Apakah politik itu? Itulah pertanyaan awal dalam benak masyarakat yang awam, yang mungkin menganggap serta mengaitkan identitas politik dengan konotasi yang negatif. Sebut saja jabatan, pertarungan kotor yang saling menjatuhkan,atau yang paling buruk lagi adalah sumber dari segala korupsi. Hal itu tentu tak sepenuhnya salah, karena banyak dari kita yang mungkin keliru dalam mentafsirkan arti politik yang sebenarnya.
Definisi politik tentu sangat luas dan juga berkembang, tergantung bagaimana tiap tiap bangsa memformulasikan arti politik tergantung dari kondisi serta kejadian kejadian dalam sejarahnya.
Dalam Islam, politik berarti: Siyasah, yaitu segala kebijakan atau hal fundamental yang mengatur umat didalamnya. Islam memandang kekuasaan sebagai sumber utama dalam konsep politiknya, dengan subjeknya adalah penguasa. Yang ditekankan adalah bagaimana penguasa tersebut mampu mewujudkan dirinya sebagai pemimpin ulul albab dalam hal ini adalah kemampuan dirinya dalam memimpin umat sesuai dengan ajaran aqidah sebagai bentuk pengabdian diri terhadap allah yang maha esa.
Ibnu Taimiyyah juga menyatakan bahwa Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama. Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan kata Imamah.
Sedangkan hal yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin dalam Islam ada delapan istilah, yaitu; ππππ dalam Surat al-Baqarah: 124, ππππππππ pada al-Baqarah: 30. πππππ, al-Fatihah : 4, ππππ pada al-Aβraf : 3, βAmir dan Raβin serta Ulil βamri.
Kehidupan bermasyarakat terkenal dengan istilah madani, yang artinya adalah sebutan untuk masyarakat yang secara gambaran umum dapat jelaskan sebagai masyarakat yang beradab.
Terwujudnya masyarakat madani merupakan satu hal mutlak dari pembuktian cita-cita kenegaraan yakni menciptakan keadilan sosial bagi seluruh kesejahteraan rakyat indonesia. Namun hal tersebut tidak akan terwujud hingga ternilai maksimal jika tidak adanya campur tangan dari peran Politik Islam.
Karena sebagaimana yang dijelaskan bahwa konsep politik Islam ini dapat diartikan sebagai strategi dasar dalam menciptakan kebijakan yang baik terhadap umat melalui pemimpin ulul albab menuju rahmatan lil alamin. Mengkaji setiap hal yang sudah diberlakukan maupun yang akan diberlakukan. Yang mana strategi tersebut bersumber dari al qur’an serta hadist melalui gaya seorang pemimpin dengan tujuan mencapai sebuah harapan dalam bermasyarakat. Hal ini menjadi relevan dengan apa yang menjadi tujuan dari terbentuknya masyarakat madani.
Untuk faktor-faktor terbentuknya masyarakat madani ialah :
- Pemimpin yang bertanggung jawab
- Amar Maβruf nahi munkar
- Mengedepankan Supremasi Hukum
- Pendidikan Islam
Faktor-faktor tersebut dapat menjadi acuan dalam proses terbentuknya masyarakat madani.
Maka dari itu sebagai masyarakat yang taat terhadap aturan negara diharapkan untuk berpartisipasi dalam proses membentuk suatu tatanan masyarakat yang baik dan beradab, sehingga tidak menimbulkan suatu permasalahan maupun adanya kontroversi karena terbiasa menilai apa-apa secara subjektif dan kurang nya pengetahuan akan hukum. Agar menghindari kurangnya kesadaran akan adanya rasa tanggungjawab sebagai pemimpin yaitu dengan melakukan kecurangan dan sifat kurangnya keadilan dalam memimpin sehingga dianggap mencederai nilai agama juga negara karena ketidakpatuhan terhadap aturan juga kurangnya pendidikan Islam.
Karena masyarakat madani akan terwujud jika ditegakkan melalui pemimpin yang menjalankan kewajibannya yang diperintahkan yaitu huququllah dan huququl βibad. Huququ’llah (hak-hak Allah) adalah kewajiban-kewajiban manusia kepada Allah SWT yang diwujudkan dalam berbagai ibadah, sedangkan huququl βibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewajiban manusia kepada sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Nya yang lain. Hak-hak Allah SWT tidak berarti bahwa hak-hak yang diminta oleh-Nya karena bermanfaat bagi-Nya, karena hak-hak itu bersesuaian dengan hak-hak makhluk-Nya.
Maka dari itu, Prinsip politik melalui keadilan dalam Islam, harus selalu dikaitkan dengan fungsi kekuasaan, yakni kewajiban menerapkan kekuasaan Negara dengan adil, jujur, dan bijaksana. Kewajiban menyelenggarakan Negara untuk mewujudkan suatu tujuan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera di bawah keridhoan Allah.
Dalam pandangan Islam, fungsi negara dalam koridor politik adalah untuk mensejahterakan seluruh warga βnegaraβ, bukan warga secara individu. Dengan kesejahteraan semua masyarakat, maka kesejahteraan individu tercapai dengan sendirinya. Tujuan yang lainnya adalah bagaimana Negara bisa memanusiakan manusia, dan tujuan Negara sama dengan tujuan hidup manusia yaitu agar mencapai kebahagiaan.
Tujuan dan kewajiban pemimpin dapat disimpulkan bahwa dalam menjalin hubungan antara penguasa dan rakyatnya, kesetiaan tidak diberikan kepada βorangβ tetapi kepada suatu cita-cita (konsep) yang dikuatkan oleh syariat. Inti pemikiran politik Islam berkisar pada pandangan bahwa syariat adalah kekuasaan tertinggi dalam sebuah Negara. Oleh karena itu seluruh tujuan yang hendak dicapai Negara dan tugas apa yang menjadi kewajiban kepala Negara atau imam, ditentukan oleh ideal-ideal yang dibawakan oleh syariat.
Karena di dalam Islam sistem tersebut menjamin persamaan antara warga negaranya, baik hak maupun kewajiban, dan juga di muka hukum, dan pengelolaan urusan masyarakat juga negara diselenggarakan atas ππΊπΆπ³π’ atau musyawarah, dengan berpegang kepada tata nilai dan etika yang diajarkan Islam bagi peradaban manusia.
sistem pemerintahan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam adalah sistem yang menjamin kebebasan dan berasaskan prinsip bahwa pengangkatan seorang penguasa atau pemimpin dan kebijaksanaannya harus sepersetujuan rakyat, bahwa rakyat berhak mengawasi pelaksanaan kebijakan dari seorang penguasa atau pemimpin dan meminta pertanggung jawaban.
Secara garis besar, agama dan persoalan-persoalan kemasyarakatan merupakan wilayah yang berbeda. Tapi, karena imbasan nilai-nilai agama dalam persoalan-persoalan masyarakat dapat terwujud dalam bentuk yang tidak mekanik-holistik dan institusional, di dalam realitas sulit ditemukan bukti-bukti yang tegas (brute facts) bahwa antara keduanya tidak ada hubungan sama sekali.
Karena sejatinya, bahwa agama dan negara berhubungan secara simbiotik yang saling memerlukan. Agama memerlukan negara sebagai wadahnya untuk berkembang secara terjamin dan negara membutuhkan agama sebagai pembimbing dalam etika dan moral. Karena itu kriteria pemimpin dalam konsep ini didasarkan pada agama, yaitu Quran dan Sunnah.
Tiap pemimpin di republik ini, seharusnya memaknai dan memahami konsep sistem ini. Terlepas dari kemajemukan agama, yang pasti adalah tiap rumusan kebijakan juga tindak tanduknya semua diatur oleh cara kepemimpinan Islam dalam memandang politik, demi terwujudnya kemahsyuraan, ketentraman, juga keadilan bagi tiap tiap masyarakat, menuju masyarakat madani.
Karena dalam historis kepemimpinan Islam, tiap tiap penguasa Islam menghargai kemajemukan dalam bermasyarakat, sesuai dengan pedoman dan ketentuan Al Qur’an sebagai kalam allah yang harus ditegakkan. Karena Al Qurβan mentolerir fleksibilitas dalam memperjuangkan sebuah cita-cita politik. Selagi menuju dengan tujuan bagi demi kemaslahatan umat. Setiap orang berhak menentukan pilihan di dalam mengekspresikan masing-masing.
βKatakanlah: βHai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamuβ.
Q.S. Ali βImran/3: 64
Oleh karena itu, πππ ππππππ πππππππ ππ dalam hal ini adalah konsep dan cara pandang masyarakat Islam menilai politik dengan sesuatu yang murni, tanpa intrik juga dengan konotasi yang baik karena perjalanan perpolitikan suatu bangsa tergantung daripada kondisi serta adopsi sistem politik yang dipakai oleh tiap tiap pemimpin. Dan sistem politik Islam mampu dan bertahan dalam adopsi beberapa negara saat ini karena sejarah panjang. disela sela pergolakan politik yang hadir, konsep Islam adalah cara pandang untuk memaknai politik sebagai persatuan dan kesatuan umat beragama.