Pemahaman mengenai apa itu hermeneutika dan retorika kerapkali terasa kabur dan tidak bisa dimengerti dengan mudah dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan sosial masyarakat sebenarnya tidak terlepas dari hermeneutika dan retorika. Kedua hal itu saling berkaitan dan menjadi dasar dari pemahaman dan penyampaian sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dalam kelompok.

Hermeneutika dan retorika menjadi dasar dari setiap dinamika pemahaman dan penyampaian setiap dinamika sosial karena mereka menjadi peta bagaimana dinamika itu harus bergerak dan menghasilkan buah yang baik. Dinamika itu tampak pada dunia perpolitikan di mana setiap individu berusaha memahami dan menyampaikan setiap fenomena sosial demi perkembangan kehidupan masyarakat. Jika hermeneutik dan retorik bisa difungsikan dengan baik akan memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.

Hans-Georg Gadamer, dalam pemikirannya, menjelaskan keberkaitan cara kerja hermeneutik dan retorik secara dinamis untuk menghasilkan suatu perkembangan daya tangkap manusia akan fenomena-fenomena yang ada. Daya tangkap itu kemudian dilanjutkan dalam pengungkapan atau penyampaian yang berguna menuntun seseorang kepada kebenaran yang terbaik.

Biografi Hans-Georg Gadamer

Gadamer terlahir sebagai anak kedua di tengah keluarga pasangan Emma Caroline Johanna Gewiese (1869-1904) dan Dr. Johannes Gadamer (1867-1928) di kota Marburg, sebuah kota di bagian selatan Jerman. Gadamer dibesarkan dalam keluarga protestan yang taat tetapi di kemudian hari Gadamer memilih bungkam ketika disodori pertanyaan mengenai imannya. Gadamer junior menempuh pendidikan dasar dan menengahnya di Holy Gost School dari tahun 1907 sampai 1918. Selepas pendidikan menengah, Gadamer mendaftar di Universitas Breslau. Ayahnya membujuk dia dengan sedikit memaksa untuk memasuki fakultas eksak, padahal sejak di pendidikan menengah dia sudah tertarik dengan sastra dan filsafat.

Gadamer memasuki Universitas Breslau di jurusan filologi klasik. Selama kuliah, Gadamer juga ikut kelompok baca Stefan George yang mengkhususkan diri pada kajian sastra dan pembacaan puisi, terutama karya-karya Stefan George. Tidak sampai satu tahun belajar di Universitas Breslau, Gadamer pindah ke Universitas Marburg, karena harus ikut ayahnya yang ditunjuk sebagai profesor di situ. Di kampus inilah dia menyelesaikan kesarjanaannya dengan disertasi berjudul The Nature of Pleasure According to Plato’s Dialogues di bawah bimbingan filosof Paul Natrop. [1]

Gadamer menikahi Frida Kartz. Pernikahan inilah yang menandai lepasnya Gadamer dari bayang-bayang ayahnya. Walaupun pernikahan ini kandas dengan penceraian tahun 1947, akibat perselingkuhan Frida Gadamer dengan sejawatnya, Warner Krauss.

Di bulan April 1949, dia mendapat undangan dari filosof Karl Jasper untuk menggantikan kedudukannya di Universitas Heidelberg. Gadamer pindah ke Heidelberg tahun 1950, karena telah menduduki posisi profesor tetap di kampus ini. Gadamer mulai dikenal luas ketika menerbitkan buku Truth and Method tahun 1960. Sampai wafat pada tanggal 13 Maret 2002 di rumah sakit Universitas Heidelberg, Gadamer telah menjadi saksi berbagai peristiwa penting abad 20.

Apa itu Hermeneutik dan Retorik?

Hermeneutik dan retorik adalah dua elemen yang saling menopang satu sama lain. Istilah hermeneutik, secara etimologis, datang dari bahasa Yunani hermeneuen dan hermeneia yang secara sederhana berarti menafsir dan penafsiran, mengungkapkan dan pengungkapan. Kata-kata tersebut merujuk pada Hermes, sosok pengantara atau pembawa kabar baik dari yang ilahi (hermenes ton theon).2 Hermeneutik bertugas menerjemahkan maksud atau makna yang terkandung dalam pesan secara verbal maupun non-verbal berupa tulisan. Seperti asal kata hermeneutik yang merujuk pada Hermes sang penerjemah bagi para manusia untuk mengerti maksud dari para dewa.

Retorika yaitu seni berbicara (art of speaking).3 Retorika, dalam hal ini, berperan mengelola kata agar dapat memiliki bobot kebenaran dan kelogisan atas apa yang telah disampaikan. Retorika adalah seni berbicara yang memberikan sentuhan khusus bagi penjelasan tentang apa yang disampaikan kepada lawan bicara. Penyampaian itu akan membimbing pemahaman lawan bicara secara khusus dan menarik perhatiannya agar sampai kepada keyakinan bahwa apa yang telah disampaikan itu bersifat benar dan logis. Hermeneutik dan Retorik memiliki hubungan yang khusus dalam pergerakan zaman dan pemikiran manusia.

Gagasan Gadamer Mengenai Hermeneutik dan Retorik sebagai Keterkaitan yang Saling Membentuk

Hermeneutik dan retorik memiliki keterkaitan yang saling membentuk. Alasannya, jika hermeneutik berkaitan dengan seni memahami (art of understanding) maka harus ada pula seni berbicara (art of speaking).4 Hermeneutik dan retorik menjadi penggerak bagi berjalannya pemahaman manusia dari setiap zaman. Manusia bertemu untuk saling melengkapi sehingga menghasilkan buah-buah pemahaman yang semakin berkembang.

Kemampuan berbicara manusia yang unggul mengandung dua elemen penting yaitu hermeneutik dan retorik, sebab melalui itu manusia dapat mengutarakan maksudnya dengan baik dan jelas.

Perbuatan berbicara adalah perbuatan khusus manusia untuk mengisyaratkan perasaan-perasaan atau pikirannya, dengan cara mengeluarkan serta membentuk suara-suara dengan alat tubuh yang disebut alat laryngo-buccal (pangkal tenggorokan dan mulut). Meskipun berbicara hanya merupakan satu cara khusus untuk mengisyaratkan, namun memikirkan perbuatan berbicara atau suatu perbuatan untuk mengisyaratkan yang mana pun juga sama dengan memikirkan kemampuan umum dari manusia untuk mengemukakan perasaan dan pikirannya dengan perantaraan tanda-tanda

Leahy Louis, Siapakah Manusia? (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 37.

Manusia dianugerahi kemampuan untuk mengungkapkan maksudnya dan memahami maksud sesamanya. Hermeneutik dan retorik mengundang lawan bicara untuk semakin meyakini dan membenarkan apa yang telah ia dengar dan mengerti. Hal itu dikarenakan ada pembimbingan akal budi dan cara berpikir sehingga sampai pada taraf kelogisan dan berujung kepada keyakinan.

Retorik dan hermeneutik secara mendasar saling berjumpa di satu titik: tahu-berbicara dan tahu-memahami merupakan daya kodrati manusia.6 Manusia dalam pengungkapan dirinya difasilitasi oleh kedua elemen tersebut yang menjadikan manusia dapat memeluk erat kodratnya. Kodrat manusia berjalan dalam pertemuan antara hermeneutik dan retorik yang saling berkolaborasi untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman yang baik.

Hermeneutik Tidak Terbatas Pada Metode

Gadamer secara definitif menetapkan hermeneutik sebagai inti seluruh pemahaman.7 Hermeneutik seringkali dipandang sebagai metode untuk menemukan kebenaran tetapi, bagi Gadamer, hermeneutik bukan sekedar metode melainkan jalur menuju kebenaran. Namun, di sisi lain, kebenaran bisa menggusur orang dari sikap metodiknya yang serba kaku.8

Terdapat suatu logika yang bertumpu pada kesatuan antara hermeneutik dan retorik. Kebenaran bagi Gadamer adalah sesuatu yang tidak bisa dikurung dalam sikap metodik-metodik tertentu. Melalui pemikirannya ini Gadamer menjelaskan jati diri dari hermeneutik yang sesungguhnya. Hermeneutik tidak berhenti pada pengertian sebagai metode melainkan melampaui metode untuk menemukan kebenaran.

Hermeneutik adalah sesuatu yang terkandung dalam kemampuan manusia yang menyejarah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran itu ditemukan secara terus menerus dan tidak berhenti pada satu kebenaran saja. Kebenaran itu terus berkembang dan pada akhirnya berhenti pada kebenaran yang sejati ketika manusia telah berada di dunia forma. Dengan demikian, hermeneutik tidak lagi dipandang sebagai metodologi, melainkan suatu pencaharian ontologi.9

Kekeliruan Dalam Memahami dan Menilai Retorika

Dalam teori sosial dewasa ini, misalnya, retorika dipandang sebelah mata, yakni sebagai alat bantu (auxiliary discipline), sebagaimana hermeneutik yang dianggap sebagai metodologi belaka.[10] Retorika kerapkali dipandang sebagai alat untuk mengelabui dan menjerumuskan seseorang kepada pengertian yang tidak sesuai demi kepentingan diri sendiri (misalnya untuk mendapatkan keuntungan di dalam bisnis). Cara penggunaan retorika yang keliru dikemukakan oleh Gadamer di mana retorika yang keliru ialah ketika sebuah pembicaraan tidak memberikan ruang bagi proses bertanya-menjawab.[11] Cap atau label negatif retorika berasal dari penyimpangan para sofis. Para sofis menggunakan retorika guna mendapatkan keuntungan dari lawan bicara. Dengan begitu, mereka memperoleh keuntungan yang berlimpah.

Dalam hal ini Gadamer ingin menekankan pentingnya ruang untuk bertanya dan menjawab di dalam suatu dialog. Bagi Gadamer retorika bukan sebagai teknik mengalahkan lawan bicara, melainkan seni berbicara untuk meyakinkan lawan bicara tentang hal yang terbaik.[12] Retorika akan memberi dampak positif dan pemikiran yang baik apabila dalam penggunaannya tidak dialihfungsikan. Hermeneutika dan retorika menjadi dua kaki yang saling menggerakkan untuk menuju kepada pengertian yang lebih baik. Mereka saling melengkapi dan menunjukan keotentikan suatu pengertian.

Hermeneutika mengemban tugas tertinggi dalam pemahaman manusia. Teks-teks yang tertulis menjelaskan tugas hermeneutik dengan nyata. Tulisan merupakan alienasi-diri. Penyelesaiannya, pembacaan terhadap teks, kemudian merupakan tugas tertinggi pemahaman.[13] Gadamer menjelaskan fungsi dan peran hermeneutika dalam seni memahami yang melebihi pengertian dari teks-teks yang tertulis. Bagi Gadamer teks-teks tertulis merupakan bentuk alienasi-diri yang dibatasi oleh huruf-huruf sedangkan pemahaman sendiri melebihi dan melampaui teks-teks yang tertulis. Pemahaman tidak terikat oleh ribuan teks. Hermeneutik menembus keterbatasan pemahaman yang terkurung dalam teks, dalam hal ini hermeneutik membimbing manusia untuk masuk ke dalam pemahaman yang otentik.

Hermeneutik dan Retorik sebagai Jiwa dari Pemahaman Manusia.

Hermeneutik dan retorik menjadi jiwa bagi perkembangan pemahaman manusia. Kedua elemen tersebut menuntun manusia kepada pemahaman yang dalam akan sesuatu. Pemahaman yang disertai dengan hermeneutik dan retorik memiliki jiwa untuk merangkul kebaikan yang bisa diproduksi dengan akal budi secara sehat dan tidak menyesatkan. Hermeneutik dan retorik menghindarkan manusia dari kekeliruan dalam cara memahami dan mengungkapkan setiap fenomena yang ada.

Kehidupan manusia diwarnai dengan beraneka macam penafsiran. Penafsiran itu timbul karena berbagai fenomena yang terjadi dalam ruang lingkup hidup sosial, baik itu dari hidup sosialnya dan hidupnya dengan alam semesta. Hermeneutik dan retorik menjadi jembatan bagi sang subjek untuk menafsirkan objek di dalam lingkungan hidupnya. Peran dari kedua elemen itu ialah membantu manusia untuk berelasi dengan fenomena yang akan ia tafsir atau pahami, sehingga pemahaman itu tidak menimbulkan kekeliruan. Menafsirkan berarti sesungguhnya menggunakan prakonsepsi seseorang sehingga makna sebuah teks bisa benar-benar dibicarakan dengan kita.[14] Relasi dengan teks atau fenomena yang dilakukan dengan baik dan mendalam akan berdaya guna bagi perkembangan akal budi manusia.

Hidup manusia akan diperkaya oleh adanya pergerakan hermeneutik dan retorik secara dinamis. Mereka menjadi jiwa bagi perkembangan pemahaman manusia akan fenomena yang seringkali terjadi dalam kehidupan manusia. Fenomena yang baru akan selalu muncul, baik itu di dalam lingkungan sosial maupun lingkungan alam semesta. Manusia sebagai makhluk berakal budi berpotensi untuk menafsirkan atau memahami setiap fenomena yang terjadi agar ia dapat menemukan kebenaran yang menjadi kehausan bagi akal budinya.

Pemahaman yang disertai oleh hermeneutik dan retorik melibatkan kehendak bebas manusia untuk mengerti dan menerima. Kehidupan manusia akan tampak menakjubkan apabila manusia memiliki pemahaman secara baik akan apa yang ada di ruang lingkup hidupnya dan sebaliknya apabila manusia memiliki pemahaman yang keliru akan apa yang ada di ruang lingkup hidupnya, ia akan teralienasi dari kebenaran.

Relevansi

Dunia perpolitikan menjadi ajang bagi para individu untuk mengungkapkan gagasan mengenai fenomena yang terjadi di Indonesia. Fenomena itu bisa berada dalam ruang lingkup hidup masyarakat yang meliputi perkembangan maupun kemunduran taraf hidup masyarakat. Pemahaman dan pernyataan yang benar sangat penting dimiliki agar bangsa Indonesia memiliki arah dalam perbaikan taraf hidup masyarakat.

Hermeneutika dan retorik menjadi daya bagi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Kehidupan sosial memiliki dinamikanya yang sangat mempengaruhi kondisi kehidupan masyarakat. Apabila dinamika itu tidak bisa disikapi dengan baik akan menimbulkan perpecahan bagi kehidupan masyarakat. Hal itu tentunya juga bisa memberikan kesesatan dan landasan yang keliru bagi kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat akan diombang-ambing oleh karena pernyataan atau pemahaman yang keliru dari pejabat atau individu tertentu. Hal itu berpengaruh pada pola pikir masyarakat yang nantinya akan merambat pada cara penyikapan masyarakat terhadap fenomena yang ada di ruang lingkup hidupnya.

Hermeneutika dan retorika bertujuan untuk memfasilitasi hidup sosial agar menemukan jalan yang terbaik dalam dinamika sosial masyarakat Indonesia. Dua elemen itu tidak mengekang kebebasan manusia tetapi menuntunnya kepada pemahaman yang baik sehingga dapat disampaikan dan diterima dengan baik pula.

Kehidupan sosial juga tidak terlepas dari kekeliruan dalam memfungsikan hermeneutika dan retorika. Kekeliruan itu terjadi apabila individu memahami sesuatu secara radikal serta mengemukakan apa yang ia ketahui dengan radikal juga. Sikap seperti itu menutup ruang untuk bertanya dan peran dari kehendak bebas lawan bicara. Individu itu secara tidak langsung tertutup pada benih-benih kebenaran yang ada di luar dan menganggap apa yang telah ia pahami merupakan kebenaran yang sejati. Keyakinan yang berada di luar pemahamannya adalah musuh.

Kekeliruan dalam hermeneutik dan retorik itu tampak pada sikap saling menjatuhkan. Fenemena tersebut sama sekali bukan ruang diskusi. Kehendak bebas yang dimiliki oleh masing-masing individu berusaha untuk saling melawan dan menjatuhkan. Hal seperti itu menimbulkan permasalahan dalam dinamika hidup sosial masyarakat. 

Hermeneutik dan retorik yang saling memiliki keterkaitan satu sama lain menjadi komposisi penting. Mereka berperan penting untuk memahami suatu fenomena dengan baik dan mengungkapkan fenomena itu dengan jelas, gamblang, dan mudah dipahami oleh para pendengar. Para pendengar yang mengerti dengan baik akan tertuntun kepada kebenaran dan dihindarkan dari kekeliruan. Dalam penyampaian itu harus menggunakan cara retorika yang benar yang memberi ruang bagi pendengar untuk berpendapat dan bertanya.

Hermeneutik dan retorik bertugas menjernihkan pemahaman akan fenomena yang telah terjadi agar dapat dibagikan kepada sesama. Hal itu dapat memperkaya akal budi dengan kebenaran yang baik karena melibatkan kehendak bebas dan memberi ruang untuk menemukan dan memahami kebenaran yang terbaik. Kedua elemen itu menjauhkan akal budi dari kekeliruan dalam memahami dan mengucapkan apa yang telah ia dapat dan tafsirkan mengenai fenomena yang ada.

Semoga pembahasan tentang pemikiran Gadamaer mengenai hermeneutik dan retorik sebagai daya bagi kehidupan sosial dapat memupuk kesadaran kita dalam menyikapi setiap fenomena yang hadir. Sikap yang benar dalam menyikapi fenomena yang hadir akan menjauhkan diri dari kekeliruan. Hermeneutik dan retorik menjadi energi bagi manusia untuk mendapatkan kebenaran dengan baik dan berperan besar bagi perkembangan hidup sosial masyarakat.


[1] Inyiak Ridwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008).

2 Gusmao Martinho G. da Silva, Hans-Georg Gadamer: Penggagas Filsafat Hermeneutik Modern yang Menggunakan Tradisi (Yogyakarta: Kanisius, 2013).

3 Ibid, 76.

4 Ibid.

5 Leahy Louis, Siapakah Manusia? (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 37.

6 Gusmao Mortinho G. da Silva, Hans-Georg Gadamer, 77.

7 Ibid, 31.

8 Ibid.

9 Ibid.

[10] Ibid, 77.

[11] Ibid, 78-79.

[12] Ibid, 79.

[13] Gadamer Hans-Georg, Kebenaran dan Metode (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 474.

[14] Ibid, 482.

satu Respon

Berikan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.