Pasca era reformasi di Indonesia, lars hitam dan jas berkerah putih mengalami peyorasi makna sebagai pihak yang mendominasi kekuasaan serta menjadi otoritas tak tergoyahkan. Reduksi makna tersebut dibantah oleh Pierre Bourdieu. Sebagai salah seorang filosof pasca-strukturalisme Perancis, Bordieu percaya bahwa potensi dominasi tidak semata ada di ranah politik. Sejarah dominasi dimulai dari munculnya pembagian lahan, kontrak perkawinan serta indoktrinasi fanatisme massa. Seiring laju teknologi, dominasi berkembang melalui sikap keseharian maupun konten informasi/media. Hal itu menandakan bahwa kapitalisme tak lagi bergerak di antara pabrik dan kaum pekerja, melainkan juga pada hubungan antar manusia hingga pilihan estetis.

Selera, bagi Bourdieu adalah salah satu petunjuk bahwa kuasa tak lagi berwujud modal ekonomi. Selera dan pilihan seseorang dapat menentukan kelas sosial bahkan merujuk pada sikap ideologis tertentu. Contohnya pada tahun 2017 seorang desainer menjadi tenar di kalangan atas Eropa karena merancang tas eksotik dari kurungan ternak, hingga seorang yang mampu membeli tas tersebut senilai ribuan Europe dapat pula meningkatkan dominasi dalam kelompoknya. Dalam hal ini, produsen dan konsumen berperilaku atas dorongan peningkatan dominasi. Hal yang membuktikan pernyataan Bourdieu bahwa selera tidaklah netral.

Dalam bidang ekonomi dikenal istilah modal yang berasal dari kata “moda” atau cara, yang bermakna potensi untuk merubah atau mempengaruhi suatu hal. Dalam pendekatan Bourdieu, moda memiliki sifat likuid atau mudah menyesuaikan diri dengan kepentingan, misalnya untuk menyatakan dominasi atau menandakan eksistensi. Dominasi yang terletak dalam ranah intelektual menunjuk ketepatan teori Foucault mengenai kuasa wacana di mana pengendalian pengetahuan mampu menentukan perilaku massa. Sementara ketika dominasi terletak dalam ranah politik, maka moda terletak pada kemampuan otoritas dalam menggerakkan emosi massa. Demikian peperangan dominasi saat merupakan pertaruhan nilai kuasa yang heterogen, bukan lagi dalam bentuk alat tukar dan kekuatan fisik.

Pendiri LSF Discourse dan saat ini menjadi penasihat lembaga. Pimpinan Redaksi lsfdiscourse.org dan penerbit Discourse Book. Mengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Skip to content