Dehumanisasi
Paksaan pada pola hidup kekinian membuat kita harus mengakui kemunculan banyak akibat. Akibat tersebut tidak selalu menguntungkan, justru lebih banyak merugikan. Gempuran oleh perkembangan gaya hidup yang selalu berkembang dan merambat secara global itu membuat ancaman pada hilangnya kearifan budaya lokal. Teknologi memberikan kemudahan hidup tetapi kadang rentan mengarah ke dehumanisasi, ialah cara hidup manusia yang tidak manusiawi lagi.
Keprihatinan banyak tokoh terhadap dehumanisasi adalah hal itu membuat manusia banyak kehilangan jati dirinya sendiri sebagai manusia. Eksistensi kehidupan manusia hari ini secara mental banyak menghadirkan dislokasi kejiwaan, disorientasi (kehilangan pegangan karena runtuhnya nilai-nilai lama), juga deprivatisasi relatif (perasaan tersingkir dan terasing dalam bidang kehidupan tertentu).
Menurut Erich Fromm, sifat umum masyarakat kekinian adalah “alienasi”. Setiap sudut kehidupan manusia hamper modern dan terasingkan. Contohnya hubungannya dengan pekerjaannya, dengan benda-benda yang digunakan dan konsumsi, dengan negara, hingga dengan sesama manusia dan dirinya sendiri. Yang lebih gilanya lagi manusia mengonstruksikan mesin sosial budaya ekonomi politik yang sangat canggih dan rumit menggunakan berbagai macam teori ilmiah, dan pada akhirnya membuat manusia itu sendiri menjadi budak oleh mesin yang ia ciptakan sendiri.
Seyyed Hossein Nasr juga menyoroti gaya hidup manusia kekinian, yang manusia itu sendiri terjebak dalam perangkap ciptaannya sendiri. Yang disebut saintisme, kritisisme, subjektivisme,relativisme, psikologisme, dan biologisme. Manusia tidak lagi bisa mengembangkan fitrahnya lagi karena sudah ketergantungan oleh teknologi yang sangat canggih yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Manusia dengan akal dan budi yang dimiliki seharusnya hidup dengan pikiran serta cinta yang tertuju pada kebijaksanaan, tetapi manusia kini justru sebaliknya, memilih untuk hidup dengan membenci kebijaksanaan. Artinya manusia mempercayai paradigma mencapai kebahagian itu dari luar diri bukan di dalam diri manusia itu sendiri. Manusia dengan paradigma seperti ini lebih yakin menyelesaikan persoalan dengan cara sendiri tanpa bantuan unsur apapun bahkan Sang Pencipta.
Alienasi
Sebagai kebalikannya, kesadaraan terhadap spiritualitas dalam kehidupan manusia juga membuat manusia mengabaikan terhadap sisi kemanusiaanya yang lain. Mereka begitu sangat sungguh-sungguh dalam kehidupan spiritual yang dianggap paling utama dan yang terjadi adalah melupakan keutamaan hidup lainnya. Dan titik paling parah hidup spiritual bahkan membuat visi hilangnya diri dan tak lagi peduli pada keadaan duniawi.
Muhammad Iqbal adalah seorang filsuf muslim dari Pakistan, menyoroti para spiritual ekstrim ini sebagai manusia yang tidak peduli terhadap kehidupannya di dunia sebagai manusia. Menurut Iqbal, manusia tidak seharusnya membuat diri terserap kepada sang Ilahi tetapi justru sebaliknya manusia itu harus menyerap sang Ilahi ke dalam dirinya, lalu tampil dan berkarya.
Kesimpulannya, idealnya kehadirannya manusia di dunia ini, dengan semua kebutuhan dan fasilitas yang diberikan sang Ilahi, membuat manusia memiliki dua tanggung jawab yaitu menjadi khalifah atau manusia dan menjadi abdul atau hamba. Yang artinya manusia menjadi sosok yang spiritual tetapi juga menjadi manusia itu sendiri yang bisa memajukan peradaban duniawi yang menyesuaikan kebutuhan bukan berdasarkan ego karena seimbang antara spiritual dan duniawi.
Tentang Penulis Buku
Fahruddin Faiz lahir di Mojokerto pada 16 Agustus 1975. Dia meraih S-1 dari Jurusan Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998), S-2 dari Jurusan Agama dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2001), dan S-3 dari Jurusan Studi Islam UIN Sunan Kalijaga (2014).
Selain menjadi dosen dan wakil dekan di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, penerima Short-Course on Research-Management NTU Singapura (2006) dan Short-Course on Islamic-Philosophy. ICIS (International Center for Islamic Studies). Qom, Iran (2007) ini juga merupakan seorang penulis yang cukup aktif. Beberapa karyanya antara lain: Hermeneutika Qur’ani antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multikultural, Transfigurasi Manusia (Terjemahan). Perempuan dalam Agama-Agama Dunia (Terjemahan). Bertuhan ala Filsuf (Terjemahan), Aku Bertanya Maka Aku Ada, Handbook of Broken Heart (Risalah Patah Hati), Filosof Juga Manusia, Sebelum Filsafat, Memaknai Kembali Sunan Kalijaga. Dunia Cinta Filosofis Kahlil Gibran, dan beberapa judul buku lain. Dia juga masih aktif memberikan ceramah keagamaan. khususnya bertema filsafat ke sepenjuru Nusantara.