Pada satu kesempatan Emanuel Levinas mengkritik perkembangan ontologi barat modern sebagai pelayaran Odiseus. Kisah Odiseus (Ulises) ditulis oleh Homerus, menceritakan perjalanan pulang Odiseus raja Itaka bersama kerabatnya para Argonot, awak kapal Argo. Kisah bermula ketika Odiseus mendengar ramalan tetua kerajaan bahwa ia akan melakukan perjalanan panjang yang memisahkannya dari keluarga. Tak lama setelah ramalan, datang Palamedes, utusan Sparta, menghimbau penggenapan janji Odiseus–yang pernah diucapkan saat kompetisi melamar Helena–untuk bergabung dalam aliansi raja dan pangeran Akhaia (Yunani) melawan kerajaan Troya yang menculik Helena, istri Menelaus raja Sparta. Odiseus yang enggan berperang, berpura-pura gila. Namun Palamedes pernah mendengar kepandaian Odiseus yang terkenal di seluruh Yunani; bahwa Odiseus tidak mungkin gila. Palamedes mencoba menguji dengan menempatkan Telemakus, putra Odiseus, dalam bahaya dimana Odiseus ternyata segera bertindak menyelamatkan anaknya. Karena respon membuktikan Odiseus tidak gila, ia harus menempuh konsekuensi berangkat berperang. Keberangkatan Odiseus dari Itaka menuju Sparta untuk selanjutnya berlayar ke Troya tersebut menjadi awal perjalanan dari cerita yang lebih panjang.
Seperti diharapkan oleh Agamemnon, panglima perang yang juga kakak Menelaus, Odiseus menjadi penasehat perang yang cemerlang. Salah satu kecerdikan Odiseus adalah siasat Kuda Troya. Setelah lelah melawan dinding kota Troya yang tak kunjung goyah, Odiseus menyiapkan siasat terakhir, ialah membuat sebuah kuda kayu raksasa untuk menyembunyikan prajurit di dalamnya. Dengan keyakinan kuda kayu merupakan isyarat kekalahan Yunani, sesuai perhitungan Odiseus, warga Troya mengarak kuda memasuki kota.
Sekitar 30 prajurit, termasuk Odiseus yang bersembunyi di dalam kuda keluar ketika warga kota terlelap, untuk membuka gerbang bagi pasukan Yunani yang bersembunyi di luar dinding. Dengan masuknya pasukan Yunani ke dalam dinding kota secara mudah, perang yang telah berjalan 9 tahun berakhir dengan kemenangan Yunani berkat kepandaian Odiseus. Namun Poseidon dan Athena melihat bahwa penyerbuan Troya tidak mengindahkan para dewa hingga keduanya menetapkan kutuk pada pasukan Yunani, terutama pada Odiseus yang menghasilkan kemenangan. Odiseus dan Para Argonot, yang di antaranya terdapat juga Orpheus dan Jason mengalami kemalangan demi kemalangan selama 10 tahun perjalanan berbahaya. Termasuk kehilangan dua belas kapal dan ratusan awak kepercayaannya, menghadapi Calipso, Cyclop, Valkirie, Nimphea, Scyla, Circa, Sirens dan banyak lagi. Odiseus dapat memilih tinggal di berbagai perhentian dan tak pulang, namun yang dilakukanya ialah tetap menempuh rintangan demi pulang ke tanah airnya.
Perjalanan pencarian kebenaran dalam tradisi filsafat barat pada mulanya sama seperti Odiseus yang enggan namun tak dapat menghidari kewajiban berlayar. Seluruh cerdik pandai di awal abad ke-18 berusaha mengentas kebenaran yang ditetapkan oleh otoritas serta beradu demi menentukan posisi manusia sebagai pusat pembuktian ontologi. Namun perdebatan panjang mengenai bagaimana nilai etis, hukum, identitas, dan idealitas (yang selanjutnya berkembang menjadi ideologi) ibarat perang tak berkesudahan dan petualangan yang berbahaya. Seluruhnya merupakan epik perebutan otoritas atas makna manusia dan arti kesadaran dalam evolusi kognisi. Itaka ialah dasar moral bagi Levinas, di mana manusia dapat menentukan pilihan berdasar tanggung jawab atas eksistensinya dan Liyan. Odyseus pergi meninggalkan Itaka untuk menghadapi medan dan menemukan halangan, serta menemukan jalan keluar untuk bertemu dengan berbagai permasalahan baru hingga tiba waktunya untuk pulang. Sama hal dengan ontologi barat berlayar pulang menuju pemahaman manusia yang mendasar, para filosof dari peradaban modern menemui pertentangan, kritik, dan perseteruan hingga tiba waktu bagi mereka untuk kembali pada dasar nilai moral yang disebut Levinas sebagai “You are, therefore I am”. Ialah pertemuan antar ‘wajah-wajah’ Liyan yang menyebabkan manusia terbukti hadir di dunia. Bagi Levinas, pertemuan wajah menimbulkan banyak relevansi dan permasalahan baru seperti lahirnya tanggung jawab, masyarakat, dan paradigma subjektif. Namun sebagaimana Odiseus yang nyaris hilang dalam kutuk perjalanan panjang, setidaknya ontologi barat telah kembali pulang dalam tanah air wilayah metafisika akal budi praktis.
Sejarah Filsafat Prancis, K. Bertens, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2013.
Mitologi Yunani, Edith Hamilton, Oncor Semesta Publisher, Jakarta, 2010
Enigma Wajah Orang Lain, Thomas Hidya Thaya, KPG, Jakarta, 2018
Pendiri LSF Discourse dan saat ini menjadi penasihat lembaga. Pimpinan Redaksi lsfdiscourse.org dan penerbit Discourse Book. Mengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.
- 29/03/2018
- 30/03/2018
- 08/09/2020
- 24/09/2020