Bosan Itu Penting: Refleksi dalam Pemikiran Martin Heidegger

Martin Heidegger
Martin Heidegger di Black Forest

Bosan dianggap tidak penting oleh banyak orang. Mengapa harus bosan ketika kita bisa membuka gawai dan mengakses berbagai hiburan yang ada? Sekarang, Anda bisa saja melakukan hal-hal lain dibanding berpikir tentang kebosanan. Anda bisa saja menonton acara baru di televisi atau internet, memainkan game yang seru.  Merasa bosan tentu tidak mengasikkan untuk dialami oleh banyak orang. Namun menurut Martin Heidegger, kebosanan adalah suasana hati (Stimmung) yang penting untuk mencapai keotentikan seseorang.

Heidegger (1927-1962) menyebutkan suasana hati sebagai salah satu cara berada seseorang di dalam dunia. Penemuan diri seseorang dalam dunia lewat suasana hati mengakibatkan munculnya seperangkat cara seseorang untuk berinteraksi dalam dunianya. Ini bisa dilihat dari suasana hati yang bisa seseorang alami. Ketika seseorang mengalami suatu suasana hati buruk, dunia tampak sebagai tempat yang mengancam dan mereka merasa orang-orang di sekitarnya tidak bersahabat. Sehingga seseorang akan lebih berhati-hati atau impulsif ketika berinteraksi dengan barang dan orang di lingkungan sekitar. Hal ini juga berlaku sebaliknya ketika seseorang mengalami suasana hati baik.  Dengan begitu, suasana hati layaknya sebuah kacamata yang mewarnai cara pandang dan pilihan bersikap seseorang terhadap dunianya.

Suasana hati yang dibahas oleh Heidegger adalah kebosanan (langeweile) dalam kuliahnya di tahun 1929 dan 1930 berjudul The Fundamental Concepts of Metaphysics. Kebosanan adalah suasana hati di mana waktu terasa melar. Pemahaman ini bermula dari kata Jerman langeweile yang mirip dengan pernyataan ‘a long while’ dalam bahasa Inggris. Ciri-ciri suasana hati ini adalah perasaan hampa dan berada pada situasi yang tidak menentu (in limbo). Ciri yang pertama terlihat ketika hal-hal di sekitar  tidak ada yang menarik bagi seseorang, seperti buku-buku yang ada di rumah atau post di media sosial. Ciri yang kedua adalah perasaan waktu yang terasa berjalan lama bersama hal-hal yang tidak menariknya. Waktu terasa melar bersama hal-hal yang tidak menarik. Kedua ciri tersebut menunjukkan ketidakpuasan yang bisa muncul dari berbagai jenis kebosanan dalam kehidupan sehari-hari.

Heidegger menyebutkan tiga jenis kebosanan yang dapat dialami manusia ialah bosan karena sesuatu, bosan dengan sesuatu, dan bosan yang mendalam. Kebosanan jenis pertama terjadi akibat terjebaknya seseorang dalam keadaan tertentu. Heidegger memberikan contoh seseorang yang menunggu keretanya di stasiun. Lamanya waktu menunggu membuat dia merasa ‘terjebak’ sampai waktunya dia bisa naik kereta. Pada saat seperti itu, stasiun kereta akan terasa membosankan: jadwal kereta tidak menarik untuk dilihat dan toko-toko tidak menarik untuk dikunjungi. Serta, seseorang yang menunggu bisa merasakan kehampaan dalam penungguannya. Namun, kebosanan tersebut akan berakhir ketika orang tersebut bisa meneruskan perjalannya dengan naik kereta. Ini berbeda dengan kebosanan jenis kedua.

Kebosanan jenis kedua terjadi ketika seseorang bosan dengan sesuatu yang tidak diketahui oleh dirinya (serupa dengan penjelasan Heidegger mengenai kecemasan). Seseorang tidak ‘terjebak’ dalam suatu situasi. Ia bebas untuk berinteraksi dengan orang dan benda sekitar namun dia merasa bosan. Heidegger memberikan contoh seseorang yang merasa bosan dalam sebuah jamuan makan malam yang ia coba hadiri. Pada akhir jamuannya, orang tersebut merasa hampa dan waktu terasa melar. Heidegger menjelaskan bahwa kebosanan jenis kedua terjadi akibat jamuan yang tidak membawa makna pada diri seseorang. Sebab, seseorang telah meninggalkan dirinya dan membiarkan waktu habis begitu saja. Seseorang telah membiarkan dirinya menjadi bosan. Pada akhirnya, kedua jenis bosan ini bersumber dari bosan jenis ketiga menurut Heidegger, ialah bosan yang mendalam.

Bosan jenis ketiga adalah kebosanan yang ditandai tanpa kepedulian akan sesuatu. Dalam kebosanan ini, semua gangguan yang dicari dan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan terasa hambar. Perbuatan seseorang terasa sia-sia ketika berjuang melawan suasana hati ini karena kebosanan bermuara dari dirinya sendiri. Namun dalam seluk-beluknya kehampaan ini lah, terdapat pemberitaan (Sagen) akan kemungkinan-kemungkinan yang terbuka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, tenggelamnya diri seseorang dalam kebosanan membawa diri untuk memahami (Verstehen) dunia. Pemahaman ini membawa seperangkat cara baru untuk bertindak. Kebosanan mendorong seseorang (Dasein) untuk menjadi miliknya sendiri dalam dunia.

Investigasi Heidegger mengenai kebosanan tertangkap dalam sebuah artikel  mengenai efek bosan dalam hidup seseorang. Dalam artikelnya berjudul The Bright Side of Boredom, (2014), Andreas Elpindorou mendeskripsikan kebosanan dan beberapa efek kebosanan dalam hidup seseorang berdasarkan tinjauan dan penelitian terdahulu. Kebosanan tampaknya berhubung dengan beberapa faktor dalam kehidupan sehari-hari: peningkatan tingkat kecemasan, penurunan kepuasan hidup, hubungan sosial yang memburuk, dll. Sebab, kondisi ini terasa seperti sebuah ‘jebakan’ bagi seseorang.

Kebosanan adalah kondisi dengan karakteristik ketidakpuasan, kegelisahan, dan kecapekan menurut Elpindorou. Dunia yang tertampakkan tidak seperti dunia yang sesuai dengan rencana dan keinginan kita. Kebosanan terasa seperti jebakan psikologis. Namun, jebakan ini mendorong seseorang agar bisa kabur dari jebakannya.

Elpindorou menyatakan bahwa kebosanan merupakan hal penting karena mendorong diri pada hal yang seseorang pedulikan. Ini bisa dilihat dari beberapa efek positif dari kebosanan. Kebosanan menyatakan sesuatu tentang diri seseorang dan dunianya. Kebosanan juga memberitakan minat, tujuan, dan kesejahteraan hidup seseorang. Lalu, kebosanan mendorong seseorang untuk mengejar tujuan yang lebih menarik bagi dirinya. Terakhir, kebosanan adalah sarana pemulihan persepsi tentang kebermaknaan aktivitas seseorang.

 Jadi, kebosanan adalah pemandu yang penting dalam diri seseorang untuk mencapai keotentikannya. Suasana hati ini dapat membuka kemungkinan-kemungkinan baru dalam diri seseorang. Bisa dikatakan, salah satu cara yang tepat untuk memahami kebosanan adalah apresiasi terhadap suasana hati sebagaimana telah dijelaskan oleh Heidegger sebelumnya.

Pustaka

Elpidorou, A. (2014). The Bright Side of Boredom. Frontiers in Psychology, 5(NOV), 3–6. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2014.01245

Heidegger, M. (1962). Being and Time  (Macquarrie & Robinson, Trans.). Blackwell  (Original Work Published 1927).

Heidegger, M. (1995). The Fundamental Concepts of Metaphysics: World, Finitude, Solitude (McNeill & Walker, Trans.). Indiana University Press. (Original Work Published 1983).

profil abdurrazzaq
Abdurrazzaq Luthan

Mahasiswa fakultas psikologi yang tertarik dengan psikologi klinis dan filsafat manusia.

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.