fbpx

Perjalanan panjang. Ia mengembalikan ingatan pada kelelahan fisik, lamunan tanpa alur, hingga ruang-ruang jiwa sunyi tak terkenali. Cepatnya barisan pohon dan pemukiman bergerak membuat lupa bahwa kitalah yang berpindah. Waktu seakan terhenti. Diamnya waktu dalam rangkaian perpindahan ruang mengaburkan sekat-sekat batin, mengendapkan ego ke dalam pintasan cahaya yang menelusuri jalur-jalur rekaan menuju kampung halaman abadi tak bernama. Seperti Camus yang sekian lama duduk di kereta, terpuruk bosan membaca berita yang sudah lewat, mencoba melayangkan berbagai ide sambil menanti berhentinya kereta yang membawanya entah ke Paris atau Aljir.

Melalui tokoh Mersault dalam novel Mati Bahagia, Camus menyatakan diri di belantara dunia yang letih dan luka. Tiap orang punya keinginan, melakukan usaha, atau masih dalam “kebingungan universal”. Dalam dunia Mersault ada pilihan, kekacauan, harapan, dan kekosongan. Di dunia yang sama, Mersault menemukan diri dalam keraguan. Sampai pada titik ia harus melakukan perjalanan pulang dan berkompromi dengan dua malam keheningan dalam bilik kereta. Ia punya waktu untuk diam sejenak, mengidentifikasi diri dan segala hal, lalu diam kembali. Dalam sunyi tanpa teman, ia hanya bisa berkenalan dan bicara dengan dirinya, menentukan apa yang harus dan mungkin dilakukan. Dalam kesendirian, Mersault menemukan kawan di dalam diri.

Camus ingin memberi tahu kita jalan untuk hidup di tengah dunia yang gemuruh. Seperti Mersault, untuk hidup kita perlu memahami keberadaan diri. Sebagaimana pandangan para eksistensialis yang menyatakan bahwa salah satu mode hidup adalah mencari being-in-it-self atau menjadi-ada-dalam-dirinya. Rekan satu kedai Camus, Sartre dalam No Exit menulis, “Banyak penjelasan telah terungkap namun tidak satupun​ yang menjelaskan bagaimana cara untuk hidup.” Pernyataan ini dilengkapi Camus, bahwa untuk hidup manusia perlu waktu mengenali diri. Kesendirian bukan berarti kosong. Ia membuka ruang pertemuan bagi manusia dengan dirinya. Perjalanan-perjalanan panjang dalam kereta batin sunyi diperlukan manusia menuju perjumpaan dengan diri sendiri.

Pendiri LSF Discourse dan saat ini menjadi penasihat lembaga. Pimpinan Redaksi lsfdiscourse.org dan penerbit Discourse Book. Mengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content