fbpx

Ibnu Khaldun dan Masalah Filsafat yang Melingkupinya

Semua gaya pemikiran Ibnu Khaldun baik sebagai filsuf, ilmuwan maupun agamawan, terbentuk sebagai hasil dari kondisi sosial yang ada pada masanya.
Pertempuran Mohacs karya Jozef Brandt
Pertempuran Mohacs karya Jozef Brandt

Konsep-konsep utama filsafat pada dasarnya telah ada ribuan tahun sebelum tercatat secara historis. Para filsuf mempelajari aneka persoalan alam semesta, langit, bumi, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, mineral, dan lain sebagainya. Mereka adalah kelompok orang-orang yang di zaman sekarang disebut saintis. Penyamaan istilah antara filsuf dan saintis disebabkan karena waktu itu belum dikenal pemisahan dan pembedaan sempit seperti yang dikenal saat ini antara filsafat dan sains; antara filsuf dan saintis; antara ahli biologi dan geologi; antara ahli fisika dan ahli kimia.

Filsafat mengalami pengerucutan arti hingga akhirnya dimaknai tak lebih dari sekedar kajian spekulatif terhadap asal-usul dan pokok-pokok yang mendasari sesuatu. Lalu ketika dihubungkan dengan cabang ilmu tertentu, filsafat kemudian dipahami sebagai perenungan mendalam dan penguraian menyeluruh tentang persoalan-persoalan asasi, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum dalam ilmu yang bersangkutan. Muncul istilah filsafat matematika, filsafat ilmu fisika, filsafat ilmu biologi, filsafat ilmu pendidikan, dan lain-lain.

Filsafat dalam dunia intelektual Arab-Islam memiliki tiga istilah. Pertama, Hikmah. Istilah ini dipakai oleh generasi awal pemikir Arab-Islam sebagai padanan kata sophia. Kata hikmah tampaknya sengaja dipakai agar terkesan bahwa filsafat bukan barang asing, akan tetapi berasal dan bermuara pada Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk Arab.

Al-Amiri menyatakan bahwa hikmah berasal dari Allah, dan di antara manusia pertama yang dianugerahi hikmah oleh Allah ialah Luqman Al-Hakim. Tidak semua intelektual Arab-Islam setuju dengan penggunaan istilah ‘hikmah” sebagai padanan kata untuk menyebut filsafat. Salah satunya Al-Ghazali. Menurutnya para filsuf telah menyalahgunakan istilah “hikmah” untuk kepentingan mereka. Padahal “hikmah” yang dimaksud dalam kitab suci Al-Qur’an bukanlah filsafat, melainkan syariat Islam yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul. Atas ketidaksetujuan ini, Al-Ghazali menulis buku Tahāfut Al-Falāsifah sebagai bantahan terhadap kerancuan berpikir para filsuf.

Kedua, Falsafah. istilah ini merupakan bentuk serapan langsung dari bahasa Yunani. Al-Kindi juga termasuk yang mempopulerkan istilah falsafah melalui karyanya Fī Al-Falsafah Al-Ūla yang mendefinisikan filsafat sebagai ilmu yang mempelajari hakikat segala sesuatu sebatas kemampuan manusia. Ketiga, Al-‘Ulūm Al-Awāil. Yang artinya ilmu-ilmu orang zaman dahulu yang berasal dari peradaban kuno seperti India, Persia, Yunani, dan Romawi.

Bagi orang Arab, filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia. Filsuf pertama bangsa Arab Al-Kindi memperoleh gelar “filsuf bangsa Arab”, karena merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang murid Aristoteles di dunia Timur yang murni keturunan Arab.

Filsafat mendapat perhatian khusus dari Ibnu Khaldun. Dalam pembahasannya, ia menuliskan bab tersendiri dalam Mukaddimah-nya dengan judul “Tentang Kebatilan Filsafat dan Kerusakan Orang yang Menekuninya” (fī Ibthāli Al-Falsafah wa Fasādi Muntachilihā). Kenyataan ini dalam satu sisi terlihat kontradiktif, tetapi di sisi lain menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas.

Peringatan Ibnu Khaldun ini disebabkan karena ada sekelompok kaum (filsuf) yang menganggap bahwa eksistensi manusia, baik yang dapat diindera maupun yang tidak dapat diindera dapat diketahui esensi dan keadaannya melalui faktor-faktor penggerak dan penyebabnya dengan memperhatikan pemikiran dan pengukuran akal.

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa pendapat yang mereka ikuti tidaklah benar ditinjau dari sudut manapun. Hal ini disebabkan karena mereka berpendapat bahwa untuk membedakan antara yang benar dan yang salah hanya didasarkan pada pemahaman akal (logika) dengan menutup kebenaran yang berasal dari kebenaran wahyu. Dengan membatasi kebenaran hanya dengan argumen rasional dan mengesampingkan dalil-dalil Naqli sama halnya dengan pemikiran naturalisme yang berpendapat bahwa tidak ada hikmah apapun di balik materi yang ada.

Ketika mengkaji epistemologi Ibnu Khaldun, maka diperlukan pengkajian kembali nalar yang dibentuk oleh kebudayaan Arab-Islam, karena hampir seluruh keilmuannya merupakan khazanah intelektual yang lahir dari dan diproduksi oleh kebudayaan Arab-Islam. Ibnu Khaldun dalam gagasannya tentang filsafat, dapat dikatakan bahwa Ibnu Khaldun menggunakan dua epistemologi sekaligus, yaitu epistemologi Bayaniy dan Burhaniy. Ia mengkolaborasikan sumber pengetahuan “teks agama” dan dalil “rasionalitas”.

Filsafat menurut Ibnu Khaldun memberikan manfaat ialah untuk mengasah otak dalam usaha melatih pemikiran, atau berpikir secara teratur melalui argumen-argumen dan bukti-bukti. Tujuan akhirnya adalah untuk menghasilkan ketajaman insting dan memahami penggunaan argumen dengan baik dan benar. Selain itu, mempelajari filsafat juga dapat menambah wawasan tentang berbagai aliran filsafat, pendapat filsuf, dan juga dapat mengetahui bahayanya.

Terlepas dari bahaya pemikiran filsafat tersebut, setidaknya Ibnu Khaldun tidak mengingkari bahwa filsafat tetap memiliki manfaat. Filsafat bisa menajamkan argumen sesuai dengan hukum logika, betapa pun berbahayanya. Karena itu, seseorang boleh mempelajari filsafat asalkan dia menguasai terlebih dahulu ilmu-ilmu keagamaan seperti ilmu tafsir dan fiqih. Pada dasarnya, pemikiran yang dikatakan berbahaya oleh Ibnu Khaldun adalah pemikiran filsafat yang menafikkan bahwa dunia ini hanya terdiri dari alam materi.

Terlepas dari kontroversi pendapat masalah definisi maupun asasi, wacana pemikiran filsafat masuk ke dunia Arab-Islam melalui gerakan penerjemahan karya-karya Yunani dengan sumber utamanya pemikiran Aristoteles sang Mu’allim Al-Awwal. Pada masa-masa awal, terutama masa Al-Kindi dan Ibnu Rusyd, filsafat berkembang pesat di mana saat itu rasionalitas sedang naik pamornya. Kemudian datanglah Hujatul Islam Al-Ghazali yang menghabisi kerancuan pendapat para filsuf dengan karya monumentalnya Tahāfut Al-Falāsifah-nya.

Semua gaya pemikiran Ibnu Khaldun baik sebagai filsuf, ilmuwan maupun agamawan, terbentuk sebagai hasil dari kondisi sosial yang ada pada masanya. Kitab Mukaddimah yang merupakan pendahuluan kitab Al-‘Ibar merupakan perasaan dari hasil renungan teoritisnya sekaligus pengalaman empirisnya. Corak pemikirannya yang rasionalistik dan empiristik kiranya telah dijadikan dasar pijakan dalam membangun pemikiran yang ditulisnya dalam kitab Mukaddimah.

Referensi

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1995. Islam & Filsafat Sains. Bandung: Mizan.

Al-Farabi, Abu Nashir Muhammad. 1968. Al-Jam’u baina Ra’yi Al-Hakimaini. Beirut: Darul Masriq.

Al-Ghazali, Abu Hamid. 1972. Tahafut Al-Falasifah. Kairo: Darul Ma’arif.

Al-Jabiri, Muhammad ‘Abid. 2009. Takwin Al-‘Aql Al-‘Arabiy. Beirut: Markaz Dirasat Al-Wihdah Al-‘Arabiyah.

Arif, Syamsuddin. Filsafat Islam antara Tradisi dan Kontroversi. Jurnal Tsaqafah Vol. 10 No. I, Mei 2014.

Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis (alih bahasa Zaimul Am). Bandung: Mizan.

Hitti, Philip K. 2013. History of The Arabs (alih bahasa R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Husaini, Adian. et al. 2013. Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani.

Ibnu Khaldun, Abdurrahman. 2009. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.

Nasution, Harun. 1996. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Jakarta: Penerbit Mizan.

Sholihin, M. 2007. Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik hingga Modern. Bandung: Pustaka Setia.

Suriasumantri, Jujun S. 2015. Ilmu dalam Perspektif.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Djoko Santoso
Djoko Santoso

Lulusan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Peminat kajian keislaman dan budaya.

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content