Dewasa ini umat manusia sedang menghadapi masalah besar yang tak kunjung selesai utamanya pandemi Covid-19 dan permasalahan lain seperti perubahan iklim, kekerasan seksual, hilangnya moralitas, dan krisis identitas. Terdapat pertanyaan yang mengkhawatirkan banyak orang: kepada siapa mereka akan mencari panduan untuk menghadapi zaman yang tidak pasti ini? Zaman di mana perkembangan teknologi dan globalisasi yang semakin pesat, seperti diketahui, sangat menentukan arah masyarakat modern. Manusia hari ini tak bisa lepas dari persoalan itu dan tak bisa sembunyi darinya, karena tempat persembunyian yang dahulu dianggap keramat atau dapat melindungi manusia seperti tradisi, norma sosial, dan bahkan agama ternyata tak bersih dari arus globalisasi. Akibat dari sosio-kultural yang tak direncanakan karena kemajuan teknologi, umat manusia telah dihadapkan dengan tantangan untuk tak hanya memperbaiki nasibnya, melainkan juga belajar mengendalikannya, tulis Jurgen Habermas dalam bukunya Teckhnick und Wissenschaft als Ideologie.
Kehadiran teknologi di masyarakat modern bukan semata-mata tak mempunyai dasar yang jelas. Pun globalisasi bukan juga semata-mata tercipta tanpa adanya suatu hal yang mengawalinya. Masyarakat industri dan kapitalisme, perdagangan bebas dan revolusi teknologi, kelaparan dan keterasingan, serta permasalahan masyarakat modern saat ini adalah proyeksi dari abad pencerahan. Abad ini merupakan perlawanan terhadap tradisi yang pendasarannya telah melalui filsafat Rene Descartes hingga Immanuel Kant, yang dimulai dengan renaisans, aufklarung, revolusi industri, sains positif, kolonialisme, imperialisme, dan tiba pada ekornya, ialah globalisasi.
Lalu ada beberapa pertanyaan yang timbul untuk memojokkan teknologi, apakah teknologi yang semakin canggih berhak dalam menentukan jatuh-bangunnya manusia modern? Apakah manusia rela dan bersedia untuk menyerahkan arah hidupnya menuju tatanan yang lebih baik kepada teknologi yang sifatnya instrumental serta strategis? Akan tetapi, pada dasarnya teknologi merupakan alat yang mampu memanusiakan manusia jika jatuh ke tangan yang tepat. Dan perkembangan teknologi turut serta dalam membentuk kebudayaan manusia untuk berhubungan dengan alam. Teknologi mulanya dikembangkan oleh masyarakat primitif sebagai keterampilan teknis yang turun temurun diwariskan, dan keterampilan tersebut dipelajari secara pragmatis sebagai sarana mempermudah manusia untuk bergaul dengan alam. Dari teknologi, manusia dapat mengelola alam dan di titik itu juga manusia membuat jarak dengan alam, apa yang ingin dipelajari manusia dari alam adalah soal bagaimana menggunakan alam agar sepenuhnya bisa menguasainya.
Manusia modern merasa bebas karena mereka dapat mengatakan atau menulis apa saja. Terdapat kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berkumpul tanpa ada batas. Namun, banyak manusia yang tidak memikirkan kembali hidupnya secara kritis dan malas yang hanya menggantungkan hidupnya pada teknologi. Sejauh teknologi memungkinkan kemajuan di bidang sosio-ekonomis, dengan mengisi perut, menggiurkan mata, meringankan dan mengurangi pekerjaan, sejauh itu pula sikap kritis manusia menciut. Kritik ditolelir dengan leluasa, tetapi dengan segera dilumpuhkan juga karena dijadikan barang konsumsi yang menarik dalam bentuk hiburan kultural atau sensasi. Terdapat privasi tetapi serentak juga privasi itu ditiadakan dengan televisi dan majalah-majalah bergambar. Terdapat waktu luang amat banyak bagi manusia dan hari-hari libur bertambah banyak dalam masyarakat industri yang sudah maju dan hari-hari kerja sangat diperpendek. Akan tetapi, waktu luang itu digunakan dan diberi tempat dalam proses konsumsi bagi kantor-kantor pariwisata, seperti industri pariwisata dan industri hobi. Setiap tahun semakin banyak orang pergi bertamasya ke luar negeri, pergi untuk berlibur, pergi untuk menenangkan pikiran di keramaian. Kondisi ini berlaku ketika mereka mempunyai kesan untuk bebas dalam memilih tempat pariwisata, pun kenyataannya mereka tidak berbuat lain daripada pergi ke tempat yang telah diarahkan oleh publisitas periklanan. Keterlemparan manusia menjadi fakta yang dominan dan yang paling brutal dalam kehidupan modern karena manusia modern mengalami krisis identitas. Tidak ada lagi manusia otentik seperti tokoh Musa dalam Fear and Trembling karya Kierkegaard dan tokoh Zarathustra dalam Thus Spoke Zarathustra karya Nietzsche.
Karena itu, mengembalikan kembali filsafat sebagai pembebas pemikiran manusia perlu dilakukan dalam zaman modern ini. Filsafat dapat menjadi sebagai pembebas dalam membimbing manusia untuk berpikir lebih kritis, lebih mendalam, dan lebih jauh dalam melihat sebuah kenyataan agar mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Secara historis, filsafat mampu membebaskan manusia dalam bayangan mitos di masa Yunani Kuno dan membebaskan manusia dalam bayangan dogmatis di Eropa. Maka dari itu, filsafat juga dapat membebaskan manusia dari keterkaitan manusia terhadap teknologi atau globalisasi di zaman modern ini. Dengan memasukkan filsafat dalam diri manusia, umat manusia dapat mengendalikan dan memperbaiki hidupnya demi tantangan arus globalisasi yang semakin pesat.
Menurut bahasa analoginya Louis Kattsoff, filsafat tidak membuat roti, namun filsafat dapat menyiapkan tungkunya, menyisihkan noda-noda dari tepungnya, menambah jumlah bumbunya secara layak, dan mengangkat roti itu dari tungkunya pada waktu yang tepat. Filsafat berperan untuk mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, dan menerbitkan serta mengatur semua itu di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa manusia kepada pemahaman, dan dari pemahaman tersebut manusia dibawa ke arah tindakan yang lebih layak.
Secara faktual kehidupan masyarakat modern sudah banyak mengalami berbagai kemajuan yang menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dapat melahirkan berbagai teknologi seba canggih. Teknologi dan pengetahuan sudah menjadi sendi bagi manusia modern. Istilah modernitas sendiri berasal dari kata modernus yang berarti baru, sekarang, atau saat ini. Kata ini muncul pertama kali pada abad ke-15 untuk memisahkan antara masa kedatangan agama Kristen dari pagan Romawi Kuno. Weber memahami modernisasi sebagai proses menyebarnya rasionalitas dalam setiap kehidupan manusia, rasionalitas mencakup tindakan tertentu, yakni keputusan dan pandangan dunia manusia modern. Modernitas sebagai Gerakan intelektual dalam sejarah kebudayaan Barat meyakini superioritas rasio merupakan kunci kemajuan masyarakat modern. Akan tetapi, tercipta ketakutan pada masyarakat modern akibat dari proyek modernisasi di abad pencerahan, ketakutan manusia bukan lagi bersandar pada iblis atau kiamat yang banyak disebutkan dalam kitab suci, melainkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan. Manusia modern telah mengembangkan peralatan teknik untuk meledakkan bumi jadi berkeping-keping, dari ketakutan itulah teknologi dan ilmu pengetahuan tampil sebagai fakta yang unik dalam zaman modern.
Filsafat dan modernitas
Filsafat secara bahasa berasal dari dua kata bahasa Yunani, ialah philos yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan, sedangkan secara harfiah filsafat memiliki arti cinta kebijaksanaan. Filsafat membahas tentang hakikat dari realitas dan keberadaan sesuatu yang ada secara kritis dan mendasar. Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius, kemampuan berpikir secara serius diperlukan oleh orang biasa. Mengetahui isi filsafat tidak perlu bagi setiap orang, tetapi manusia yang ingin turut serta dalam membangun dunia perlu mengetahui ajaran-ajaran filsafat.
Sebelum filsafat lahir, dunia manusia dikuasai oleh tradisi turun temurun dari ajaran kepercayaan dan agama. Yunani Kuno tempat para filsuf yang namanya masyhur seperti Thales, Socrates, Plato, Aristoteles yang awalnya masyarakat di sana hanya percaya pada mitos yang berkembang dan dianut secara turun temurun. Akan tetapi, dengan lahirnya filsafat sebagai awal runtuhnya mitos di Yunani Kuno yang mampu diterima oleh akal manusia, masyarakat Yunani Kuno mulai sedikit meninggalkan ajaran kepercayaan yang berlandas pada mitos yang belum tentu kebenarannya. Sama halnya di Romawi, tokoh seperti Zeno, Aurelius, Seneca mampu memberikan pemahaman filsafatnya kepada masyarakat dan diterima baik oleh masyarakat Romawi pada saat itu. Setelah memasuki periode abad pertengahan, manusia di Eropa kembali kepada kepercayaan yang dianutnya secara dogmatis, dan lebih parahnya tidak adanya kebebasan dalam hidupnya, Filsafat Modern yang digagas oleh Rene Descartes sebagai awal permulaan abad pencerahan mampu meruntuhkan dogma agama yang kuat di Eropa, sehingga ajaran filsafat memuncak pada abad itu.
Georg Hegel termasuk orang pertama yang mengangkat “modernitas” sebagai subjek tematik bagi filsafat dalam konsepsi filsafat sejarahnya, namun alih-alih memahaminya sebagai konstruksi yang jelas, Hegel mendefinisikan “modernitas” dengan kebaruan dan semangat zaman (Zeitgeis) sehingga menempatkan apa pun yang baru secara subjektif dengan sendirinya modern. Perubahan zaman telah mengantarkan filsafat ke konfigurasi dengan menunjukkan kemajuan sains modern yang menciptakan teknologi untuk mempermudah manusia dan mengarahkan manusia dalam menghadapi modernitas.
Modernitas adalah sebuah model yang tidak dapat mengambil dan meminjam nilai dari model sebelumnya, ia harus membangun normanya sendiri, modernitas menjadi babakan baru dalam sejarah yang paling aktual, dan karenanya sebuah program dan proyek itu harus dirumuskan serta dipertahankan. Anthony Giddens memahami modernitas sebagai keberhasilan meruntuhkan tiang peradaban tradisional, namun mempunyai bentuk konsekuensi yang berisiko dari adanya ancaman eksternal, yakni dunia globalisasi dan modernitas itu sendiri.
Permasalahan manusia modern
Karakteristik manusia modern memiliki potensi yang sangat besar dalam menciptakan teknologi serta mengembangkannya ilmu pengetahuan, tujuan dari penciptaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membahagiakan manusia itu sendiri. Namun, harapan itu justru melampaui batas penggunaannya, sehingga dapat menghancurkan peradaban manusia yang sudah lama telah dibangun olehnya. Akibat dari pengembangan IPTEK banyak menghasilkan manusia modern dengan karakteristik tersendiri serta menjadi pergolakan sejarah pengetahuan manusia yang menjadi isu fundamental bagi manusia modern. Teknologi pada abad modern mempunyai pengaruh yang terlihat jelas dan memiliki citra yang unggul, kepercayaan manusia modern kepada keistimewaan teknologi bersandar pada filsafat materialisme, individualisme, dan sekularisme. Filsafat tersebut mempengaruhi manusia untuk percaya pada keistimewaan teknologi atau citra unggul (idealisme).
Dalam kehidupan manusia modern terdapat kecenderungan yang selalu mendewakan atau menuhankan materi, sesuatu yang materialis dipercaya dapat membuat manusia mencapai kebahagiaan. Maka, dalam kehidupan abad modern banyak manusia yang berkiblat pada materialisme karena kesiapan dalam mengorbankan perasaan kemanusiaannya hanya untuk memperoleh keuntungan material yang banyak. Selain itu, kenyataan yang tak bisa ditampik keberadaannya adalah manusia modern yang telah maju selalu mempertahankan kepribadian dan kebebasan dirinya akibat penanaman sikap egosentris. Teknologi yang mampu membuat manusia memenuhi kebutuhannya menyebabkan timbulnya sikap egosentris dan individualisme, bahkan ke ranah ateisme, teknologi yang sangat pesat membawa kesadaran otonomi manusia yang percaya pada kemampuan dirinya, kepercayaan manusia dalam menganggap dirinya sebagai tuan atas dirinya, selalu mementingkan diri individunya saja. Dan yang terakhir adalah sekularisme, manusia menduniawikan sesuatu yang selama ini berkaitan dengan kerohanian atau pembebasan manusia modern dari belenggu ajaran agama dan metafisika yang selama ini mengatur nalarnya.
Ditambah lagi semakin derasnya arus globalisasi memberikan dampak bagi peran manusia yang semakin terdegradasi, peran manusia dalam dunia industri telah banyak digantikan oleh kemajuan IPTEK yang memiliki kecerdasan buatan. Hal ini mempengaruhi masalah bagi manusia modern akan dehumanisasi yang selalu menghantui manusia di abad modern karena dampak dari adanya teknologi yang semakin canggih.
Filsafat sebagai upaya pemecahan masalah manusia modern
Perkembangan filsafat ditandai dengan rencana manusia menghadapi problematik seputar alam, manusia, dan Tuhan, dan mampu melahirkan pengetahuan dan ilmu-ilmu besar seperti matematika, biologi, kimia, fisika, etika, dan metafisika yang menjadi fondasi dalam membentuk peradaban manusia. Filsafat memegang peranan besar melalui penerapannya di semua bidang kehidupan manusia, dan tak ada satu pun bidang dalam kehidupan manusia yang terlepas dari pengaruh filsafat.
Masalah utama manusia modern berakar dari kekacauan dalam pengetahuan mereka sendiri, seperti paham materialisme yang melampaui penggunaannya dan menjelma menjadi perspektif baru yang menjadi puncak krisis intelektual. Filsafat telah mempertemukan pendekatan multidisipliner yang amat diperlukan karena terdapat sedikit sekali kajian terhadap realitas yang bersifat multidimensional. Filsafat bukan hanya menggambarkan suatu tujuan, melainkan membantu manusia modern khususnya untuk mengambil keputusan tentang tujuan dan tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. Satu-satunya tugas filsafat adalah menunjukkan bahwa manusia harus memilih antara dua jenis pemikiran, filsafat menghadapi pemikiran sebagai pilihan dan pemikiran sebagai keputusan. Sebuah situasi filosofis terdapat dalam suatu momen ketika sebuah pilihan dijelaskan, pilihan eksistensi atau sebuah pilihan pikiran.
Salah satu filsuf Mazhab Frankfurt, yakni Herbert Marcuse dalam karyanya yang berjudul One-dimensional Man mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang menurut kodratnya menginginkan kebahagiaan dan berhak atas kebahagiaan. Namun, perwujudan kebahagiaan sama sekali tergantung pada pemuasan kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya, tetapi manusia modern tetap terhalang dalam merealisasikan kebutuhannya karena suasana represif atau menindas yang menandai masyarakat di mana ia hidup. Masyarakat modern yang sudah maju adalah masyarakat berdimensi satu, dan pemikiran yang dipraktikkan masyarakat modern adalah pemikiran yang berdimensi satu, karena itulah manusia modern hidup dalam masyarakat yang tidak mengenal oposisi atau alternatif. Cita-cita awal pencerahan, yakni kebebasan, tetapi kebebasan sendiri telah kehilangan arti kritisnya, pemikiran berdimensi satu secara sistematis disebarkan, sehingga manusia modern diindoktrinasi dengan slogan-slogan yang didiktekan begitu saja, unidimensionalitas meresap ke seluruh pemikiran zaman sekarang.
Untuk memperjuangkan suatu masyarakat baru, One-dimensional Man secara konkret ditunjukkan oleh dua hal, yakni perlu sedapat mungkin manusia mengurangi kekuasaan (the reduction of power) dan perlu manusia mengurangi perkembangan yang berlebih-lebihan (the reduction of overdevelopment). Ini antara lain berarti menolak kebutuhan-kebutuhan palsu yang secara artifisial dibangkitkan oleh sistem produksi modern dan meninggalkan semua usaha untuk semakin meningkatkan mutu kehidupan (the standard of living). Untuk memperjuangkan suatu masyarakat yang kualitatif, manusia harus memulai dengan mengurangi yang kuantitatif.
Dalam kehidupan modern, filsafat dapat dijadikan cara pandang kritis dan mandiri untuk penyeimbang adanya perkembangan teknologi agar terbuka pemikiran-pemikiran baru, dan jika cara pandang filsafat diterapkan dalam kehidupan modern akan dapat memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia modern. Menciptakan masyarakat yang kritis dan mandiri dalam kehidupan yang serba canggih perlu cara pandang filsafat untuk menciptakan kehidupan yang lebih maju. Filsafat juga dapat menjadi bahan renungan bagi manusia modern untuk membentuk karakter manusia yang harmonis menyesuaikan dirinya kepada perubahan zaman. Jika menilik filsafat Tao Te Ching atau Lao Tsu yang mengajarkan tentang cinta, kesederhanaan, dan kerendahan hati, ketika manusia modern menerapkannya dapat menjadikan kehidupannya tenang, demikian juga filsafat Stoisisme yang mengajarkan tentang cara menghadapi kehidupan yang dirasa sangat berguna dalam mengontrol emosi pada diri manusia.
Perubahan zaman telah mengantarkan filsafat ke konfigurasi dengan menunjukkan kemajuan sains modern yang menciptakan teknologi untuk mempermudah manusia dan mengarahkan manusia dalam menghadapi modernitas. Akibat dari perkembangan IPTEK banyak menghasilkan manusia modern dengan karakteristik tersendiri serta menjadi pergolakan sejarah pengetahuan manusia yang menjadi isu fundamental bagi manusia modern. Teknologi pada abad modern mempunyai pengaruh yang terlihat jelas dan memiliki citra unggul, kepercayaan manusia modern kepada keistimewaan teknologi bersandar pada filsafat materialisme, individualisme, dan sekularisme. Teknologi yang mampu membuat manusia memenuhi kebutuhannya menyebabkan timbulnya sikap egosentris dan individualisme, teknologi yang sangat pesat membawa kesadaran otonomi manusia yang percaya pada kemampuan dirinya, kepercayaan manusia dalam menganggap dirinya sebagai tuan atas dirinya, selalu mementingkan diri individunya saja. Hal ini mempengaruhi masalah bagi manusia modern akan dehumanisasi yang selalu menghantui manusia di abad modern karena dampak dari adanya teknologi yang semakin canggih.
Perkembangan filsafat ditandai dengan rencana manusia menghadapi problematik seputar alam, manusia, Tuhan, dan mampu melahirkan pengetahuan dan ilmu-ilmu besar seperti matematika, biologi, kimia, fisika, etika, dan metafisika yang menjadi fondasi dalam membentuk peradaban manusia. Filsafat memegang peranan besar melalui penerapannya di semua bidang kehidupan manusia, dan tak ada satu pun bidang dalam kehidupan manusia yang terlepas dari pengaruh filsafat. Masyarakat modern yang sudah maju adalah masyarakat berdimensi satu, dan pemikiran yang dipraktikkan masyarakat modern adalah pemikiran yang berdimensi satu, karena itulah manusia modern hidup dalam masyarakat yang tidak mengenal oposisi atau alternatif. Dalam kehidupan modern, filsafat dapat dijadikan cara pandang kritis dan mandiri untuk penyeimbang adanya perkembangan teknologi agar terbuka pemikiran-pemikiran baru, dan jika cara pandang filsafat diterapkan dalam kehidupan modern akan dapat memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia modern. Jika menilik filsafat Tao atau Lao Tsu yang mengajarkan tentang cinta, kesederhanaan, dan kerendahan hati, ketika manusia modern menerpakannya dapat menjadikan kehidupannya tenang, demikian juga filsafat stoisisme yang mengajarkan tentang cara menghadapi kehidupan yang dirasa sangat berguna dalam mengontrol emosi pada diri manusia.
Hery Prasetyo Laoli merupakan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
- Penulis ini tidak memiliki artikel lain.