Penderitaan yang dialami manusia umumnya disebabkan oleh aturan yang membatasi dirinya ketika ingin mencapai sebuah tujuan, ialah kebahagiaan seturut pribadi individu tersebut. Hal ini tidak bisa terlepas dari etika teleologi-utilitarinisme yang kemunculannya dilatarbelakangi oleh keinginan besar untuk melepaskan diri dari belenggu doktrin hukum alam. Serasi dengan kisah Robin Hood yang mengutamakan pencapaian kebahagiaan, dengan melakukan pengorbanan untuk kebahagiaan orang banyak dalam kelompoknya, tanpa mempedulikan hukum demi tercapainya kebahagiaan banyak orang. Hal ini sesuai dengan konsep etika teleologi-utilitarianisme John Stuart Mill yang mengutamakan eksistensi tujuan sebagai tolak ukur baik dan buruk suatu tindakan dalam pencapaiannya menuju kebahagiaan.
Etika teleologi merupakan salah satu dari teori dalam etika yang memiliki pandangan bahwa manusia memiliki dua penguasa, yakni penderitaan dan kebahagiaan seperti yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Manusia selalu menghindari penderitaan dan terus mengejar kesenangan. Moralitas dan hukum harus disandarkan pada kenyataan tersebut. Oleh sebab itu, moral dan produk hukum harus memiliki tujuan memaksimalkan kesenangan dan kebahagiaan manusia secara luas.
Konsep ini merupakan utilitarianisme yang diteruskan Mill atas perannya sebagai murid Bentham. Mill sependapat dengan gurunya bahwa manusia pada dasarnya mengejar kebahagiaan. Namun ia mengkritisi pendapat pendahulunya yang cenderung mengukur kesenangan secara kuantitatif. Menurut Mill, kualitas kesenangan dan kebahagiaan juga harus diperhatikan dalam lingkungan yang lebih luas, siapa pun dapat melayani kebahagiaan orang lain dengan cara yang terbaik, dengan pengorbanan mutlak atas keinginannya sendiri.
Dalam hal ini, terdapat satu kisah yang diangkat oleh masyarakat Inggris yakni Robin Hood. Robin Hood menjadi pahlawan untuk rakyatnya dengan merampok harta pejabat pada masanya. Ia juga mencuri hasil hutan untuk diberikan kepada rakyat dengan maksud untuk menyejahterakan rakyat yang menderita karena pejabat korup saat itu. Cerita tentang Robin Hood adalah hikayat yang menjadi legenda sejak era pertengahan. Kisah heroik perjuangan seorang penjahat budiman pembela rakyat jelata dalam melawan tirani yang kejam ini, seakan tidak pernah berhenti untuk diceritakan. Cerita tentang Robin Hood terbukti tidak lekang oleh zaman walau sudah diceritakan ratusan tahun.
Robin digambarkan sebagai pria gagah berani yang memimpin kelompok Mery Men. Dalam kisahnya, anggota Merry Men hampir mencapai 100 orang. Mereka menjelma komunitas masyarakat di tengah hutan yang pada dasarnya merupakan rakyat kecil yang tersisihkan. Robin memiliki kebiasaan untuk membawa orang miskin dan tuna wisma agar bisa hidup berdampingan dengan kelompoknya.
Menurut legenda, Robin hidup pada abad 13-14 Masehi. Masa tersebut merupakan masa di mana Inggris masih dipimpin oleh Raja Richard dan pemimpin sementaranya ialah, Raja John. Robin tinggal di Hutan Sherwood, salah satu hutan yang paling luas di Britania Raya. Di sana dia hidup bersama sekelompok ‘penjahat’ yang bersembunyi dari kejaran otoritas kerajaan.
Di Hutan Sherwood, Merry Men kerap berburu kaum elit dan merampok pelancong kaya yang melewati hutan. Mereka mengenakan pakaian hijau, dipersenjatai dengan busur dan anak panah; dan terkadang membawa tombak kayu serta pedang. Anggota Merry Men tahu betul bagaimana cara menggunakan pedang dengan baik.
Hingga berabad-abad lamany kehidupan Robin Hood diceritakan. Walau begitu, tidak ada tahun yang pasti yang dipercaya melatari kisah tersebut. Pada tahun 1852, Joseph Hunter, seorang pustakawan dan asisten pencatatan sejarah, menerbitkan kajiannya tentang kebenaran kisah Robin Hoo.
Adapun referensi paling awal tentang Robin Hood adalah puisi yang dibuat oleh William Langland di tahun 1377 berjudul ”The Vision of William Concerning Piers Plowman.” Tapi ia bukan sebagai tokoh utama dalam puisi itu. Sedangkan balada yang paling awal yang menceritakan Robin Hood secara lengkap adalah “A Gest of Robyn Hode”, tahun 1400, yang menghubungkan antara Kota Nottingham, Bernsdale, Hutan Sherwood, dan Sheriff of Notingham.
Kisah dalam puisi tersebut sebenarnya menceritakan seorang raja bernama Edward sedang melakukan perjalanan keliling negeri. Pada saat itu ia bertemu dengan seseorang bernama Robin Hood yang dianggap sebagai penjahat, namun telah mendapat ampunan dan bekerja pada sebuah pengadilan setempat. 15 bulan kemudian, Robin Hood kembali sebagai pemberontak. Robin Hood muncul pula dalam buku yang ditulis oleh Andrew of Wyntoun, Orygynale Chronicle, yang ditulis tahun 1420. Dalam buku itu, kontekstual yang dipakai adalah sejarah di tahun 1283. Dalam buku yang dibuat oleh John Fordum berjudul Scotichronocon pada tahun 1440 disebutkan tokoh Robin Hood dan sahabat karibnya Little John yang berprofesi sebagai pembunuh (yang lalu menjadi simbol masyarakat bawah).
Berdasar pada teleologi, baik atau buruknya suatu perbuatan tergantung pada tujuan yang dicapainya. Dalam hal ini kisah Robin Hood merupakan aplikasi dari etika teleologi, dimana ia bersama kelompoknya bertujuan menyejahterakan diri dengan uang hasil rampokan yang dibagikan kepada masyarakat bawah, atau yang berada dalam kelompoknya.
Aksi heroik Robin Hood, dimana ia merampok penguasa yang korupsi pada masanya dengan mengutamakan kepentingan kelompoknya, lalu membagikan hasil rampokannya kepada golongan bawah merupakan aplikasi dari teori utilitarianisme yang menekankan pentingnya dampak atau konsekuensi dari suatu perbuatan dalam menilai baik dan buruknya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, dalam arti memajukan kesejahteraan, kebahagiaan, serta kemakmuran bagi orang banyak maka itu adalah perbuatan baik.
Dalam konsep kebahagiaan, Mill berpendapat bahwa kebahagiaan semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian, bukan merupakan kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama. Raja dan bawahan dalam hal ini harus diperlakukan sama. Kebahagiaan satu orang tidak pernah boleh dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain. Hal ini sesuai dengan aksi dalam kisah Robin Hood ketika ia membagikan harta rampokannya untuk rakyat jelata.
Adapun konsep asosiasi psikologis Mill yang memiliki tujuan melihat manusia sebagai makhluk berkodrat sosial, mengartikan bahwa manusia dalam mendapatkan sebuah nikmat kebahagiaan seharusnya juga memperhatikan nikmat kebahagiaan orang lain. Ia akan merasakan sebuah kenikmatan bila orang lain juga mendapatkan kenikmatan yang sama. Hal ini terdapat dalam kisah Robin Hood yang dalam singkat cerita mendirikan komunitas dari sekumpulan rakyat jelata. Kaum yang tersisihkan oleh kaum elite dan kaya dengan tujuan agar bisa hidup berdampingan dengan kelompoknya.
Aksi heroik Robin Hood merupakan sedikit bentuk aplikasi dari konsep etika teleologi-utilitarianisme Mill. Hal ini tidak bisa terlepas dari tujuan perampokan yang dilakukan oleh Robin Hood, ialah untuk kesenangan diri dan kelompoknya. Selain itu, juga terdapat sisi utilitarianisme Mill yang terfokuskan pada asosiasi psikologis, terutama dalam bagian kisah di mana Robin Hood membentuk komunitas yang berisi oleh rakyat yang tersisihkan dari kaum elite dan kaya dengan tujuan agar bisa hidup berdampingan satu dan lainnya.
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
- 31/07/2020
- 23/09/2020