan bahwa benda-benda yang berdiri sendiri atau bentuk-bentuk yang lahir yang ditunjukkan secara sendirinya oleh benda tersebut, sedangkan objek rasional adalah substansi dari objek-objek inderawi, tak lain wujud esensi dan bentuk-bentuk yang diciptakannya. Dua macam bentuk ini, masing-masing melahirkan suatu disiplin ilmu yang mana keberadaannya mengharuskan disiplin keilmuan sesuai dengan objek kajiannya. Sebagaimana objek-objek inderawi tersebut melahirkan kedisiplinan ilmu fisika atau sains, sedangkan objek-objek rasional tersebut melahirkan filsafat. Dua aspek bentuk pengetahuan manusia (sains dan filsafat) yang pada akhirnya tidak bisa dilepaskan dalam bentuk objek satu kesatuan tersebut.

Secara tegas, Ibnu Rusyd menekankan bahwa melalui dua bentuk wujud objek itulah sumber dari segala pengetahuan manusia. Dalam artian, pernyataan itu dimaksudkan untuk memisahkan atau membedakan antara Ilmu Tuhan dengan Pengetahuan manusia. Dalam pemahaman Ibnu Rusyd, Pengetahuan manusia sangatlah jauh berbeda dibandingkan pengetahuan Tuhan, meskipun dua aspek tersebut sama-sama mempunyai kaitannya dengan objektivitas yang sama. Pengetahuan tersebut bisa berbeda karena perbedaannya terletak bahwa pengetahuan manusia didasarkan kepada pengamatan dan penelitian pada wujud objek, material maupun rasional, sehingga dalam kasus ini dianggap memiliki jarak temporal (Huduts), sementara pengetahuan tuhan justru sebaliknya, pengetahuan tuhan diartikan sebab atau penyebab dari munculnya segala wujud-wujud objek sehingga bersifat qadim.

Untuk membahas lebih lanjut, selain pengetahuan yang didasarkan atas realitas-realitas wujud. Ibnu Rusyd juga mendasari pengetahuan dalam konsep lain. Yaitu  Realitas wujud yang ada di alam semesta ini tidak semuanya dapat dengan mudah ditangkap oleh ketajaman rasio, rasio manusia itu sendiri mempunyai kelemahan-kelemahan serta keterbatasan. Misal; apakah kita menjamin keselamatan setelah kematian, atau semisal kita baik didunia apakah kita bisa menjamin keselamatan di akhirat? Dan apa ukurannya? Ibnu Rusyd mendapati unsur lain yang selain rasio dijelaskan dalam kitab manhaj-nya.

Sumber pengetahuan yang pada akhirnya dikonklusikan Ibnu Rusyd dalam dua macam: realitas wujud dan wahyu. Dalam wujud bentuk sumber ini melahirkan disiplin ilmu yang masing-masing berbeda. Realitas wujud melahirkan Ilmu dan filsafat, sedangkan wahyu melahirkan ilmu keagamaan. Kedua aspek pengetahuan tersebut tidak menimbulkan pertentangan menurutnya, melainkan selaras dan saling berkaitan, hal ini setidaknya dapat dilihat dari dua hal, pertama bisa ditandai dengan benar dan kedua bisa ditandai dengan mengajak kepada kebenaran.

Posisi hubungan antara wahyu dan rasio bagi Ibnu Rusyd ialah suatu hubungan yang saling mengandung keselarasan. Dilihat dari peran rasio dalam hal prosesi pemahaman akan wahyu seperti halnya prosesi pemahaman akan realitas. Sebagaimana rasio yang mempunyai cara kerja sebagai akses sarana untuk menggali ajaran serta prinsip prinsipnya lewat metode tafsir dan takwil. Sehingga dalam hal ini menimbulkan rasionalitas dalam ilmu keagamaan. Disisi lain, berbeda dengan rasionalitas sains dan filsafat, yang mana didasarkan atas prinsip-prinsip kausalitas alam, rasionalitas ilmu-ilmu agama didasarkan atas tujuan sang legislator yaitu untuk mendorong kepada kebenaran. Maksud dalam tujuan ini adalah bahwa syariat agama bisa sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam kausalitas semesta, yang mana demi terlaksananya tatanan kehidupan yang harmonis serta teratur. Doktrin dua bentuk sumber pengetahuan ini adalah upaya Ibnu Rusyd untuk mensintaksiskan antara wahyu dan rasio, serta wahyu dan filsafat.

Dari upaya Ibnu Rusyd menjembatani antara rasio dan wahyu serta agama dan filsafat, penulis dapat mengasumsikan bahwa upaya-upaya tersebut tak lain adalah sebuah proposisi yang disebabkan oleh perbedaan aktivitas antara agama dan akal yang keduanya tidak mempunyai relevansi satu sama lain. Oleh sebab itu, diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan tidak adanya saling mempengaruhi di antara keduanya. Di sisi lain, jika kita lebih mendalami isi dan makna agama lebih lanjut, kita akan menemukan refleksi filosofis dari ide-ide beragama yang pada akhirnya menyelaraskan antara keduanya.

Ibnu Rusyd berpendapat terkait dalam hal itu: akal dan agama tidak bertentangan satu sama lain karena keduanya merupakan cara berbeda dalam menjelaskan sesuatu yang sama. Akal merupakan pengungkapan yang cenderung demonstratif pada sebuah realitas, yang mana akal bertujuan untuk menguraikan dan mengungkapkan realitas dalam makna yang gamblang serta sempurna. Sementara, agama memberikan versi realitas yang sama persis dengan cara yang sangat berbeda agar supaya dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat beragama. Yang mana ditinjau dari segi kebenarannya yang masih berpijak di atas makna (meaning) dan pesan (message), yang diterjemahkan dalam bentuk bahasa yang mampu menyentuh ke berbagai sendi-sendi kehidupan masyarakat umum.

Referensi

Oliver Leaman, 2001, Pengantar Filsafat Islam: sebuah pendekatan tematis, Bandung: Mizan. 

Majid Fakhri, 2001. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung: Mizan.

A. Khudhori Sholeh, 2010. Upaya Ibnu Rusyd Mempertemukan Agama dan Filsafat. Jurnal: Studia Philosophyca et Theologhyca, Vol 10, No. 02.

Fengki Zainal

Mahasiswa Filsafat di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content