Ilustrasi Deforestrasi via Unsplash - MENGAPA EKOSOSIALISME MEMBUTUHKAN MARX

Dalam bagian akhir kata pengantar untuk edisi kedua Marx and Nature Paul Burkett, John Bellamy Foster merefleksikan perubahan signifikan dalam sikap kalangan kiri terhadap ekologi Marx: “Hari ini penjelasan Marx mengenai problem ekologis dikaji di universitas di seluruh dunia dan menginspirasi aksi ekologis di dunia global” (Foster, 2014). Pengakuan dunia atas kritik ekologis kapitalisme Marx yang tanpa keraguan ini berhutang pada buku Marx and Nature Burkett (1999) dan Marx’s Ecology Foster (2000). Namun ketertarikan baru dalam Marxisme ekologis tidak berasal semata-mata dalam buku ini. Sebaliknya, sebagaimana dalam Marx and The Earth yang ditulis oleh Burkett dan Foster, sepanjang lima belas tahun terakhir Burkett dan Foster dengan cermat menolak banyak kritisisme terhadap Marx dari apa yang disebut dengan “ekososialis tahap pertama:, seperti John Clark, Joel Kovel, dan Danuel Tanuro. Kritisisme mereka beragam, dan masing-masing diberikan pemeriksaan yang jeli dalam bab-bab di buku Foster dan Burket, yang mana mendiskusikan “instrumentalisasi alam sebagai tubuh anorganik manusia” (bab satu); “ketidaktahuan Marx dan Engel terhadap termodinamika” (bab dua, tiga, dan empat); dan “peremehan kondisi alam dalam skema reproduksi” (bab lima).

Harus dicatat bahwa ketidaksetujuan apapun mereka dengan Marx, ekososialis tahap pertama juga secara mendalam kritis terhadap kapitalisme. Jadi mengapa Foster dan Burkett memperdebatkan kamerad potensial mereka? Lebih jauh, beberapa isu yang dibawa dalam Marx and the Earth mungkin tampak sulit dipahami dalam pandangan sekilas—mengapa keduanya repot-repot memperdebatkannya terlalu panjang?  Bagaimanapun, pembaca yang sabar akan segera mengakui pentingnya buku ini dan signifikansi isu yang dipertaruhkan. Sebagaimana kedua penulis menunjukkan, ekososialis tahap pertama meskipun mereka mengakui warisan Marx yang lebih luas, namun cenderung untuk menekankan kekurangan teoritis ekologi Marx dalam istilah yang lebih kuat, seperti “kerusakan ekologis yang besar” (a major ecological flaw), “kesalahan serius” (a serious error), “kecacatan” (a defect), dan “kegagalan” (a failure) (hlm. 16). Mereka lebih suka meninggalkan teori Marx mengenai nilai, reifikasi, dan kelas secara bersamaan, karena dianggap ketinggalan zaman dan tidak relevan. Mereka juga  tidak melihat pentingnya pemikiran-pemikiran Marx sebagai bagian dari kritik radikal terhadap kehancuran lingkungan oleh kapitalisme. Pada waktu yang sama, ketika ekososialis tahap pertama dikonfrontasikan oleh pertumbuhan pengaruh hegemonik oleh “pendekatan klasik” pada Marx dan Engels, ekososialis tahap pertama dengan cara berpikir yang tunggal mencari kecacatan penjelasan Marx dan Engels mengenai ilmu pengetahuan alam, betapapun sepelenya, untuk menggerogoti ekologi Marx. Foster dan Burkett berangkat pada elaborasi “anti kritik” yang rigid terhadap kritisisme ini, untuk akhirnya menuntaskan perdebatan dan membela bagian utama dari warisan intelektual Marx.

Marx dan Engels, tentu saja, kesulitan dalam memprediksi segala sesuatu yang telah menimpa umat manusia dan lingkungan hidup sejak jamannya. Namun, bagi banyak kalangan kiri, fakta yang jelas ini telah membuat tulisan mereka mengenai ekologi menjadi tidak valid. Sebaliknya, dengan memanfaatkan kekayaaan tradisi ekologis dan sosialis dari Paul Sweezy, Shigeto Tsuru, Istvan Meszaros, dan Barry Commoner, yang telah mengemukakan relevansi teoritis dari kritik ekologis Marx pada 1960-an dan 70-an, Foster dan Burkett secara menyakinkan menunjukkan bahwa ekologi Marx dapat memungkinkan kita untuk mendapatkan pendekatan metodologis yang diaplikasikan pada masalah lingkungan yang sungguh berbeda (tetapi bukan tidak terpisah) sekarang ini, “karena kritik ekonomi politiknya, lebih dari seabad, masih menawarkan pandangan yang unik dalam logika fundamental dan struktur kapitalisme (hlm. 24).

Dalam mengemukakan pendapat mereka pada “kesesuaian” pandangan Marx dengan ekonomi ekologis kontemporer, Foster dam Burkett melakukan penyelidikan historis mengenai diskursus saintifik dan perdebatan pada abad sembilan belas (hlm. 135). Sebagai contoh, mereka menyediakan terjemahan versi Italia dan Jerman dari artikel Segel Podolinsky tentang “Sosialisme dan Kesatuan Kekuatan Fisik”, dari awal 1880-an, dalam lampiran, mengemukakan secara jelas bahwa Marx dan Engels tidak menolak Podolinsky karena mereka tidak mengetahui kontribusi termodinamika di kemudian hari pada ekonomi ekologis, tetapi sebaliknya karena mereka menyadari sepenuhnya praanggapan problematis Podolinsky. Materialisme kasar Podolinsky, didasarkan pada “reduksionisme energi”, yang tak banyak berguna dalam menjelaskan kategori sosial nilai. Dengan kata lain, perspektif termodinamika sendiri tidak mampu mengungkapkan spesifitas historis dari relasi sosial kapitalis. Bahkan dalam termodinamika, kalkulasi Podolinsky, menurut Burkett dan Foster, sangat cacat, mengabaikan input energi yang terkait dengan pupuk dan batubara, dan secara efektif mengabaikan peran manusia sebagai “pemboros” akumulasi tenaga surya dalam proses produksi. Sebaliknya, Marx dan Engels memberikan perhatian yang lebih pada pemborosan tersebut, sehingga membuka kemungkinan kritik ekologis terhadap nilai (hlm. 127).

Lebih jauh, Foster dan Burkett menunjukkan bahwa Marx dan Engels dengan penuh semangat dan hati-hati mempelajari perkembangan yang paling baru dalam ilmu pengetahuan alam, dan kritik ekososialis tahap pertama terhadap ketidaktahuan Marx mengenai termodinamika, antara lain, didasarkan pada pembacaan yang arbitrer dan dangkal terhadap teks tersebut. Meskipun Engels dikenal sangat baik untuk tulisan-tulisan ilmu pengetahuan alamnya, buku ini menawarkan peringatan yang berharga bahwa Marx juga murid yang tekun pada banyak mata pelajaran yang sama. Pembagian kerja intelektual antara Marx dan Engels yang dinyatakan oleh Marxisme Barat, salah satu hal yang diwarisi oleh ekososialis tahap pertama, karena itu tidak berlaku. Marxis Barat, yang paling berpengaruh adalah mereka yang terkait dengan mazhab Frankfurt, membatasi aplikasi dialektika pada masyarakat, mengecualikan apa yang mereka pandang sebagai proyek “dialektika alam” yang salah arah, sebagai upaya untuk menyelamatkan Marx dari positivistik kaku dan pandangan mekanistik Marxisme Soviet. Harga yang mereka bayar untuk penyitaan intelektual ini sangat signifikan. Dengan mengeksklusi ilmu pengetahuan alam dari proyek Marx, kalangan Marxis Barat adalah kiri yang tidak mampu untuk menganalisis krisis ekologis modern sebagai kontradiksi dasar dari kapitalisme. Sehingga Alain Badiou, perwakilan kontemporer dari pewaris kalangan Marxis Barat, secara ironis mendeklarasikan bahwa ekologi adalah “bentuk kontemporer dari candu rakyat” (Badiou, 2008).Melawan kecenderungan ini, Marx and The Earth Foster dan Burkett mengatasi biner antara masyarakat dan alam dalam Marxisme, secara sukses mendemonstrasikan bahwa Marx mampu untuk mengelaborasi konsepsinya mengenai kekuatan kerja dan nilai tanpa bertentangan dan berdistorsi dengan penemuan saintifik pada zamannya.

Konsep kunci dalam pelampauan masyarakat-alam ini adalah “metabolisme” (Stoffwechsel). Menurut Marx, kerja adalah mediasi interaksi metabolic antara manusia dan alam. Manusia secara aktif memanfaatkan alam dalam sikap yang sadar dan teleologis, secara dramatis mengubah dan mengganggu alam. Pada saat yang sama, manusia, sebagai bagian dari alam, tidak bisa secara arbitrer memanipulasi dunia eksternal yang sensual. Sebaliknya, mereka bergantung secara intim pada lingkungannya. Ketergantungan pada alam ini tampak pada ketersediaan yang terbatas sumber daya alam dan energi, dan dalam berbagai cara di mana perkembangan masyarakat manusia dikondisikan oleh faktor geologis, iklim, dan biologis—apa yang para penulis itu sebut sebagai “realitas koevolusi” (reality of coevolution) melalui proses yang tiada henti interaksi metabolik antara manusia dan alam (hlm. 116). Dalam hal ini, konsep “metabolisme” Marx berangkat dengan pengakuan “kesatuan” transhistoris manusia dan alam sebagai kondisi material fundamental.

Dengan sendirinya, konsep metabolisme sukar untuk diungkapkan. Marx meneruskan, bermaksud untuk memahami spesifitas historis hubungan metabolik antara manusia dan alam. Ini mengapa Foster dan Burkett menekankan bahwa produksi kapitalis dikarakteristikkan oleh “pemisahan” manusia dari kondisi produksi objektifnya, dengan kata lain oleh alienasi dari alam (hlm. 85). Ketimbang terjerumus dalam visi overpopulasi neo-Malthusian, Marx mempertanyakan bagaimana organisasi kapitalisme yang secara historis unik mengenai metabolisme antara manusia dan alam dapat menyebabkan “keretakan” (rifts) pada kondisi material kehidupan. tentu saja, produksi kapitalis mustahil tanpa dukungan dari alam, dan bahkan pertumbuhan pesatnya dibatasi oleh keterbatasan sumber daya alam yang tersedia. Namun, dorongan  modal yang tiada akhir untuk valorisasi diri berarti bahwa ia tidak dapat sepenuhnya mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya alam dan energi yang terakumulasi secara historis seperti kesuburan tanah dan bahan bakar fosil. Konsekuensinya, keretakan yang dicatat di atas membawa bentuk krisis lingkungan yang mengiringi ekspansi logika kapital di seluruh dunia.

Dalam hal ini, Marx and The Earth menyiapkan jawaban yang menyakinkan terhadap Jason W. Moore, yang belakangan ini berargumen bahwa “keretakan metabolic”mengandaikan kesenjangan Cartesian yang kasar antara masyarakat dan alam (Moore, 2014). Dualisme semacam ini sebenarnya asing dalam konsep metabolisme, namun pendekatan sebaliknya, menekankan secara sepihak pada kesatuan masyarakat dan alam, membubarkan pandangan yang vital bahwa produksi kapitalis dikarakteristikkan oleh alienasi tenaga kerja dari alam. Bentuk sosial tenaga kerja adalah pusat investigasi kritis Marx, dan Moore memperlakukan tenaga kerja hanya sebagai salah satu dari “empat murah” (four cheaps) yang memungkinkan ekspansi kapitalis, menghilangkan poin utama teori Marx mengenai metabolisme.

Marx and The Earth adalah pemeriksaan yang cermat dan pembelaan kritik ekologis Marx terhadap kapitalisme, dan pemikiran-pemikirannya semakin diperkuat oleh publikasi edisi terbaru kumpulan tulisan Marx dan Engels, the Marx-Engels Gesamtausgabe (MEGA). Sejumlah catatan Marx yang tidak diterbitkan hingga edisi baru, merekam pemeriksaannya yang hati-hati terhadap kemajuan yang paling anyar dalam ilmu pengetahuan alam. Dua contoh yang spesifik dari relevansi MEGA terhadap Marx and the Earth.

Pertama, Foster dan Burkett membalas kritik Joel Kovel bahwa Marx tidak mengakui nilai intrinsik alam, tetapi sebaliknya memperlakukan alam hanya sebagai instrumen manusia. Para penulis juga berpendapat bahwa kemunduran Kovel bukan hanya pada intuisi estetik pada nilai alam, sebagaimana dinyatakan oleh Jakob Bohme, sebuah kemunduran ke dalam idealisme, tetapi juga kritisismenya terhadap Marx dalam hal ini dibantah secara tegas oleh pernyataan yang direkam dalam catatan Marx (hlm. 47). Selama pengasingan dekade panjang di London, Marx menyaksikan perkembangan yang pesat dalam produktivitas peternakan Inggris. Dia membaca buku-buku dalam bahasa Perancis dan Jerman yang berargumen pada superioritas pertanian Inggris. Namun, komentar-komentarnya terhadap bacaan ini jauh lebih kritis terhadap aktivitas manusia dan simpati pada alam. Menanggapi laporan yang antusias dari Leonce de Lavergne mengenai sistem seleksi yang dikembangan oleh peternak Inggris Robert Bakewell, Marx berkomentar: “Dikarakteristikkan penuaan dini, penyakitan secara menyeluruh, kekurangan tulang, banyak perkembangan lemak dan daging. Semua ini adalah produk buatan. Menjijikkan! (Marx-Engels Archive Sign. B. 106, 209) Marx juga membaca karya Wilhelm Hamm, penerjemah Jerman Lavergne, yang juga memuji pertanian Inggris. Komentar Marx sekali lagi simpati pada hewan.  Marx mengutuk “memberi makan di kandang” sebagai “sistem penjara sel” dan bertanya pada dirinya sendiri:

“Di penjara-penjara ini, hewan-hewan dilahirkan dan tetap di sana sampai mereka dibunuh. Pertanyaannya adalah apakah sistem ini ada hubungannya dengan sistem perkembangbiakan yang membesarkan hewan secara tidak normal dengan mengaborsi tulang untuk mengubahnya menjadi sekadar daging dan sejumlah besar lemak—padahal sebelumnya (sebelum tahun 1848) hewan tetap aktif dengan berada di bawah naungan bebas. Udara sebanyak mungkin—apakah pada akhirnya akan mengakibatkan kemerosotan daya hidup yang serius?” (Marx-Engels Archive Sign. B. 106, 336)

Pernyataan ini akan mengejutkan bagi mereka yang ingin mengecam Marx sebagai pembela perkembangan teknologis yang naif dan antroposentris. Buku catatannya justru mendokumentasikan reaksi nyatanya melawan bentuk kapitalis dalam perkembangan “perampokan” (robbery), sebuah kritik yang hampir tidak mengeksklusi non-manusia dari pertimbangan.

Foster dan Burkett juga mengacu pada Student’s Manual of Geology karya Joseph Breete Juke pada tahun 1878. Melihat pada kutipan ekstensif Marx dari buku Juke tersebut, seseorang akan dikejutkan ketertarikannya pada isu ekologis terus berlanjut selama tahun-tahun terakhir hidupnya. Menginvestigasi pengaruh perubahan iklim pada spesies, dia menaruh perhatian pada perubahan besar alam yang disebabkan oleh manusia: “kepunahan spesies masih terus berlanjut (manusia sendirilah) yang paling aktif membasmi” (MEGA IV/26, 233). Ini hanya dua contoh, dan Marx mengisi dua ratus catatan bukunya selama masa hidupnya, banyak di antaranya yang tidak diragukan lagi memuat dukungan yang lebih tekstual pada “ekologi Marx”.

Bagaimanapun, Foster dan Burkett adalah perwakilan yang paling baik dari “ekososialis tahap kedua” yang telah membangkitkan tradisi kritik ekologis Marxis terhadap kapitalisme. Tak mengherankan bahwa analisis hati-hati mereka dalam Marx and The Earth dan karya-karya lebih awal yang telah menginspirasi banyak sarjana dan aktivis, dan gerakan “ekososialis tahap ketiga”, seperti Naomi Klein, Stefano Longo, Brett Clark, Del Weston, dan Richard York, muncul. Lebih daripada sekedar “anti-kritik”, Marx and The Earth secara positif menunjukkan bahwa pendekatan klasik pada Marx menyediakan fondasi metodologis untuk menjelaskan krisis ekologis global kapitalisme sekarang ini.

Referensi

John Bellamy Foster, “Foreword,” in Paul Burkett, Marx And Nature: A Red and Green Perspective (Chicago: Haymarket, 2014), vii.

Alain Badiou, Live Theory (New York: Continuum, 2008), 139.

Jason W. Moore, Capitalism in the Web ofLife (London: Verso, 2014), 76.

Marx-Engels Archive (MEA), International Institute of Social History, Sign. B. 106, 209.

MEA, Sign. B. 106, 336.

MEGA IV/26, 233, emphasis in original.

Tulisan ini merupakan terjemahan atas ulasan Kohei Saito terhadap buku Marx and the Earth karangan John Bellamy Foster dan Paul Burkett dengan judul Why Ecosocialism Needs Marx? dalam https://monthlyreview.org/2016/11/01/why-ecosocialism-needs-marx/ 

Akbar Darojat

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat di Universitas Islam Negeri Surabaya

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.