fbpx

Genderuwo, Leak, dan Pengetahuan Kita

astralprojection-guide.com

Dalam keseharian, kita sering menjumpai orang-orang yang menceritakan pengalaman mistik pribadi mereka maupun menceritakan pengalaman mistik orang lain. Terkadang dengan ekspresi bertutur yang sangat meyakinkan, sehingga mengakibatkan perhatian dan rasa penarasan pendengar bergejolak. Cerita tentang pengalaman mistik menjadi tema asyik yang mengulik rasa penasaran. Misalkan, si A menceritakan pengalamannya melihat hantu kepada si B. Lalu si B akan menceritakan cerita si A ke si C, dan begitu seterusnya.

Apabila ditelisik lebih jauh, fenomena ini serupa permainan anak. Saya tidak tahu nama pasti permainan tersebut  namun demikian metode bermainnya: para pemain diatur hingga membentuk barisan ke belakang, di mana setiap pemain menatap punggung pemain di hadapannya (kecuali pemain urutan paling depan). Di depan barisan pemain tersebut ada seorang instruktor yang akan menuliskan sebuah kalimat di sebuah kertas. Lalu kertas itu akan ditunjukkan pertama kali pada pemain urutan paling awal. Pemain urutan paling awal tersebut harus membaca kalimat yang ditunjukan dan segera menghafalkannya. Setelah ia berhasil menghafalnya, ia mesti menyalin kalimat tersebut ke pemain urutan kedua dan pemain urutan kedua membisikan ke pemain ketiga, dan seterusnya. Setelah proses menyalin kalimat ke setiap baris hingga urutan pemain paling akhir selesai, si instruktor akan meminta para pemain menyebutkan atau menulis kembali kalimat apa yang didengarnya. Tentu pembaca yang pernah memainkan permainan ini akan menemukan ketidaksesuaian antara kalimat yang disebutkan para pemain dengan kalimat yang dituliskan oleh instruktor.

Kasus pertama, andaikan Anda bertemu dengan kawan Anda bernama Asep. Asep berkata kepada Anda, “Anwar bercerita bahwa di rumahku ada genderuwo. Ia melihatnya sendiri!” Persoalannya ialah bagaimana kita tahu bahwa apa yang dikatakan Asep benar adanya, bahwa ada Anwar dan ada genderuwo. Kita dapat saja—dengan mudah—memverifikasi kebenaran dari yang diungkapkan oleh Asep dengan cara menemui Anwar dan apakah benar Anwar mengatakan kepada Asep bahwa di rumahnya ada genderuwo. Asumsikan kita sebagai pemain urutan kedua, Asep adalah pemain urutan pertama, dan Anwar adalah instruktor. Kita telah dapat membuktikan bahwa benar ada instruktor, yaitu Anwar. Namun, apakah benar ada genderuwo seperti yang dikatakan Anwar kepada Asep? Persoalannya menjadi rumit. Genderuwo dapat benar ada jika dan hanya jika ada sebuah X yang dirujuk oleh istilah “genderuwo”. Sebaliknya, jika tidak ada suatu X yang dirujuk oleh istilah “genderuwo” maka istilah “genderuwo” tidak memiliki makna sama sekali. Dengan demikian, jalan pertama yang perlu kita lalui yaitu penjernihan konsep dari istilah “genderuwo”. Baik antara Anwar dan Asep bisa saja memahami arti yang berlainan tentang genderuwo. Posisi Asep yang menawarkan konsep genderuwo berdiri di atas bangunan yang tidak ada pondasinya, sedangkan Anwar berdiri pada bangunan yang kokoh karena memiliki pengalaman melihat suatu X yang dieksplisitkan dengan istilah “genderuwo”.

Istilah “genderuwo” selalu membawa konsep tentang suatu X, di mana konsep suatu X berada dalam pikiran manusia. Gawatnya, kita tidak memiliki pengalaman apapun tentang genderuwo selain mendengarnya dari orang lain. Dengan demikian, kita perlu membuktikan bahwa apakah benar ada genderuwo di rumah Asep dengan melakukan pengamatan secara langsung (tentu dengan berbekal konsep genderuwonya Anwar). Jika dalam aktivitas observasi itu kita menemukan suatu X dinamakan “genderuwo” maka pengetahuan tentang genderuwo ada di rumah Asep benar bagiku. Perlu diperhatikan bahwa kasus ini tidak dalam konteks waktu yang sangat jauh. Artinya keberadaan genderuwo di rumah Asep menurut Anwar tidak berubah.

Selanjutnya pada kasus kedua, andaikan Asep mengatakan kepada kita: “Aku mendengar dari ayahku bahwa buyut dari buyutnya pernah bertarung dengan leak!”. Bagaimana cara membuktikan kebenaran dari ungkapan Asep tersebut? Kita bisa saja melakukan metode penjernihan konsep dan observasi seperti pada kasus pertama. Persoalannya muncul karena ayahnya Asep dan buyut dari buyut ayahnya Asep telah lama meninggal. Ini seperti permainan yang saya gambarkan di awal, di mana—dalam kasus ini—jumlah pemainnya lebih banyak dan setiap pemainnya berada pada waktu yang berbeda pula. Tidak sulit untuk mendapatkan kebenaran keberadaan para pemainnya dengan mencari masing-masing peristirahatannya. Letak kesulitannya adalah melacak konsep “leak” tersebut. Kita tidak punya cukup bukti selain dari apa yang berasal dari konsepsi si Asep. Konsep “leak” yang memiliki makna di masa lalu—dengan cara yang kasar—kita menariknya ke masa kini. Asep, karena telah lama mendengar cerita dari ayahnya, ia akan mengalami pengaburan ingatan terhadap konsep “leak”. Mustahil kita dapat mengetahui bahwa apa yang dikatakan Asep dapat kita pahami dan benar adanya, sejauh kita tidak memiliki pengalaman apa yang dikatakan Asep.

Apa yang dapat kita perhatikan dari dua kasus di atas yaitu tentang konsep, ingatan, dan pengetahuan universal. Dengan demikian, perlu ditelusuri lebih dalam lagi sentralitas konsep dan ingatan serta konsekuensinya terhadap pengetahuan universal. Konsep merupakan suatu gambaran dari kualitas objek dan relasinya dengan objek yang lain di dalam pikiran kita. Artinya, untuk konsep bermakna sama sekali, keberadaan objek di luar pikiran mesti ada. Dengan keberadaan objek di luar pikiran, maka pengetahuan dapat dimungkinkan. Apa pasal? Jika tidak ada objek di luar pikiran maka tidak ada relasi intensional, di mana pikiran mengarah pada sesuatu itu.

Di sisi lain, ingatan merupakan elemen penting dalam pengetahuan manusia. Ingatan selalu menjadi ingatan akan sesuatu (dalam hal ini, sesuatu adalah konsep itu sendiri). Ingatan berhubungan erat dengan waktu. Semakin berlalunya waktu, ingatan pada konsep tentang sesuatu dapat menjadi kabur, bahkan dapat berubah sama sekali. Ingatan tidak lain dari kemampuan pikiran untuk merekam konsep dari sesuatu.

Kedua kasus di atas menggambarkan bahwa kejelasan konsep dalam ingatan mengondisikan pengetahuan bagi manusia. Pencaharian yang dilakukan pada kasus pertama akan sia-sia jika konsep “genderuwo” tidak menunjukan adanya objek apapun yang dapat dialami (meskipun konsep itu diungkapkan oleh Anwar yang berada pada konteks ruang dan waktu yang sama dengan kita). Tetapi, perlu kita garisbawahi, kita tidak dapat mengatakan bahwa pengetahuan Anwar tentang genderuwo tidak benar, atau suatu X yang ditandai oleh istilah “genderuwo” pasti tidak ada. persoalannya jadi lebih rumit jika kita menegaskan genderuwo ada atau tidak ada. Karena apa yang dapat kita ketahui dengan pasti adalah sesuatu yang dapat kita alami berdasarkan bukti pengalaman (tentu saja pengalaman yang berdasarkan konteks ruang dan waktu tertentu). Dengan demikian, pernyataan “Ada genderuwo di rumah Asep” tidak benar bagiku pada saat ini. Di sisi lain, ia bisa benar menurut Anwar. Begitu pula pada kasus kedua, kita tidak dapat benar-benar mempercayai pada apa yang dikatakan Asep jika kita tidak dapat membuktikan keberadaan suatu X yang ditandai oleh konsep “leak” di waktu sekarang. Maka, konsep tersebut tidak bermakna sama sekali dalam konteks waktu saat ia mengatakannya. Konsep “leak” mungkin bisa benar di masa lampu dan bisa tidak.

Inilah sentralitas konsep dan ingatan dalam konsekuensinya pada pengetahuan universal. Pengetahuan universal adalah pengetahuan yang dapat dicapai oleh banyak orang sejauh memiliki conceptual framework yang sama dan berada pada konteks ruang dan waktu yang sama pula. Anwar memiliki konsep “genderuwo” karena ia memiliki pengalaman melihat suatu X yang ditandai oleh istilah “genderuwo”, sedangkan orang lain yang tidak memiliki pengalaman seperti pengalaman Anwar tentu tidak memiliki pengetahuan apapun tentang genderuwo; atau konsep genderuwo tidak berarti apa-apa bagi orang lain tersebut. Dengan demikian, pengetahuan universal bukan pengetahuan absolut tentang sesuatu. Pengetahuan universal adalah pengetahuan yang—bagi sebagian besar orang—dapat dipahami. Apa yang perlu dilakukan adalah penjernihan konsep dan membuktikan kebenaran konsep tersebut dengan pengalaman individual masing-masing.

Koordinator LSF Discourse. Konsen dalam kajian Logika dan Etika.

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content