Segenap penghormatan kepada Tan Malaka yang sudah memberikan jasa-jasa tak ternilai untuk bangsa kita semua, di mana dia berhasil memprediksi adanya kekurangan dalam suatu negara dalam hal yang paling inti yaitu fundamental berpikir strukturalis dan berdasarkan logika. Dan beliau juga berhasil dalam memprediksi bentuk negara kita yaitu bentuk pemerintahan Republik, dengan menuliskan satu buah buku dengan judul Indonesia Menuju Republik yang diterbitkan dalam pengasingan 20 tahun sebelum Indonesia merdeka.
Gagasan-gagasan di atas murni diprediksikan dengan tepat walau terkadang ada beberapa yang tidak tercapai, seperti menghilangkan “logika mistika” dalam masyarakat Indonesia yang sekarang masih parah kasusnya. Dan fakta lain yang lebih mengejutkan dari cerdik dan abstraknya pemikiran Tan Malaka, beliau adalah seorang Agen Intelijen yang tak pernah menempuh sekolah namun berhasil dalam banyak penyamarannya.
Penyamaran yang dilakukan Tan bukan untuk mencari data atau bukti akan suatu misi rahasia yang ia jalankan semata, namun dia mencari hal yang lebih penting saat itu, ialah nyawanya sendiri. Setelah diasingkan ke Belanda karena kemauannya sendiri pada 1922. Selama dua dasawarsa itulah Tan menemui petualangannya. Sampai di Belanda beliau mulai lebih aktif berorganisasi hingga mengikuti Kongres Komintern Dunia Keempat di Moskow, dengan membawa gagasan agar komunisme digabungkan dengan ideologi Pan-Islamisme. Sayang usulan itu ditolak oleh banyak pihak.
Selesai mengarungi jazirah Eropa dan mungkin sudah bosan akan dinginnya musim di sana, Tan mulai pindah ke Canton, tapi tak beberapa lama tinggal di sana dia mulai sakit. Karena pemerintah Hindia Belanda memberikan syarat yang berat saat itu, Tan Malaka pun dengan terpaksa harus pergi ke Manila, Filipina.
Hingga di Manila, di bawah penyamarannya ia bernama Elias Fuentes, karena wajah dan rupanya sama dengan orang Filipina maka ia lolos dari pemeriksaan. Di sana dia bekerja sebagai wartawan di El Debate. Dan dalam setahun, dia sudah menguasai bahasa Tagalog. Frustasi melihat PKI yang kian melemah, membuat Tan dan kedua teman seperjuangannya pergi diam-diam ke Bangkok untuk mempelajari “kekalahan” PKI, yang berakhir mengkritik partai lamanya itu dan mendirikan partai PRI (Partai Republik Indonesia) walau partainya tak pernah menjadi organisasi yang besar.
Agustus 1927, kembali dari Bangkok menuju Manila, dengan nama samaran Ossorio. Naas, kini pertama kali Tan merasakan dinginnya sel tahanan, hal yang ia paling sesali bukan menjadi orang gila yang mondar mandir negara orang lain demi memperjuangkan sebuah partai yang kini sudah rapuh, dia lebih sedih karena tidak bisa membaca buku di dalam penjara. Satu tahun di kurung dia dibawa ke kota Amoy untuk diserahkan kepada polisi internasional agar dipindahkan ke kamp konsentrasi Boven-Digoel, tak mau menghabiskan hidupnya tanpa bisa meneriakkan gagasan-gagasannya di atas kertas. Dengan lihai melarikan diri ke Shanghai.
Di Shanghai, Tan atau Tan Hong Sen berakhir menjadi guru bahasa Inggris di suatu sekolah elit pada masa itu, dan sekarang dia sudah mahir berbahasa Tionghoa walau tidak bisa membaca atau menulis aksara China. Di sini dirinya juga membuka kursus Bahasa Inggris yang membuat dirinya semakin lebih kaya, setidaknya bisa memperkaya pikirannya sendiri setelah bertahun-tahun hidup sebagai musafir ilegal di tanah orang.
Pada akhirnya Tan Malaka bisa menguasai delapan bahasa yaitu, Minang, Indonesia, Belanda, Rusia, Jerman, Mandarin dan Tagalog, memiliki 5 nama samaran, dan menerbitkan enam buku yang fenomenal sekaligus fundamental bagi pembaca-pembaca yang tertarik dengan dasarnya memainkan suatu negara, dengan mengubah persepsi-persepsi masyarakatnya terlebih dahulu. Gagasan kontroversial Tan Malaka adalah jika bangsa Indonesia masih terkungkung “logika mistika” maka tak ada harapan untuk Indonesia menjadi bangsa yang maju dan merdeka.
Walaupun condong berhaluan Materialisme-Engels, ia tak ada kaitannya dengan Marxisme-Leninisme, Tan Malaka bahkan pernah menulis di dalam Madilog “Tetapi janganlah pula kita sesat karena mengunggulkan dan menunggalkan logika itu dengan tidak mengenal batas dan kelemahannya.” Karena tugas dari Tan sangat sederhana yaitu hanya ingin mencerdaskan kehidupan bangsa.
Referensi
Nugraha, 2022, Aneka Nama Samaran dan Identitas Tan Malaka, Manado : Pikiran Rakyat
Mukhaer, 2021, Tan Malaka dan Ragam Nama Palsunya Untuk Mengelabui Penjajah, Jakarta : National Geographic Grid https://nationalgeographic.grid.id/read/132723957/tan-malaka-dan-ragam-nama-palsunya-untuk-mengelabui-penjajah?page=all
Julan, 2018, Inilah Kisah Tan Malak Palsu Yang Sempat Ditangkap Di Mojokerto, Jakarta : Sindo