Daya tarik sains sejauh ini tidak bisa dinafikan, bahwa sains tampil dengan sangat memukau, ia memasuki kehidupan ini dengan membawa sebuah alat yang kuat: ukuran. Angka-angka menjadi tongkat ajaib yang memandu langkah-langkah para ilmuwan di lorong-lorong pengetahuan. Semua diperhitungkan dan ditimbang berdasarkan angka. Diukur, dianalisis, dan dirumuskan dalam persamaan matematika yang elegan. Sains menakjubkan, juga mempesona.
Tapi agaknya, di tengah kekuatan dan ketepatan angka-angka itu, ada satu aspek yang terlewatkan, satu elemen yang tak dapat dijepit oleh instrumen yang kaku. Di antara deretan angka dan statistik yang tertera, terdapat sesuatu yang tak tertangkap oleh pengukuran dan angka tersebut.
Yang terlewatkan itu, mungkin juga disadari oleh Goenawan Mohamad. Dalam salah satu bait sajaknya yang berjudul Dingin Tak Tercatat, GM berujar “Dingin tak tercatat/Pada termometer/Kota hanya basah”. Kita mengetahui bahwa termometer merupakan alat untuk mengukur suhu, dengan termometer, suhu yang tadinya terasa sebagai satu hal yang subjektif, mencoba diobjektifkan dengan ukurang konkret. Pertanyaan-pertanyaan semisal “Berapa lama?” coba diubah oleh sains menjadi “Berapa jam?”, begitupun pertanyaan “Berapa jauh” menjadi “Berapa kilo?”.
Di sini GM merasakan satu keresahan, bahwa tak semuanya selalu tampil dengan negasi yang hitam-putih. Ada satu ruang yang jadi titik temu di antara keduanya, yaitu abu-abu. Keabu-abuan ini yang dibahasakan oleh GM sebagai “Dingin tak tercatat”. Pada titik ini sains masih menyisakan celah dengan tak mampu mengukur yang remang-remang itu.
“Remang-remang” merupakan ambiguitas sekaligus paradoksial, ada satu hal terlihat muncul ke permukaan (scene), tetapi di saat yang bersamaan juga ada yang tak tampil (obscene). Ada ketersembunyian di dalam wilayah yang tak terjamah oleh metode ilmiah konvensional. Dan itu menjadi misteri. Tapi yang menarik adalah, dalam ruang misteri terdapat kekaguman dan daya tarik tak tergantikan. Hal-hal yang tidak dapat dinyatakan secara tepat dengan angka, yang sulit dipahami secara rasional.
Misteri memang tidak jelas, tidak dapat dijabarkan dengan rumus matematika yang konkrit, namun di dalam ketidakjelasan itulah terdapat daya tarik yang mampu mempesona dan menggerakkan jiwa; seperti takdir juga agaknya hidup manusia. Setiap saat, pada jarum jam yang terlihat berjalan dengan pengulangan. Sebenarnya bukan satu repetisi yang itu-itu saja. Keberulangan itu, di saat yang sama menyajikan satu hal beda. Untuk itulah kenapa yang berulang, tidak selalu dianggap sebagai repetisi belaka.
GM melanjutkan sajaknya “Angin sepanjang sungai mengusir/tapi kita tetap saja di sana”. Dalam konteks ini, angin di sepanjang sungai yang menjadi penyebab dari dingin, memberikan rasa tak mengenakan. Tentu dunia, meminjam istilah Chairil mengenai dunia adalah “ia yang sakit”. Terkadang tampil dengan wajah ganas dan brutal. Kendati demikian, kita tetap saja di sini, di bumi ini. Terpesona bahkan pada apa yang ganas juga brutal. “Seakan-akan gerimis raib/dan cahaya berenang mempermainkan warna”.
Kemisteriusan memiliki kekuatan untuk memancing rasa ingin tahu yang tak terbatas. Ia membawa kita ke wilayah yang tak terjamah, ke dalam ranah-ranah yang belum dijelajahi oleh pengukuran dan angka. Dalam keadaan yang tidak jelas, kita berada di hadapan kemungkinan-kemungkinan baru yang menanti untuk diungkap.
Misteri mendorong kita untuk bergerak maju, untuk mengeksplorasi batas-batas pengetahuan. Meskipun tidak ada kejelasan yang pasti, keadaan yang tidak jelas selalu memiliki potensi untuk menggerakkan. Ia membebaskan dari keterbatasan angka dan mengizinkan imajinasi melayang tinggi, menjelajahi ruang yang lebih luas.
Syahdan, dalam ketidakjelasan, manusia selalu dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, teka-teki yang belum terpecahkan. Tidak adanya kejelasan seringkali menimbulkan rasa ketidakpastian dan kebingungan.
Kendati demikian, justru yang tidak jelas selalu memiliki daya gerak yang kuat. Ia mengundang untuk menggali lebih dalam, mencari jawaban dan pemahaman yang lebih luas. Ia memicu keingintahuan, menggerakan untuk mengeksplorasi wilayah yang baru, dan meraih wawasan yang lebih dalam tentang dunia dan diri sendiri.
Dari situ, muncul pemaknaan, dan makna adalah satu hal yang dibangun di wilayah privat, yang hening sekaligus riuh. Dalam sajak lain, GM menulis “Apa yang berharga dari tanah liat ini?/selain separuh ilusi/sesuatu yang kelak retak/tetapi kita membikinnya abadi”.
Manusia seringkali berhenti bergerak karena adanya kejelasan yang diperoleh. Ketika segalanya terlihat begitu jelas dan terukur, kita terjebak dalam rutinitas yang membosankan dan kehidupan yang monoton. Namun, dalam menghadapi misteri, kita menemukan semangat baru untuk terus bergerak maju, mencoba memahami dan menyelami yang tak terjamah oleh pengukuran dan angka.
Rizki Kalimi
- Penulis ini tidak memiliki artikel lain.