Oliver Leaman adalah seorang yang esensialisme. Para pemikir seperti Rene Descartes dan Immanuel Kant tidak melihat perkembangan pemikiran esensialisme. Dalam falsafatuna itu pula menunjukan bahwa sebenarnya pemikir Barat itu ada banyak hal yang bisa ditarik garis satu pemikir ke pemikir yang lain itulah sebenarnya yang menunjukkan esensialisme. Kemudian, esensialisme inilah dalam pengertian tradisi di kampus lalu esensi dalam tradisi pesantren atau filsafat itu ialah mahiyah. Esensi ini dalam teori gerak substansi adalah bahwa hal-hal yang fisik itu atau material itu senantiasa bergerak.
Leaman menarik garis filsafat Yunani, Murthada Muthahhari dan Mulla Sandra, hingga sejauh ini belum ada filsafat pasca Mulla Sandra. Tetapi kita tidak boleh menutup kemungkinan munculnya filsafat pasca Sandra yang disebut sebagai Neo-Sandria. Sementara itu, di Iran telah muncul satu hingga dua orang sebagai Neo-Sandria yang mungkin punya teori-teori yang bisa dikembangkan menjadi garis pemikiran baru. Hal itu sangatlah bagus sebab tidak boleh pemikiran kita terhenti pada Sandra artinya bahwa pemikiran senantiasa berkembang seiring kehidupan di alam materi ini yang senantiasa pula berubah-ubah.
Filsafat Islam tidak hanya diletakkan pada Ibnu Rusyd kemudian perdebatan dia dengan Al-Ghazali, namun ada pasca Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali yaitu Mulla Sandra. A.M. Safwan pernah panel dengan lulusan master filsafat dari Prancis bahwa filsafat itu Al-Ghazali. Perdebatan antara dua pemikir hebat Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali memperlihatkan dunia pemikiran yang murni filsafat dengan dunia pemikiran yang berkaitan dengan wahyu. Keresahan imam Al-Ghazali bahwa filsafat itu tidak murni sebagaimana yang ada di Yunani.
Ayatullah M.T. Mishbah Yazdi salah satu pemikir Islam yang berasal dari Iran. Ia meletakkan Yunani itu sebagai yang pertama kali secara kuat. Bahwa jika mengatakan filsafat maka The Real Philosophy itu ialah Yunani. Dengan demikian, apabila menempatkan posisi penting dalam tradisi filsafat itu tidak keluar dari bangunan filsafat awam. Maka filsafat Islam itu tidak melepaskan atau meningkatkan perkembangan filsafat Islam dari filsafat Yunani.
Filsafat Islam dengan segala polemik definisinya, akhirnya menemukan bentuk khasnya. Seperti disebutkan oleh pelbagai kalangan, pengkaji filsafat Islam. Oliver Leaman, Hendri Corbin, William C. Chittick, Seyyed Hossein Nasr, dll. Filsafat dalam Islam bermakna sama dengan hikmah. Sebuah sikap intelektual yang memadukan olah pikir, rasa dan imajinasi dalam payung Al-Quran dan Hadis. Hikmah (kearifan) tak hanya dalam arah konseptual melainkan lebih dari itu. Hikmah memiliki tujuan teoretis, yaitu kebenaran itu sendiri dan perilaku yang bersinergi dengan kebenaran yang diperoleh. Oleh karena itu, kearifan yang dimaksud dalam filsafat Islam tidak sekadar sifat teoretis, tetapi juga perilaku dan pola hidup sebagai aktualisasi dan cermin utuh pribadi seorang hakim (orang arif/bijak). Mungkin karena itulah Mulla Sandra menamai pemikirannya dengan “Filsafat Hikmah” al-Hikmah al-Muta’alliyah (hikmah tertinggi).