Perdebatan antara Nature (bawaan alami) dan Nurture (lingkungan sosial) merupakan suatu perdebatan panjang dalam sejarah umat manusia, bahkan kita sudah bisa menemukan perdebatan ini dari zaman Aristoteles. Tetapi belakangan ini, perdebatan itu telah didifusikan ke dalam disiplin ilmu modern, tersebut di dalam ilmu biologi dan psikologi.
Para pembela Nature, meyakini bahwa yang mempengaruhi suatu kondisi makhluk hidup adalah perihal bawaan alami seperti genetika, atau hal-hal bawaan yang sejenisnya. Sedangkan para pembela Nurture, meyakini bahwa yang mempengaruhi suatu kondisi makhluk hidup adalah perihal pengasuhannya atau tempat tinggalnya.
Tapi, apakah klaim keduanya merupakan klaim yang tepat dan benar?
Sejatinya, ini yang juga menjadi perdebatan antara orang-orang Biologi dan Psikologi, dimana Para Biolog lebih mengedepankan peran Biologis (Nature) dalam menjelaskan mengapa suatu bentuk organisme dapat berperilaku demikian. Dan orang-orang Psikologi lebih mengedepankan pengaruh lingkungan serta pola asuh (Nurture) dalam menjelaskan mengapa suatu bentuk organisme dapat berperilaku demikian.
Tentunya dapat dikatakan, bahwa para biolog lebih menganggap sebuah organisme dibangun atas dasar pengaruh bawaan atau warisan genetik dari nenek moyangnya, sehingga setiap perilaku yang terjadi oleh organisme tersebut, adalah perilaku yang ditentukan oleh genetika induk, bukan dari pengaruh lingkungan. Sedangkan sebaliknya, para Psikolog menganggap bahwa sebuah organisme adalah kertas kosong sedari awal, bahwa perilaku suatu organisme tidak bisa terjadi karena bawaannya semata, bahwa pengasuhan yang membuat mereka jadi berbeda.
Determinisme Biologis dan Behavioristik
Dalam perdebatannya, para biolog memiliki satu konsep untuk menjelaskan Nature (bawaan alami) yaitu sebuah konsep yang bernama determinisme Biologis, dimana semua benda yang mempunyai organisme biologis, adalah benda yang selalu di determinasi atau dipengaruhi oleh kondisi organisme sebelumnya. Karena dalam sejarah evolusi organisme di bumi, semua keadaannya adalah keadaan yang evolusioner, bukan keadaan yang tiba-tiba menjadi atau muncul begitu saja.
Sejatinya, seluruh kehidupan yang ada di Bumi mempunyai satu nenek moyang yang sama dan mempunyai koneksi yang saling terhubung, sehingga tidak ada satu organisme yang bebas atau terpisah dari organisme yang lain, walaupun organisme itu terlihat berbeda jauh dari organisme yang lain secara fisik atau perilaku. Suatu organisme selalu berkembang dan berkembang sepanjang waktu, mereka memiliki genetik yang perlu diturunkan kepada keturunannya. Perubahan satu organisme pada organisme yang lain adalah perubahan yang sangat lambat, mutasi genetik yang terjadi tidak pernah lebih besar daripada 0,1%. Hanya saja, jika 0,1% mengkapitalisasi dirinya, kita akan menemukan satu organisme yang berbeda jauh daripada organisme sebelumnya. Begitulah evolusi bekerja.
Misalnya pada kasus manusia, yang mana manusia sebagai suatu makhluk biologis. Jika kita memakai penjelasan Nature dalam melihat perilaku suatu manusia, maka kita akan bermuara pada pendapat bahwa tidak ada manusia yang terpengaruh karena lingkungannya, itu semua karena telah dipengaruhi oleh bawaan atau genetika dari induknya. Sehingga, lingkungan atau pola asuh tidaklah penting, yang paling penting adalah bawaan atau genetik yang diturunkan oleh induk. Jika ia mendapati satu gen unggul, maka selanjutnya akan unggul juga.
Selanjutnya pada kasus Nurture, di sanalah peran pendekatan behavioristik dapat bekerja. behavioristik adalah salah satu pendekatan psikologis untuk menjelaskan mengapa satu aktivitas manusia dapat berbeda dengan aktivitas manusia yang lain. Tentunya ini adalah kebalikan daripada determinisme biologis.
Behavioristik lebih melihat makhluk hidup, khususnya manusia, ialah sebuah organisme yang sangat-sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau pola asuh yang didapat. Misalnya jika kita membayangkan diri kita sendiri sedang hidup di luar Indonesia, Misalnya di Prancis atau Inggris, tentunya behavioristik akan menganggap diri kita akan berbeda secara perilaku. Walaupun misalnya, para orang tua kita banyak yang tidak terdidik dengan baik, namun jika kita mendapati satu sistem pendidikan yang baik sebagaimana ada di luar Indonesia, maka kemungkinan besar kita akan memiliki lompatan pengetahuan dibandingkan tingkat intelektual nenek moyang kita. Dalam kasus seperti ini behavioristik bekerja, konsep ini tidak peduli asal usul nenek moyang kita. Jika lingkungan atau pola asuh bagus, maka tindakan kita dapat berubah secara drastis.
Titik Tengah Nature dan Nurture
Pada akhirnya, kebanyakan orang lebih suka melihat hitam dan putih atau satu sisi saja pada masalah Nature dan Nurture. Karena nyatanya, perdebatan antara Nature dan Nurture adalah perdebatan yang tidak masuk akal dan seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Karena keduanya memiliki posisi masing-masing dalam mempengaruhi kehidupan suatu organisme.
Sejatinya, beberapa orang telah mencoba untuk mendamaikan antara Nature dan Nurture dengan membuat satu argumen persentase, bahwa genetika dan pengasuhan membagi tempat secara persentase. Misalnya genetika membuat pengaruh 50%, dan pengasuhan membuat pengaruh 50% juga pada kondisi suatu organisme. Hal ini adalah penengahan yang terlihat “win-win solution”.
Namun nyatanya, titik tengah antara Nature dan Nurture tidaklah semudah itu, karena pembagiannya tidak selesai hanya dengan persentase, melainkan pembagian antara Nature dan Nurture lebih kepada pembagian spesifikasi atau pembagian tugas yang posisinya berbeda.
Jika kita berbicara tentang (Newborn) atau bayi yang baru lahir. Maka itu adalah 100% pengaruh daripada genetika. Pengaruh 100% di sini bukan berarti membuang konteks Nurture dalam kasus (Newborn).
Sekarang mari kita bayangkan sebuah menara yang akan dibangun, kita akan membayangkan menara itu seperti bayi yang baru lahir, kita harus membayangkan kerangka daripada menara adalah genetika, dan bangunan setelah kerangka adalah Nurture atau lingkungan. Jika kita membayangkan kondisi kerangka hanya memiliki tiga penyangga, maka kondisi bangunan tidak akan melebihi daripada batas-batas menara dengan tiga penyangga, karena tidak mungkin jika kerangka menara hanya mempunyai tiga penyangga, kita seolah-olah akan membangun menara seperti membangun dengan empat penyangga, itu adalah hal yang mustahil.
Jika kita memakai analogi tersebut, tentulah genetika berperan seratus persen pada perkembangan suatu organisme, sama seperti bagaimana peran tiga penyangga mempengaruhi perkembangan suatu menara. Dalam artian, jika suatu genetik dari sebuah organisme mempunyai batasan-batasan akan eksplorasi perilaku, maka tidak peduli dia hidup di lingkungan yang mana, karena genetik yang akan selalu menjadi kerangkanya atau batasannya. Kecerdasan dia dalam membaca lingkungan serta kecakapannya dalam mengolah lingkungan, semua ditentukan oleh kerangka yang terbatas tadi, yaitu genetika.
Dalam kasus (Newborn) ini, kita tidak bisa membuat titik tengah antara Nature dan Nurture dengan persentase yang seimbang. Karena suatu organisme yang baru lahir tidak pernah bisa bebas nilai dan kosong, mereka semua memiliki naluri bawaan dari induknya dan itu semua mempengaruhi kecakapan mereka atas tafsir lingkungan yang ada di sekitar. Misalnya kita membawa satu kasus, dimana ada satu individu dengan jenis genetik atau bawaan bakat yang sangat baik, tetapi ia tinggal pada lingkungan yang buruk, atau secara behavioristik lingkungan itu bisa sangat menghambat untuk perkembangan satu individu.
Tetapi dalam kasus (Newborn) ini, tidak peduli ia berada pada lingkungan yang buruk atau tidak; jika ada satu individu yang mempunyai genetika atau bawaan alamiah yang lebih unggul daripada individu yang lain, maka ia akan menafsirkan lingkungan yang buruk itu sebagai satu keuntungan baginya, bahwa akan selalu ada jalan untuk pemilik bakat-bakat alami atau gen unggul. Berbeda dengan individu yang mendapati genetik atau bakat yang lemah, walaupun dia ditempatkan pada satu lingkungan yang dianggap baik, bisa dipastikan dia tak mampu untuk menyerap pengalaman-pengalaman tersebut, karena dirinya telah dibatasi oleh genetik bawaan yang buruk.
Kita harus benar-benar ingat, bahwa genetika bukanlah realitas yang paling besar untuk ditemui oleh satu organisme, hanya saja ia adalah kerangka paling awal dari (Newborn), atau modul utama untuk menghadapi realitas Nurture, sehingga posisi genetika di sini menjadi lebih penting daripada pengaruh lingkungan atau tempat tinggal.
Lalu dimana peran daripada Nurture atau pola asuh atau tempat tinggal? Ini adalah satu analisa yang sangat menarik, karena sedari awal kita memandang masalah ini sebagai kondisi yang hitam putih, dan selanjutnya kita berusaha membuat pertengahan, dan akhirnya kita salah tafsir karena mencoba membuat persentase atasnya, sehingga kita bertanya-tanya, dimana posisi Nurture sebenarnya?
Nyatanya, posisi Nurture telah ada sebelum genetika, atau dapat dikatakan, Nurture adalah Nature itu sendiri, atau kondisi lingkungan yang ada, atau lebih luas lagi, ia adalah realitas itu sendiri. Kita akan bertanya-tanya, bagaimana genetika dapat terbentuk? apakah ia muncul begitu saja, dan mengapa satu genetik dapat berbeda dengan genetik lainnya, padahal ia ada di dalam satu spesies yang sama? Bahwa genetika tidak tercipta begitu saja, ia adalah hasil dari seluruh pengalaman suatu organisme selama hidupnya.
Ketika suatu organisme hidup, ia mau tidak mau harus menggandakan dirinya sebagai kebutuhan seleksi alam, yaitu dengan berkembang biak. Dalam sejarah evolusi, Nurture-lah yang mempunyai peran penting dalam menentukan variasi sebuah kehidupan, misalnya saat ini kita dapat menemukan banyak spesies, hal itu semua dapat terjadi karena Nurture atau lingkungan yang dialami oleh individu-individu adalah selalu berbeda. Hal ini yang akhirnya menyebabkan mutasi genetik, yaitu keturunan dari genetik yang sama, tetapi memiliki perbedaan dari saudaranya atau sesama keturunan, karena setiap keturunan mengalami satu proses Nurture yang berbeda-beda, atau pengalaman yang berbeda.
Misalnya keturunan A lebih banyak menghabiskan pada satu lingkungan pegunungan, maka ia secara pengalaman akan menyerap seluruh kebutuhan akan kehidupan di pegunungan, sehingga ia terserap di dalam genetiknya, dan selanjutnya diturunkan kepada anaknya, maka anak-anaknya akan menonjolkan perilaku-perilaku yang pas untuk kondisi pegunungan saja. Dan juga pada kasus sebaliknya, keturunan B misalnya lebih banyak menghabiskan pada satu lingkungan pesisir, maka ia secara pengalaman akan menyerap seluruh kebutuhan akan kehidupan di pesisir, sehingga ia terserap di dalam genetiknya, dan selanjutnya diturunkan kepada anaknya, maka anak-anaknya akan menonjolkan perilaku-perilaku yang pas untuk kondisi pesisir saja.
Melalui kondisi genetik inilah multiplikasi organisme terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan di awal, proses kloning tidak lebih daripada 0,1% daripada gen induk, hanya saja jika 0,1% itu dikapitalisasi, ia akan menyebabkan mutasi genetik yang sangat besar, oleh karena itu, kita dapat menyaksikan betapa banyaknya spesies yang ada di bumi ini.
Karena sejatinya, Nature dan Nurture adalah dua hal yang sama tapi berbeda, dan berbeda tapi tak sama. Keduanya memiliki peran masing-masing dalam proses kehidupan suatu organisme.
Genetika dan juga pengalaman saling mempengaruhi satu sama lain. keduanya memiliki tugas yang sama-sama dominan dalam kasus yang spesifik. Dalam kondisi (Newborn) atau kloning, genetika berperan 100%. Tetapi dalam pembentukan genetika, pengalaman suatu organisme lah yang berperan 100%. Ibaratnya, genetika adalah sebuah “checkpoint” dari satu perjalanan spesies yang sangat panjang, karena jika tidak ada peran genetika, maka setiap “Newborn” tidak akan bisa mirip dengan fisik serta perilaku induknya.
Genetika berperan penting untuk proses “save” dari seluruh pengalaman hidup sebuah spesies, sehingga keturunan dari sebuah organisme hanya perlu melanjutkan sebuah “kemapanan”. Dan Nurture atau pengalaman membantu genetika untuk terus ter-update sepanjang waktu.