Dalam dekade terakhir, kesibukan dan pekerjaan menjadi persoalan penting menjalani kehidupan. Bagi Karl Marx, pekerjaan adalah satu-satunya cara untuk menisbatkan diri pada manusia yang sejahtera. Tentu pekerjaan tidak selalu menjadi hal yang problematik, hanya saja dalam beberapa hal Marx mempersoalkannya melalui teori di mana kerja dan nilai dari sebuah hasil kerja diselewengkan oleh tuan. Misal, 8 jam kerja tentu banyak menyita tenaga dan pikiran, hingga akhirnya seorang pekerja lupa bagaimana cara menikmati waktu senggang.
Sementara itu, budaya masyarakat menggaungkan penilaian bahwa setiap orang yang sibuk bekerja adalah orang yang mulia. Dalam pandangan George Ritzer, substansi alamiah manusia bukan terletak pada pekerjaan itu sendiri, akan tetapi terletak pada apakah cara pekerjaan tersebut mampu mengakomodir produktivitas pekerja dengan cara yang alamiah, yakni untuk mengekspresikan dorongan kreatif dasar para pekerja (Ritzer & Goodman, 2008). Tulisan ini kemudian berusaha Menyusun kembali pandangan atas alasan mengapa kemalasan dan waktu senggang harus menjadi tuntutan yang layak diperjuangkan menurut Bertrand Russell.
Mengenal Bertrand Russell
Bertrand Russell di beberapa tulisannya, terutama dalam esainya bersama G.E Moore mengenal lebih dekat sosok Russell (1872-1970), dikenal sebagai tokoh filsafat analitik Anglo-Amerika. Beberapa kontribusi Russell dalam dunia logika matematika dan filsafat mencakup soal pendirian logisisme-nya (pandangan bahwa matematika, dalam pengertian tertentu, dapat direduksi ke dalam logika), monisme netral (pandangan bahwa dunia terdiri hanya dari satu jenis substansi yang tidak mental sekaligus tidak fisik), serta teorinya mengenai deskripsi definit, atomisme logis dan tipe-tipe logis (Irvine, 2007). Russell juga aktif menulis esai dan kritik sosial di mana corak pemikirannya bisa ditinjau melalui History of Western Philosophy (1945), Human Knowledge (1949), dan The Impact of Science on Society (1951). Russell menerima anugerah Nobel Sastra pada tahun 1950. Karena ia begitu ekstensif menuliskan pandangannya kepada publik awam, ia berhasil menumbuhkan ketertarikan banyak orang dengan gaya penulisannya
Bekerja untuk Bekerja
Esai Russell yang berjudul In Praise of Idleness ditulis dengan latar belakang keresahannya atas era mekanisasi produksi dan industri. Tenaga kerja diperas habis-habisan tanpa ada ruang untuk memperhitungkan bagaimana mereka mampu mencintai dirinya sendiri dan memenuhi kepentingan pribadinya.
Dalam pandangan Marx, Kapitalisme adalah struktur (atau, lebih tepatnya, serangkaian struktur) yang membentuk penghalang antara individu dengan proses produksi, yang mampu memisahkan individu dengan dirinya sendiri (Ritzer & Goodman, 2008). Inilah makna dasar dari konsep alienasi, ialah putusnya hubungan alamiah manusia antara orang dengan orang, dan dengan produk yang mereka produksi. Disparitas ini kemudian sengaja menjadi postulat yang membentuk satu pola penindasan, agar pekerja tidak memiliki waktu untuk sekedar melihat dirinya dan sekitarnya.
Terdapat tiga skema bekerja untuk bekerja:
- Pekerjaan menjadi satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
- Tidak semua pekerjaan bisa mengakomodasi setiap kenikmatan atau penghayatan pekerjaan. Semua terpaksa untuk dihayati.
- Pekerjaan saat ini menuntut produktivitas dalam arti industrial. Seorang pekerja harus taat terhadap arahan.
Berangkat dari pemikiran Marx, kerja tidak lagi menjadi tujuan pada dirinya sendiri, melainkan tereduksi menjadi sarana untuk memperoleh uang (Marx, 1932/1964). Alhasil pekerjaan tidak membawa pekerja untuk menemukan dirinya selain menemukan pekerjaan itu sendiri; pekerja semakin teralienasi dari diri mereka sendiri.
Waktu Senggang
Mengapa waktu senggang menjadi poin besar dalam In Praise of Idleness? In Praise of Idleness telah menjadi bahan analisis dari Stephen Mumford dalam Russell’s Defence of Idleness di mana filsafat kerja, nilai kemalasan, dan waktu senggang menjadi bagian dari keutamaan hidup menurut pandangan Russell (Mumford, 2008).
Kemalasan dan waktu senggang adalah jeda yang dibutuhkan dalam hidup, sekurang-kurangnya menjadi tempat di mana terjadi proses refleksi dan kontemplasi. Berkarya dan memahami persoalan diri bisa ditegakkan dengan dua hal tersebut. Walaupun, keduanya tidak begitu saja bisa terjadi. Upaya untuk berjaga atas konsekuensi kemalasan kemudian menjadi persoalan baru, sebab kemalasan selanjutnya dapat berkembang menjadi sifat yang merugikan. Russell memberikan dua pandangan dalam memaknai kemalasan dan waktu senggang.
- Manusia harus menerima bahwa kehidupan adalah kenikmatan pada dirinya sendiri, terutama jeda pada pekerjaan. Baginya, “Kita terlalu banyak berpikir soal produksi, dan terlalu sedikit soal konsumsi. Salah satu hasilnya bahwa kita sangat sedikit memperhatikan kenikmatan dan kebahagiaan yang sederhana dan bahwa kita tidak menilai produksi dari kenikmatan yang ia berikan pada konsumen.” Di sini, konsumsi perlu dipahami sebagai upaya untuk memenuhi aspek kebutuhan bukan secara materiil.
- Pentingnya menekankan pendidikan yang mampu meningkatkan perasaan manusia, sehingga waktu senggang dan kemalasan bisa dimanfaatkan dengan cara yang tepat. Russell berpendapat bahwa pekerjaan adalah kebajikan dan hidup beradab menuntut waktu luang di mana kepentingan pribadi dapat dikerjakan.
Kemudian kemalasan yang dipertahankan oleh Russell bukan dalam artian mengorbankan orang lain untuk bekerja lebih banyak. Kemalasan seperti ini digambarkan seperti apa yang dilakukan tuan tanah atas para pekerja. Russell mempertahankan kemalasan sebagai semata-mata cara menuju tujuan akhir, yakni kemalasan yang memberikan kontribusi bagi masyarakat dan peradaban (Mumford, 2008). Dalam hal ini Russell tidak hanya mempertahankan kemalasan begitu saja, sebab baginya kemalasan perlu diperjuangkan dalam orientasi kemalasan aktif (dalam istilah Mumford) bukan pasif. Menurut Russell, waktu senggang hanya tersedia bagi sebagian atau sedikit orang saja, serta peradaban setidaknya dibangun oleh banyak orang ataupun sedikit, keduanya sama-sama memiliki kemungkinan yang sama. Karenanya peradaban adalah semata-mata produk dari waktu senggang.
Berangkat dari ringkasan di atas—terlepas dari perdebatan perihal etika kerja—Russell menawarkan beberapa pilihan alternatif. Pekerjaan kerap hadir semata-mata untuk memberi pendapatan. Di sisi yang lain kita kerap teralienasi dan semakin jauh dengan diri sendiri; semakin gersang akan nilai-nilai pemaknaan terhadap apa yang dikerjakan. Dengan demikian, tawaran pemanfaatan kemalasan dan waktu senggang menjadi tempat dan ruang untuk kemudian kita mampu lebih dekat dengan diri kita secara pribadi.
Referensi
Irvine, A. D. (2007). Bertrand Russell. The Stanford Encyclopedia of Philosophy .
Marx, K. (1932/1964). The Economic and Philosophy Manuscripts of 1844. International Publisher .
Mumford, S. (2008). Russell’s Defence of Idleness. Russell: Journal of Bertrand Russell Studies , 5-9.
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2008). Sociological Theory. Yogyakarta: Kreasi Wacana.