fbpx

Petualangan Intelektual: Diskusi ala Sokrates, Merenung ala Heraklitus

Sokrates adalah filsuf Yunani yang lahir pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM (Hatta, 1986). Dia diceritakan suka sekali berkelana, berkunjung ke tempat-tempat ramai termasuk Agora (Pasar dalam bahasa Yunani) atau hanya sekedar berjalan-jalan.
Heraclitus
Heraclitus

Perdebatan mengenai kaum empiris dan rasional tetap berlanjut hingga sekarang. Dari perdebatan mereka secara umum, sumber pengetahuan dapat dibagi menjadi dua, yaitu berasal dari rasio atau akal budi dan empiris (indra) atau pengalaman. Orang yang menggunakan akal budi sebagai sumber pengetahuan disebut kaum rasionalisme dengan tokoh terkenalnya yaitu Rene Descartes (Descartes, 2012). Sedangkan kaum empirisme diwakili oleh David Hume yang berpendapat bahwa pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan bukan akal (Bagus, 2005).

Tentu setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam memperoleh pengetahuan. Hal ini membuat para petualang intelektual memiliki ciri-ciri yang khas dalam prosesnya mencari kebijaksanaan. Kita telah mengenal dalam sejarah filsafat Yunani Kuno banyak sekali ditemui para filsuf yang memiliki karakteristik kehidupan dan pemikiran yang berbeda-beda. Ambil saja Thales misalnya, dia dikenal sebagai filsuf yang memiliki pemikiran bahwa alam semesta terbuat dari air. Argumentasi ini tak luput dari latar belakang Thales yang tinggal di pesisir pantai di kota Miletus. Bisa saja Thales beranggapan bahwa anasir dari alam semesta ini berasal dari air karena setiap keluar rumah dia langsung melihat hamparan air yang luas (Russell, 2002)

Namun kita tidak akan berbicara jauh mengenai Thales dari Miletus. Kita akan berkenalan dengan dua tokoh filsuf Yunani Kuno yang kebiasaannya dapat kita tiru di zaman sekarang. Bahkan metode-metode yang digunakan oleh mereka saya rasa masih relevan digunakan sampai sekarang bagi manusia yang haus akan luasnya sumur pengetahuan.

Interaksi dan Kontemplasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata interaksi diartikan sebagai saling melakukan aksi atau berhubungan. Yang mana kegiatan ini harus melibatkan dua pihak atau lebih seperti berdebat, berdiskusi dan berbincang-bincang misalnya. Salah satu tokoh yang relevan untuk kita jadikan motivasi dalam perjalanan intelektual adalah Sokrates. Sokrates adalah filsuf Yunani yang lahir pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM (Hatta, 1986). Dia diceritakan suka sekali berkelana, berkunjung ke tempat-tempat ramai termasuk Agora (Pasar dalam bahasa Yunani) atau hanya sekedar berjalan-jalan. Dalam rutinitasnya dia tidak hanya sekadar traveling. Melainkan dia juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap orang yang dijumpainya. Dia selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang bersifat filosofis sampai orang yang ditanyainya merasa risih. Terkadang dia menanyakan tentang apa itu indah, apa yang dimaksud dengan keberanian dan lain sebagainya. Namun kita tidak harus meniru dia yang selalu bertanya di tempat-tempat ramai agar kita tidak dianggap orang yang aneh. Akan tetapi kita bisa selalu mengunjungi ruang-ruang diskusi publik misalnya forum diskusi ilmiah yang diselenggarakan kampus maupun festival-festival baca buku.

Tidak hanya itu, nilai plus akan kita dapatkan ketika kita menciptakan kelompok-kelompok diskusi sebagai sarana interaksi dan bertukar pikiran. Berdiskusi menjadi salah satu unsur terpenting dalam proses pencarian kebijaksanaan. Dalam berdiskusi kita bisa melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada lawan bicara yang tidak lain atau tidak bukan untuk mencari sudut pandang baru. Tentunya sudut pandang setiap orang selalu berbeda-beda. Maka dari itu, semakin sering kita berdiskusi akan semakin menambah wawasan dan kosakata dalam berbahasa. Berdebat juga melatih diri untuk selalu bersikap terbuka atas pendapat orang lain karena dalam sebuah gagasan tidak ada yang namanya kebenaran mutlak.

Lalu bagaimana dengan orang yang introvert atau tidak percaya diri ketika bertemu dengan banyak orang? Itu bukanlah suatu halangan untuk mencapai kebijaksanaan dalam pencarian pengetahuan. Ada seorang filsuf yang juga berasal dari Yunani Kuno dan lebih senior dibanding Sokrates. Ia adalah Heraklitus yang meyakini bahwa unsur purba pembentuk alam semesta adalah api. Ia berasal dari kota Efesus, di mana pada masa itu kota tersebut berada di bawah Persia. Ia mungkin berasal dari keluarga bangsawan, dan kemungkinan besar ia hidup pada akhir abad ke-6 dan awal abad ke-5 SM (Taylor, 2005). Dia berpendapat bahwa alam semesta ini senantiasa berubah (becoming). Tak ada yang kekal dalam alam semesta ini kecuali perubahan itu sendiri. Dalam proses pencarian pengetahuannya, ia sering merenung dan menyendiri.

Dia dikisahkan sering menjauhi masyarakat dan pergi ke suatu tempat untuk berkontemplasi. Karena dia menganggap bahwa masyarakat adalah sumber kekacauan. Heraklitus mendapatkan pengetahuannya dari merenung dan jauh dari keramaian. Jika ini kita tarik pada zaman sekarang, maka banyak sekali media untuk menyalurkan gagasan-gagasan yang bersifat reflektif. Gagasan atau pemikiran tersebut bisa berupa produk dari kontemplasi yang dapat dituangkan dalam sebuah tulisan misalnya. Dalam perenungan dan usaha refleksi, terkadang kita juga membutuhkan media, di mana media itu sebagai tempat menuangkan apa yang sudah kita pikirkan maupun hasil dari pemikiran tersebut.

Di media sosial banyak ditemui platform-platform untuk menulis yang mana bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya tulisan yang bersifat formal dan ilmiah, di beberapa website juga menyediakan ruang-ruang untuk curhat dan mengekspresikan tulisan-tulisan non-formal. Selain itu, kita juga bisa “berjalan di atas kertas” dalam artian kita bisa menulis apa saja tentang refleksi diri menurut pandangan subjektif penulis. Mencoba memaknai hidup dan berorientasi pada kebaikan serta evaluasi terhadap diri sendiri sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas diri.

Dengan demikian, keterbatasan teknologi dan metode bukan lagi menjadi alasan untuk bermalas-malasan dalam mengembangkan wawasan pengetahuan. Baik dalam bentuk penuangan gagasan melalui tulisan maupun pencarian referensi di internet dan forum-forum kajian bersifat tatap muka.

Hilmy Harits Perdana

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Berikan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Skip to content